Confidence

Confidence

Flamingo 1

...•o•...

          HARI ini adalah hari Senin. Seperti biasa cuaca terik, mendung tak berair. Berasa hidup di bulan-bulan awal lagi musim panas. Harusnya daerah Jakarta hujan, agar tidak kekeringan tapi sayang juga bila kebanjiran yakni sebaliknya. Tapi ada bagusnya, mungkin para limbah menekis di aliran sungai yang kering. Bau dan bisa menyebabkan kutu-kutu hiu hidup di daratan. Infeksi kuman bisa membuat banyak pengobatan dan biaya. Betapa Indonesia ini butuh perubahan ekstrem. Mungkin dengan cara inverter dan intelegensi, yakni membuang sampah pada tempanya dan membuang limbah pada tempat yang benar.

Sebaiknya para pelajar melakukan interaksi sosial pada daratan rendah misal ; melakukan penelusuran terhadap asal-usul limbah pabrik di daerah Jakarta mungkin.

Sekarang sudah masuk bulan Juni. Sudah saatnya habis liburan, dan sibuk dengan materi-materi yang makin susah dari Oktober lalu. Itu untuk para pelajar sederajat dan SMA dan SMK. Pastinya bulan ini membuat kepala pusing, sudah mulai masuk materi berangka aljabar dan kuadrat.

Para pekerja dan orang tua ikut prihatin, dengan aturan sekolah modern adanya full schooling. Pastinya kegiatan di sekolah sangat melelahkan, sudah seperti para pekerja saja. Meski mending para pekerja di kasih upah. Sedangkan sekolah tidak sama sekali, tapi dijanjikan pekerjaan yang layak. Bisa dijadikan sebagai bekal kuliah dan hidup nanti. Be your fun!

Dengan begini siapa tahu suatu saat nanti, Indonesia Kita bisa jadi pengusaha dunia.

Dibalik tirai yang warnanya peach , di atas gedung bertingkat nasional, ada seorang cewek yang sedang membaca status wilayah dan curah hujan daerah Jakarta. Ia bukan orang Jakarta asli. Hal begitu baginya lumrah. Padahal kondisi cuaca di daerah asalnya lebih berbobot. Tapi ia sudah tinggal dan kerja disana. Sehingga peduli terhadap lingkungan sesama tinggal itu penting.

Lagi pula profesi yang ia geluti di Jakarta tersebut, seorang dokter ahli dalam. Bisa dikatakan ia pintar dan orang yang mampu tinggal di Jakarta. Padahal kota aslinya tidak sama sekali sama dengan Jakarta. Dapat dikatakan wilayah kampung. Adanya di Jawa Barat, namanya kota Tanggerang. Kota dengan ribuan pabrik itu, tersohor karena pegawai-pegawai pabrik yang menjadi pusat pencarian uang.

Banyak dari luar jawa ke Tangerang, banyak pula sebaliknya. Terkadang memang budaya lebih kuat, ketibang ilmu yang mengapit satu sentimen yakni hasil.

Namanya adalah Jamila Aling. Ia adalah gadis dengan mata sipit . Dan kedua tulang pipi wajah ke depan. Dengan dagu lonjong, dan irisan pipi yang tirus yang berwarna merah. Memang cantik, mirip ayahnya. Keluarganya yang hanya orang-orang miskin dengan penghasilan rendah. Mereka tidak bermimpi punya anak doktor, sebab keturunan siapa dengan pangsiunan berjuta-juta gitu. Tapi orang tua ayahnya adalah dokter yang kaya. Jamila tak sempat tahu, karena mereka merasa malu mempunyai anak yang miskin.

Sudah berkali-kali sang tante Jamila menelpon dari Tangerang, dia mewanti-wanti. Aling, cari dokter yang kaya bukan ganteng saja. Kita ni, Tangerang koe harus punya dewek yang beke!

Tapi Jamila hanya diam bahkan sudah enggan mendengar. Dijawab dengan alasan rindu pada tante. Rasa-rasanya perasaan rindu pada Tangerang, menyiratkan luka pada tragedi masal itu. Be loved dad, i miss you!

Ia lalu membaca berulang-ulang sebuah surat, yang akan membuatnya lebih berbobot tinggal di Jakarta. Dari dokter klinik menjadi dokter bedah di rumah sakit suasta berkualitas internasional. Memang nyatanya ia selama satu tahun berpenghuni di Jakarta,

di sebuah rumah biasa hanya sebagai dokter klinik 4 tingkat.

