Flamingo 13

...•o•...

           CAHAYA matahari rupanya sebentar lagi akan bangkit. Perlahan tapi pasti cahaya itu menyinari pagi dengan sempurna. Sampai pada ufuk tertinggi hari, sampai semuanya berubah menjadi gelap gulita seperti sedia kala. Memang revolusi bumi yang indah ini sangat disayangkan, sebab hidup tak selalu bolak-balik ke sana ke mari. Yah, setidaknya begitulah dunia yang terkadang membingungkan.

Jamila menatap gorden yang terbuka dengan temaram. Sebab dini hari pukul begini cahaya lampu ibu kota masih hidup. 02.00.

Jamila lalu berbaring di kasurnya itu. Ia sehabis kerja lembur. Semua tubuhnya menyeruakan minta di urut. Tapi siapa yang dapat mengurutnya, disaat ia sendirian di kegelapan. Lampu kamarnya sengaja ia matikan, karena tak enak bila tidur dengan cahaya terang. Kemudian ia mengendus bau sabun yang ia gunakan tadi, ketika mandi. Bau apel dan strawberry, pantas saja hidungnya gatal. Tak beberapa lama Jamila bersih.

Ia kemudian memutuskan untuk telungkup di bawah selimut. Sambil kepikiran obrolannya dengan Kadek. Atau perlukah ia meneleponnya, sehingga obrolan berlanjut dengan jelas. Maksudnya Jamila kenapa harus bimbang dan merasa itu tidak salah juga. Karena mungkin begitulah takdir menemukan jodohnya. Tapi Jamila ragu sebab mereka tidak saling mencintai. Jamila merasa pusing karena belum menikah, mungkin itulah yang dinamakan perasaan malu. Jamila kebingungan.

Jamila menatap layar hpnya yang berkedip-kedip, tanda ada yang telepone. Lalu Jamila merasa keheranan melihat nomor tersebut. Nomornya Fendi. Jamila menatap ke atap dengan perasaan risau. Teringat janji Fendi dulu.

"Kalau kamu nggak laku, Jem. Bilang sama aku, ya." Kata Fendi. Perlahan Jamila tertawa cekikikan. Saat ini Fendi tengah kerja di Surabaya. Ia menjadi pengusaha marketing dan official.

Jamila mengangkat panggilan tersebut. Nampak suara kantor menggebrak kepala Jamila. Jamila memanyunkan bibir tak suka, sebab cowok yang bernama Fendi itu lembur di jam segini belum pulang. Sebaiknya ia sadar bahwa ia punya orang tua. Syukurnya ibunya yang itu sudah sembuh dari trauma. Jamila jadi merindukan keduanya. Kapan Jamila akan berlibur, ia usahakan ke Surabaya saja.

"Halo, Jem!" Sapa Fendi membuat Jamila tersenyum manis.

"Fendi!" Panggil Jamila kangen, lalu ia berguling dan menatap indahnya kelap-kelip bintang pada lampu markas kamarnya.

"Kamu lagi ngapain?" Tanya Fendi, membuat Jamila kembali tersenyum.

"Aku lagi diem, baru aja mau bobo." Kata Jamila.

"Bobo, gih." Perintah Fendi membuat Jamila keheranan. Lantas apa yang membuat Fendi meneleponnya, kenapa ia bersusah payah untuk itu disaat sibuk kerja.

"Kenapa kamu telepon aku?" Tanya Jamila.

"Iya, kan aku cuma iseng. Hahaha. Becanda." Kata Fendi membuat Jamila terkikik, sebab mendengar lelucon Fendi yang tidak sebagus biasanya. Tapi lumayan untuk cemilan di hari-hari begini. Fendi terdengar mendesah kecapean, lalu Jamila mengambil posisi untuk bertanya.

"Kamu cape Fen?" Tanya Jamila. Fendi terdengar batuk, lalu ia tertawa dengan sendirinya, kemudian terdengar ketikan pada monitor komputer.

"Nggak kok. Lelah aja." Jawab Fendi membuat Jamila tenang. Kemudian ia mendengar Fendi menutup komputer. Perlahan Jamila senang, sebab pria itu berhenti bekerja.

