“Kakak mau ke mana?” Kak Dami memakai midi skirt berwarna coklat, ia
juga memakai kaos berwarna senada. Rambutnya ditata rapi dengan
beberapa aksesoris kepala. Aku terkejut karena melihat kakakku cantik
sekali.
“Mau ke mana lo, Kak?” Aku masih berdiri di depan pintu dengan
mendekap snack kentang.
“Udah cantik belum gue?”
“Lumayan dibanding pakai celana tidur.”
“Gue mau cari mantu buat Mama.” Aku yang mendengar mendengus tak percaya.
Suara bel pintu terdengar, aku yang tidak melakukan apa-apa berjalan
menuju pintu keluar. Ternyata ada Bang Faris datang menggunakan
setelan yang rapi pula. Aku sedikit berdebar karena beberapa hal. Bang
Faris hari ini sangat tampan.
“Bang Faris mau pergi sama Kakak lagi?” tanyaku penasaran.
“Iya, Ndu. Sekalian mau mampir ke Gramedia.” Mendengar kata terakhir aku
mengurungkan niat untuk merajuk ikut. Mereka sangat betah berlama-lama
dengan buku, sedangkan aku malas sekali. Aku juga jarang update
terbaru tentang komik yang sedang hits.
“Yuk, Ris!”
“Serius lo pakai itu, Dam?” Bang Faris terlihat terkejut melihat Kak Dami keluar.
“Iyalah.” Kak Dami langsung keluar, sebelum dia masuk mobil dia
berteriak yang membuatku merasa benar-benar menjadi adik. “Tutup
gerbang, Ndu! Jangan lupa bilang mama kalau gue mau keluar cari mantu
buat mama.”
Aku berdecak kesal, untung dia kakakku. Kalau bukan udah aku lempar
sandal. Aku berjalan menuju gerbang. Tiba-tiba Tante Hesti
memanggilku. Ia menyuruhku untuk datang ke rumahnya. Seolah tubuhku
tahu kalau di sana adalah tempat istimewa untuk perut dan membuat hati
dan jiwa bahagia.
“Ndu, ayo masuk ke dalam!” Tante Hesti membukakan pintu utama saat aku
tiba di rumahnya. Sontak bau harum lasagna menyeruak menusuk hidung.
Aku juga melihat banyak karyawan Tante Hesti yang sedang menyiapkan
kardus untuk tempat makanan.
“Tante ada pesanan?” Aku bertanya sambil menarik kursi untuk membantunya.
“Iya, Ndu. Ih Rindu jarang main ke rumah, ke mana aja sih? Tante
sampai kangen loh.”
“Iya, Tante. Di rumah sih. Kalau kemarin ke warung Pamulang.”
“Rajin banget emang, Rindu.” Tante Hesti kemudian bangkit, dan kembali
membawa satu Loyang lasagna yang masih hangat. “Nih, cobain!”
“Lasagna Tante kan emang juara!” Aku memotong dan mengambilnya,
kemudian kuletakkan di piring kecil yang Tante Hesti berikan.
“Bisa aja kamu.” Aku mengacungkan jempol karena memang rasanya seenak
itu. Tante Hesti tidak pernah gagal membuat lasagna. Dari pertama dia
pindah, dia memberikan kami seloyang lasagna yang rasanya nggak
berubah sampai sekarang.
Biasanya hampir seminggu tiga kali aku sengaja datang ke rumahnya,
entah modus karena ingin makanan enak atau sekedar melihat Bang Faris.
Sebentar lagi Bang Faris balik ke Malang dan seperti nggak ada
kesempatan lagi untuk melihatnya.
“Rindu mau kuliah di mana?” Karena terkejut aku terbatuk-batuk.
“Belum tahu, Tante.” Aku menerima uluran air putih yang Tante Hesti berikan.
“Kalau menurut Tante, kamu bisa mulai dengan mencari tahu dulu apa
yang kamu suka, lalu baru kamu pilih mana yang terbaik kampus yang
sesuai sama kesukaan kamu. Memangnya Rindu nggak mau jadi koki?” Aku
mengalihkan pandanganku dari piring ke Tante Hesti. Aku tidak pernah
berpikir aku bisa masak atau menginginkan hal itu.
“Rindu nggak bisa masak, Tante.”
“Tapi Rindu kan suka makanan, suka kulineran, ayahmu juga sukses sama
bisnis baksonya. Emang apalagi yang Rindu pengin kalau tidak jauh-jauh
dari itu?”
Kalau mama yang membicarakan ini mungkin aku akan lebih nyaman. Namun,
ini Tante Hesti yang bahkan membuatku membuka pikiran kalau ini adalah
hal baik. Mungkin aku harus memikirkannya.