Begini judul atasnya, Surat Keterangan Penerimaan Kerja. di lampiran berikutnya ada judul baru, Persetujuan Antar Piaway Keterangan Pekerjaan. Ada tanda tangan - tanda tangan besar dari staff-staff dan pemilik rumah sakit. sehingga hanya butuh tanda tangan Jamila sebagai penyempurnaan, dan Jamila sukses kerja di rumah sakit. Dengan sarat satu tahun menjadi asisten, ia dikontrak hingga 5 tahun ke depan.

Maka dibubuhkanlah tandatangan itu. Semoga dapat menembus seluruh biaya sekolahnya pada orang tua dan orang-orang terdekat, juga yang membantu hingga membimbing dan menemani. 

🐨 🐨

Beberapa tahun yang lalu

Jamila tersenyum kecut ketika ia melihat hasil ulangan akhir semester pelajaran IPA kesukaannya dengan angka, 80. Sejauh ini apa tidak ada yang lebih dari angka 80 untuk dipilih. Maka dari itu ia sangat kesal dan tak bisa sedikit saja bersyukur atas nilai tersebut. Haruskah ia belajar hingga subuh, agar nilainya berubah angka menjadi 100. Kalau begini saja ia tidak akan pede dengan try-out. Ia bahkan mengharapkan SPP. Harap tiba-tiba semua siswa Indonesia bodoh kecuali Jamila, mungkin ia akan kebagian. Meskipun begitu tetap dalam hatinya, ia akan tetap mengejar-kejar-kejar sampai terlunaskan.

Kemudian datang seorang cowok ke bangkunya, di sekolah SMA 2 Tangerang tersebut. Sebab Jamila sekolah di sana. Ini adalah tahun detik-detik terakhirnya menginjak sekolah ini. Sosok itu adalah mantan ketua OSIS, sekaligus orang yang dekat dengan Jamila selama satu tahun sekolah di sana. Prestasinya sangat membanggakan. Membuat kadang kala Jamila iri padanya. Selama di sekolah Jamila memang selalu duduk diantara dua dan satu. Semester kemarin ia di tiga. Itu zonk tiba-tiba drop karena masalah keluarga.

Mantan ketua OSIS yang namanya Ferdi inilah salah satu musuh beratnya, selama sekelas dengannya di kelas tiga IPA 2 ini.

Semester ini Jamila rangking satu, menurut nilai rapot. Masih kira-kira sih.

"Jem, kok malah di dalam kan istirahat ke luar, yuk!" Ajak Fendi sambil duduk di sebelah Jamila. Tapi tangannya terulur untuk mengajak Jamila ke luar. Jamila tersenyum polos, sambil menggeleng tidak mau. Ia merasa tidak enak badan, merasa nyaman di kelas, mungkin karena panas di luar.

"Kamu kenapa bisa pucet gitu?" Tanya Fendi membuat Jamila memegang keningnya sendiri.

"Mungkin karena nggak enak badan Fen, nggak usah khawatir." Jawab Jamila. Membuat Fendi geleng-geleng. Kemudian ia mengeluarkan air mineral, agar Jamila meminumnya. Dengan maksud dapat meringankan nggak enak badannya Jamila. Siapa tahu dia belum makan atau minum sedikit saja.

Jamila tersenyum polos, kemudian menegaknya dengan malu-malu kucing. Kemudian ia bersitatap dengan Fendi, ketika pria itu dengan perhatiannya memegang kening Jamila memastikan gadis itu baik-baik saja. Gadis yang berusia 17 tahun sama dengannya. Perlahan senyum Jamila terbit kagum, karena Fendi adalah ketua OSIS yang punya banyak penggemar ,sebab ketampanan dan karisma yang susah dihilangkan dari semua cewek di sekolah. Tapi Jamila tak merasakan apa-apa, meski kadang ia pula menyadarinya. Perhatian kecil ini mungkin dapat membuat para penggemarnya berbebar. Jamila merasa bersalah, sebab tak membaginya selama bersahabat dengan Fendi.

"Kamu mau materi dimana buat try-out Jem?" Tanya Fendi, perhatian lagi. Membuat Jamila teringat pada materi yang belum terselesaikan, dalam hati ia bersyukur karena Fendi mengingatkan.

"Aku dimana yak, aku nggak tahu abisnya aku nggak punya uang, Fen." Jawab Jamila polos membuat Fendi tersenyum ringan.

"Kita bimbel bareng aja, di rumah aku, bisa kok." Kata Fendi membuat Jamila tersenyum riang. Lantas ia berjingkat karena terlanjur senang. Kemudian ia mengangguk sambil menjawab.

"Siap." Dengan lantang.

•o•

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!