"Aku mau, ngomong sama kamu Jem." Kata Fendi membuat Jamila penasaran. Dengan alasan apa obrolan itu bangkit. Tapi ia tak menghiraukannya.

"Kenapa kita nggak nikah aja, Jem." Kata Fendi membaut Jamila menegak air liurnya sendiri. Ia tak terima dihina karena tidak laku. Kemudian ia menutup telepone tiba-tiba. Dan menangis seenaknya, sebab ia sulit sekali mendekatkan jodoh. Dan mengapa semua pria serasa berengsek sekarang. Keluhnya.

🐨 🐨

Kata-kata Fendi masih terngiang, hingga membuat jantung Jamila tak terkontrol, bahkan hingga saat ini. Saat dimana itu sudah jauh dari kejadian itu. Lalu Jamila perlahan menyusut keningnya yang berair, Jamila memikirkan beberapa kemungkinan yang terjadi, mengapa Fendi berkata demikian. Bisa karena dia cinta sama Jamila. Tapi Jamila tidak ngarep setinggi itu. Setahunya Fendi adalah orang kaya, yang tidak mungkin berjodoh dengan cewek kucel sepertinya. Tapi bagaimana mungkin Jamila membuang kesempatan ini. Kenapa Jamila harus terjebak di situasi, dimana kepepet karena jomblo begini.

Saat ini Jamila tengah nonton televisi pagi, yang sedang menayangkan kartun kesukaan Jamila dari kecil. Namanya adalah Spongebob, hingga saat ini memang masih ditayangkan, hingga membuat Jamila kasihan pada anak-anak sekarang yang tak punya kartun tontonan lain. Tapi Spongebob itu selalu saja menjadi paporit. Jamila memakan buah bernutrisinya dengan lahap, kemudian terdengar ada yang nelpon. Lalu ia melihat layar hpnya. Sebelum ia mengangkat.

"Jamila!" Panggil tantenya di Tangerang, membaut Jamila menutup telinganya. Karena panggilan itu terlalu keras.

"Iya." Jawab Jamila sebisanya. Kemudian terdengar tante yang mendengus, karena Jamila belum ada perubahan spesifik. Selalu saja seperti itu dan itu.

"Kamu kenapa Jamila, masih gitu aja gitu." Sindir tante membuat Jamila tersipu malu. Ia merasa bahwa setiap harinya berubah, tapi tante bilang tidak. Aneh.

"Aku ngerasa berubah tan." Kata Jamila membuat Tante terkikik disana. Dia lantas memanyunkan bibir ke depan untuk jebi.

"Kamu itu belum nikah, neng. Sadar dong." Kata tanta itu membuat Jamila memanyunkan bibir, meniru tante untuk jebi.

"Aku selalu sadar." Kata Jamila bosan.

"Tante punya calon. Cogan cuma beda umur satu tahun dari kamu." Kata tante membuat Jamila menjadi gerah. Panas-dingin membanjir seluruh badan dan kepalanya. Di aduk-aduk isi hatinya.

"Jangan becanda. Aku pingin serius tan." Kata Jamila mulai merengak kesal. Dengan semua peraturan yang dibuat oleh sang tante paska tiadanya ibu.

"Jem dengar tante, tante akan nunggu keputusan kamu satu minggu lagi, kalau tidak kamu nikah sama nak Yoga. Atau kamu bawa calon kamu." Paksa Tante membuat Jamila membulat tak tersangka. Lalu ia tergagap sambil mencari air minum. Ditegurnya air itu, kemudian Jamila menutup telepone tiba-tiba. Merasa tidak tahu harus berbuat apa. Ia shok.

Yoga?

Kalau tidak salah itu Yoga mantanku, kan.

Astaga tante kenapa secepat ini!!!

Pekik Jamila.

Entah mengapa semua pria terasa mendekat. Dan kemana mereka ketika Jamila masih terlihat muda. Tuhan benar-benar dangkal. Namun hingga saat ini Jamila masih ingin berpikir. Ia pun sudah memberi keputusan bahwa Yoga hanyalah masalalu. Dan masa lalu harus dilupakan. Prihal, tante biarkan dia merocokinya. Jelas, ia tidak akan menikah dengan Yoga.

...•o•...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!