Pagi ini aku sengaja berangkat pagi. Entah mengapa rasanya sesak kalau berangkat terlalu mepet. Karena jarak rumah ke sekolah sekitar 20 menit jadilah aku berangkat pukul 05.43 masih terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah yang jaraknya tidak jauh.
Di perumahanku ini, di setiap komplek pasti ada taman juga danau yang difungsikan untuk menampung air hujan supaya tidak kebanjiran. Juga pohon-pohon besar yang sangat rindang. Apalagi kalau di pagi hari tempat ini menjadi pusat olahraga. Ada yang berlari, berjalan, bahkan bersepeda. Udara di sini lumayan sejuk dibanding Kota Jakarta, walaupun sudah banyak apartemen dan gedung bertingkat, di sini tidak terlalu panas.
Aku berangkat diantar Kak Dami kali ini. Biasanya ayah akan mengantarku, karena terlalu pagi, ayah menyuruh Kak Dami untuk mengantarku. Jadilah aku duduk di samping Kak Dami yang sedari tadi ngedumel karena aku berangkat pukul segini.
“Kak, mampir beli bubur ayam di pertigaan boleh nggak?” Aku berkata dengan pelan karena takut-takut tanduk dan taring Kak Dami keluar.
Benar saja, dia memutar bola matanya, kemudian mendengus tanda malas, “Lo kan udah sarapan, Ndu. Karet banget sih punya perut."
“Cuma roti, Kak. Bakal habis pas pelajaran pertama. Fisika pula.” Mengingat pelajaran yang pertama Fisika, rasanya ingin balik pulang saja. “Fisika loh ini, Kak. Mau, ya?” Aku memelas di samping Kak Dami.
Setelah rayuanku berhasil, Kak Dami membelokan mobilnya ke kiri, kemudian tepat setelah belokan itu ada warung bubur ayam yang enak banget.
Di sinilah kebahagiaanku pagi ini. Menikmati sarapan dengan makanan yang enak dan murah. Walaupun tadi Kak Dami kesal karena aku ajak kek sini. Namun, tetap saja, dia memesan bubur ayam lengkap dengan satai telur puyuh dan emping. Kalau aku memesan tanpa kacang, Kak Dami memesan komplit. Saat pesanan kami tiba, aku bergidik ngeri melihat cara makan Kak Dami. Bayangkan saja, dia mengaduk semua yang ada di mangkuk, kemudian mengambilnya dengan sendok. Apa enaknya mengaduk bubur dengan tampilan mengerikan seperti itu?
“Kak, udahan apa! Jangan diaduk terus seperti itu.” Aku ngedumel sendiri, “jijik tahu lihatnya!” aku setengah berbisik supaya tidak ada yang terganggu.
“Kenapa? Kalau jijik nggak usah makan. Sono aja di mobil!” Dia merasa sudah membalas kekesalannya padaku.
Aku menghela napas kasar! Tidak akan berguna terlalu kesal dengan orang cerdas, caranya balas bisa lebih nyebelin dibanding yang membuatnya kesal.
Kadang aku bingung, sebenarnya siapa yang saudaranya. Kak Dami selalu baik dengan Bang Faris apa pun yang membuat kesal Kak Dami seperti dia kalah debat atau kesal karena Bang Faris telat jemput, dia akan biasa saja. Namun, berbeda denganku. Sekali aku membuatnya kesal, dia akan melakukan apa yang aku nggak suka. Seperti sekarang ini. Aku selalu jijik lihat orang makan bubur diaduk seperti itu, apalagi ini tepat di depan mataku. Kalau saja ini bukan kakakku udah aku bungkus kresek pakai karet dua.
“Lo kan yang bayar kan, Ndu? Gue nggak bawa duit.” Sekali lagi balas dendam yang sempurna. Untung kakakku kalau bukan ….
***
Sampai di sekolah, murid lain sudah ramai berdatangan Pak Bambang guru piket hari ini nampaknya sudah berjaga di depan gerbang. Tugasnya adalah menertibkan anak-anak yang masuk ke sekolah dan menutup gerbang saat pukul 07.00 tepat.
“Kenapa lo?” Tiba-tiba sudah ada Andi di sebelahku. Andi adalah salah satu murid di kelasku, wajahnya yang tampan dan suka banget motor bikin siswa perempuan kelimpungan. Bukan hanya itu dia lumayan pintar karena masuk sepuluh besar di kelas.
