Senang Bertemu denganmu

Pagi-pagi mama sudah ribut dengan dapur dan suara teriakan. Aku

melihat jam sekarang baru pukul 03.45. entah mengapa kali ini mama

sangat semangat sekali, pasalnya Kak Dami mau ke Malang karena Bang

Faris ngajak mamanya untuk serta. Katanya Bang Faris mau pindah kosan

karena suasana di kosan yang sekarang ditinggali kurang nyaman karena

berisik.

Bukan hal besar, sebenarnya. Namun, aku mau nggak mau keluar kamar dan

membantu mama untuk membantunya membereskan semua.

“Rindu bantu apa, Ma?”

“Tolong kamu kemasi botol sama stoples yang biru itu, terus masukin ke

tas yang ada di dekat koper.” Aku berjalan ke arah koper ungu milik

kakakku dan mengambil tas yang di dalamnya sudah ada beberapa makanan.

“Kak Dami berapa lama emang?”

“TergatuNG Tante Hesti katanya. Dia mau ngajakin kakakmu jalan-jalan

di Malang. Terus mau ngajakin mampir ke rumah kakaknya.”

“Mereka belum menikah, Ma.”

“Kan ada orang tuanya, nggak papa.”

Aku mendengus sebal. Mama selalu suka semua yang ada di Bang Faris.

Semua tanpa terkecuali. Aku memasukkan stoples dengan sebal. Beberapa

kali aku memikirkan Bang Faris yang ada hanya aku ketipu. Mereka

menggelabuiku dengan sangat baik. Orang pintar memang kejam.

Kak Dami keluar, wajahnya sumringah karena dia memang menginginkan

pergi sendiri tanpaku. Tante Hesti sudah ke rumah. Sekarang sudah

selesai subuh, setelah semua salat ayah mengantarkan mereka ke

stasiun. Bukann nnaik pesawat, mereka akan ke Malang menggunakan

kereta.

Bang Faris berulang kali meminta izin mama mengajak Kak Dami pergi,

dia berjanji untuk menjaganya selama di Malang. Memang mataku nggak

pernah meleset kalau melihat laki-laki. Bang Faris memang suamiable

banget dan Tante Hesti memang mertuable banget.

Aku mendengus lagi, Kak Dami mendekatiku. Dia melihat aku masih saja

cemberut. Aku kesal, karena Kak Dami jalan-jalan sedangkan aku harus

belajar karena mau ujian.

“Udah jangan cemberut. Entar gue kasih oleh-oleh. Lo mau apa?”

“Gue mau jalan-jalan juga, Kak.” Aku merengek seperti anak kecil,

sedangkan Kak Dami hanya mengelus kepalaku.

“Entar kalau gue udah banyak duit, gue ajak ke Malang,” bisiknya di telingaku.

Bang Faris datang menggandeng tangan Kak Dami, “Yuk! Ayahmu udah

nunggu!” ajaknya ke Kak Dami.

Aku menghela napas kasar, Bang Faris berbalik sebentar, “Pinjam

Kakakmu dulu, ya.”

Aku tidak menjawabnya, aku diam saja tanpa berekspresi apa pun.

**

Pagi ini aku ngantuk sekali, nggak seperti mama yang sering bangun

pagi, aku bangun paling pagi pukul 05.00.

Anya menghampiriku, memberikan sandwich yang ia bawa dari rumah. Aku

mengucapkan terima kasih.

“Ndu, lo satu kelompok sama gue, kan?” tanyanya sambil menggigit sandwichnya.

“Gue sama Ando, sih. Gue nggak apal siapa aja.”

“Iya, sama Ando juga. Ada Andi juga, tapi gue nggak tahu dia berangkat

nggak hari ini.”

Aku mangggut-manggut saja sambil memakan makananku. Sejujurnya aku

sudah berhari-hari tidak melihatnya, aku juga tidak mengirim pesan

karena aku pikir semua belum perlu. Aku bukan siapa-siapanya. Hanya

teman untuk dia berbagi cerita.

“Di mana nanti, Nya?” tanyaku sambil berdiri membuang sampah.

“Kalau Andi mau, ke rumahnya sih. Tapi kita semua belum ngobrolin ini

mau ke mana.”

“Oh gitu.”

“Menurut lo mau di rumah siapa?”

“Di mana aja sih, kalau gue santai.”