“Jujur Rindu belum tahu, Tante. Rindu penginnya di UI, tapi kayaknya
aku orangnya kurang berambisi. Aku dan Kak Dami itu kesukaannya
berbeda, tetapi aku yakin aku bakal tahu apa yang aku pengin, Tante.”
“Menurut Tante, kampus itu mengikuti. Yang penting di sana bagus buat
jurusan yang kamu penginp itu.”
“Makasih banyak, ya, Tante.”
Tante Hesti mengelus kepalaku, aku merasa tenang setelah membicarakan
secuil rencana masa depanku ini ke orang lain. Mungkin ada benarnya,
apa lagi yang aku sukai selain makanan. Akutansi? Matematika? Atau
design? Jujur semua itu bukan aku banget.
Aku dan Tante Hesti mengobrol banyak hal, sebelum aku berpamitan untuk
pulang. Aku juga berterima kasih karena lasagna yang tadi aku makan,
sisanya diberikan ke aku semua untuk dibawa pulang.
Aku bersyukur karena dipertemukan dengan Tante Hesti, dia sangat baik
walaupun kita bukan saudara. Hanya tetangga yang beberapa tahun lalu
ketemu.
Sampai rumah, mama sudah pulang. Aku terkejut karena kali ini mama
membawa pulang bakso dan mie ayam untuk di rumah. Jangan berpikir itu
adalah mie yang sudah dimasak. Namun, mie yang masih mentah untuk
dimasak di rumah. Kalau untuk kuah mereka akan memanaskan saja.
“Mama, banyak banget masaknya?” Aku duduk di meja makan sembari mie ayam matang.
“Kan kita berempat, Ndu.”
“Ayah mana?”
“Lagi mandi. Tolong panggil kakakmu, ya.”
“Kakak pergi, Ma. Katanya mau nyari mantu buat mama.” Aku berpikir
sebentar kemudian berdecak sebal. “Ma, kapan Kak Dami jadi ganjen
begitu, ya? Rasanya dia kayak kutu buku tiap harinya.”
“Mungkin dia nggak mau kalah sama kamu.”
“Mama nggak salah omong? Aku mana ada pacar?”
“Yang kemarin kamu ajak ke warung? Kamu ke rumahnya kan pas pulang
malam? Kenapa dia abis kecelakaan?”
“Ma … kalau yang mama maksud Andi, jawabannya tentu saja dia bukan
pacarku. Dia memang abis kecelakaan, Ma. Babak belur, kasihan banget.
Mamanya sudah meninggal. Dia teman kelas Rindu.”
“Kayaknya dia baik.”
“Mama nggak tahu aja kalau anak mama ini korban bully dia. Dia itu
usil setengah mati. Bahkan kemarin pas ketemu di taman situ, dia
sengaja ngagetin aku terus ambil poto diupload. Akhirnya anak satu
sekolah ngira aku kencan sama dia. Rindu hampir dibenci satu sekolah,
kalau nggak Anya yang bantuin nenangin. Parah banget dia.”
“Siapa Anya?”
“Teman Rindu juga, satu kelas.”
Mama kemudian duduk dan memberiku semangkuk mie yamin. Dia menyodorkan
sambal dan es teh manis ke arahku. Aku mengucapkan terima kasih karena
sudah membuatkan makanan.
“Rindu sudah berpikir mau kuliah di mana?” Aku setengah terkejut
karena mama menanyakan hal ini.
“Rindu belum tahu, Ma.”
Mama sedikit kecewa karena aku belum menyiapkan jawaban. Harusnya di
semester ini aku sudah tahu akan kuliah di mana. Karena dulu Kak Dami
sudah tahu mau ambil apa sejak SMA kelas 1.
“Rindu cari tahu dulu, ya. Apa kesukaan Rindu, apa yang biasanya Rindu
kalau ngelakuin itu nggak akan pernah bosan walaupun berat. Hal yang
membuat Rindu bahagia. Kasih jawaban itu ke mama, ya, Sayang.”
Aku menganggukkan kepala tanda setuju, kemudian mama mengusap kepalaku
dan hanya menunggu saat makan. Ada rasa bersalah karena otakku tak
sepandai Kak Dami. Namun, mama masih memberiku kesempatan.
_____________
Ada yang pernah ngalamin punya kakak kayak Rindu? Ya, namanya juga Kakak. Tapi, kalau ada yang punya kesulitan pilih pendidikan, wajar kok. Namanya juga manusia.
Salah nggak papa, bingung juga nggak masalah. Tapi, selama berusaha mencari jalan keluarnya, kamu pasti bisa lewatin.
Semangat 🫶
Love,
Ah Reum
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Big Boss
semangat juga thor
2023-12-11
0