“Kesel sama kakak gue.” Aku menjawab sambil berjalan, tanpa melihat mukanya.
“Kenapa?”
“Makan bubur ayam diaduk.”
Setelah itu, tawanya pecah sampai-sampai menjadi pusat perhatian. Aku yang di sampingnya bukanya ikut ketawa, tapi malah malu setengah mati.
“Lo gila?” Aku kesal karena tawanya tak kunjung reda, bahkan matanya berkaca.
“Ya Tuhan, nangis gue, Ndu.”
“Diem nggak lo. Gue tinggal pergi juga nih.”
“Iya … iya … sorry! Abis lo lucu, lihat manusia macam lo kesal Cuma gara-gara lihat orang makan bubur diaduk.”
“Catat! Dia kakak gue, lo bayangin, gue berangkat pagi biar otak gue seger, karena jam pertama Fisika, gue mau bubur dulu. Gue nggak tahu kakak gue bakal gitu sama gue pagi-pagi.”
“Kenapa sih emang?”
“Jijik!”
Bukanya diam, Andi masih saja pamer tawanya. Aneh banget emang, dia adalah jenis manusia kalau aku kesal dia senang. Kutinggalkan saja dia di koridor sekolah dan membanting tasku kesal begitu sampai di meja.
Beberapa orang melihatku sebentar, kemudian melanjutkan lagi kegiatan mereka. Ada yang review pelajaran sebelum mulai kelas, membaca komik, scrolling toktok, bahkan ada yang selfie-selfie buat story hari ini.
Aku menutup mata sebentar, sepertinya hariku kali ini tidak sesuai ekspektasi. Masih pagi saja banyak yang membuatku kesal, apalagi nanti agak siangan. Aku masih berharap siang nanti mod bahagiaku kembali lagi.
Lord Agus, bapak guru yang mengajar Fisika sudah bersuara di depan pintu, padahal bel masuk kelas masih dua menit lagi. Mau nggak mau aku akan mengeluarkan buku dan alat tulis lainnya. Karena Lord Agus ini amat sangat disiplin sekali. Tipe laki-laki yang masih lajang dengan potongan rambut cepak, tidak lupa kacamata yang membuat Lord Agus begitu menawan kalau saja dia tidak suka ulangan dadakan sat di kelas yang membuat siswa-siswa macam aku ini hanya mendapatkan B- bahkan kadang C.
Sat bel berbunyi Lord Agus duduk di kursi guru, tiba-tiba Andi datang dan duduk di depanku. Ada apa anak ini tiba-tiba pindah?
“Kenapa? Nggak suka gue di sini?” tanyanya tiba-tiba dengan suara rendah.
“Gue lebih nggak suka kalau lo berisik!” Gue memang kesal karena pagi tadi dia membuat gue dilihatin banyak manusia.
“Hobi gue buat bikin lo kesal, Ndu.”
“Kurang kerjaan! Belajar sono!”
“Nggak kebalik? Gue udah pintar, Ndu.”
“Jangan rese, Ndi!”
“Ya, gimana, lo cantik kalau lagi kesel!”
Setelahnya aku diam. Suara Lord Agus membuat kami semua melihat papan tulis, sekali-kali mataku melihat buku, dan mencatat yang penting. Walaupun aku belum paham benar, bukan … walaupun aku tidak mengerti apa yang disampaikan tetap saja, beginilah jadi murid. Jangan bikin banyak masalah kalau otakmu pas-pasan. Aku akan memegang ini, minimal tidak begitu menonjol biar guru tetap ngasih nilai minimal B supaya aku bisa lulus.
Aku juga tidak gentar kalau ada teman laki-lakiku yang mengatakan kalau dia suka. Cukup makanan-makanan enak dan Bang Faris saja yang membuatku gentar, yang lain jangan.
_____________
Halo, semoga semua suka sama cerita ini, ya. Selamat membaca, semoga jantungmu berdebar setelah kenalan sama mereka.
Jangan lupa rindu, ya. Boleh sama siapa aja, asal bisa membuatmu bahagia.
Love,
Ah Reum
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
☯THAILY YANIRETH✿
Romantisnya cerita ini bikin saya ingin merasakan kisah seperti ini😊
2023-11-11
0