Anya pergi ke bangkunya karena bangkuku ada di belakang Anya duduk

dari depan nomor dua. Tidak berselang lama, bel masuk kelas berbunyi

bersama manusia yang sudah menghilang berhari-hari. Dia tidak

menatapku, langsung duduk di meja depanku. Saat guru memulai, dan

menjelaskan materi, tangan Andi ke belakang, memberikan kertas kecil

kepadaku.

Awalnya aku pikir sampah, karena Andi memang seperti itu. Namun, saat

aku buka, spontan tanganku menutup mulut, kemudian cepat-cepat

kumasukkan ke saku seragam.

Sepanjang pelajaran aku hanya diam, teman-temanku saling diskusi dan

bertanya ke guru. Entah mengapa Andi juga diam. Dia pintar, kadang

kalau isengnya kumat, ia memberikan pertanyaan yang membuat guru

sedikit bingung.

Aku tidak peduli, aku mengusir rasa ingin tahuku dengan diam. Aku

mendekatkan buku yang sudah terbuka di depanku. Walaupun aku tidak

paham apa maksudnya, aku hanya diam dan berusaha mengalihkan

pikiranku.

“Nanti hasil diskusi kumpulkan ke ketua kelas sebelum jam terakhir,

ya.” Bu Mirna keluar sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Aku bernapas lega, saat tubuhku kusenderkan ke bangku. Andi keluar

dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana. Tidak berselang lama,

Anya juga pergi sambil membawa sebuah kotak bekal warna ungu.

Aku menyingkirkan perasaan aneh yang saat ini berselubung di benak.

Apa mungkin manusia yang sedang tersiksa batinnya begitu sangat ingin

diperhatikan laki-laki?

Ah, itu bukan urusanku, batinku mencoba untuk tetap positif.

Aku membuka lagi kertas note berwarna kuning. Di sana ada tulisan rapi

khas tulisan Andi. Juga beberapa bintang yang dibuat melingkari

tulisan yang ada di tengah, membuatnya semakin jelas.

Senang melihatmu, Ndu.

Hatiku menghangat. Hanya beberapa kata, tetapi berhasil membuat

perasaan gelisahku sedikit menguap.

**

“Ndu, ke kantin, yuk!” Aku memikirkan ajakan Dewi. Tubuhnya yang

tambun memang menampung banyak makanan. Aku yang memikirkan kalau

sudah memakan sandwich dari Anya tadi.

“Ayolah, Ndu!” Feri membuatku merasa tidak enak.

“Yuk!” aku berdiri dari tempatku duduk. Kami bertiga memang mirip

tukang makan berjalan. Aku yang suka makanan memang tubuhku tidak

setambun Dewi dan Feri. Mereka enak aja diajak cerita kalau lagi makan

bareng.

“Lo udah follow akun gue belum?” tanya Dewi ke aku.

“Akunya apa?”

“Akun Toktok. Aku ngasih banyak review makanan enak dekat sini,

harganya yang kantongable deh.”

“folowernya udah banyak dia, Ndu.”

“Oh, ya?”

“Bahkan dia udah dapat endorsan.”

“Keren banget, Wi.”

Aku mengacungkan dua jempol untuknya. Teman-temanku memang punya

ambisi, mereka punya tujuan mau ngapain dan untuk apa.

Bahkan Dewi yang nggak famous di sekolah, yang jadi bulan-bulanan

teman-temannya karena suka makan, ia bahkan terkenal di social media.

Sekarang, aku. Apa aku ini? Apa bisa seperti mereka yang hidup punya

tujuan dan untuk apa. Bahkan aku nggak tahu apa yang benar-benar ingin

aku kuasai saat ini.

Aku menghela napas kasar. Aku yang hanya memesan jus mangga melihat

Dewi dan Feri berdebat dan adu argumen tentang alogaritma aplikasi

tempat mereka bekerja.

Tuhan, kenapa tidak ada petunjuk apa pun tentang kehidupanku? Apa aku

saja yang meneruskan warung keluarga ayah? Membayangkannya saja aku

sudah lelah.

Aku berharap, setelah hari ini akan ada yang bisa ku lakukan, seenggaknya aku bisa tahu apa yang ingin aku kerjakan.

________

Halo, semoga kalian bahagia hari ini, ya. Semoga banyak kebaikan hari ini terlimpah dan untuk hari besok banyak kebaikan yang dilimpahkan Tuhan untukmu.

Love,

ah Reum

Terpopuler

Comments

Big Boss

Big Boss

berantakan tulisannya.

2023-12-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!