...•o•...
BUNYI ketukan heels pada rumah Jamila membuatnya serasa di surga. Karena sudah saatnya ia leha-leha sebelum ia disibukan oleh aktivitasnya di luar rumah. Sepulang dari rumah sakit pukul 10 pagi itu ia malah main di mall hingga menghabiskan setengah dari tabungannya ada lebih dari 5 jutaan, lha. Hanya untuk berdandan sosialita ketika ia menjadi dokter di rumah sakit itu. Meskipun begitu ia tetap akan dandan sewajarnya selebihnya ia tidak terlalu suka blak-blakan. Kemudian ia men-dj hingga sampai malam pukul 7. Hebat bila diperhatikan. Berbanding dengan sosok Jamila di masa lalu.
Payah!
Kring kring kring, bunyi hp itu memanggil Jamila dari keterpurukan hidup. Lantas Jamila menatap sosok nomor yang belum ia kenal atau belum pernah ia panggil. Dalam benaknya ia bertanya-tanya siapa orang tersebut. Apa mungkin orang yang mengjudle-nya tadi di diskotik.
Kemudian Jamila mengangkat nomor itu lalu terbatuk setelah mendengar suara dari pria tersebut.
"Jamila, can hear that me from ele in fran? " Tanya tuan Kastara. Jamila lalu memandang langit-langit sebab tak percaya dengan pendengarannya. Masalahnya mereka belum sempat berkenalan mengapa harus teleponan. Akan ada hantu bila terus dilanjutkan. Siapa tahu bapak-bapak itu bukan bujangan lagi.
"Kenapa kamu tahu nomor saya? Lagi pula, kamu Dr. Kastara kan?" Tanya Jamila malah terlihat tolol atau mungkin gila sekalian.
"Iya. Aku dapat dari Mela. Kamu memang nggak suka jadi budak saya?" Tanya Kastara membuat Jamila menunduk lesu sekaligus heran. Memang perjalanan mereka baru di awal tapi Jamila sudah merasa letih entah dengan alasan apa.
"Bukan, gitu pak. Tapi kan bapak kenapa bisa tahu saya ada di diskotik? Atau jangan-jangan itu bapak." Kata Jamila malah nyosor kemana asalnya. Setahunya ia bertemu dengan sosok itu disebuah tempat yang ia pijak tadi meski tak percaya namun ia yakin itu sama saja dengan yang di RS tadi.
"Iya. Itu saya. Makannya saya tanya kenapa kamu di sana? Kamu bukan bajingan rakus kan?" Tanya sang bapak membuat Jamila menggeleng dalam hati. Ia kemudian panjat besi menjawab dengan lantang.
"Bukan."
"Terus? Jawab!"
"Itukan hak saya pak. Saya kan ada sahabat dari kuliahan dulu, namanya Flo." Jawab Jamila terpaksa jujur. Takut malah priahal ini berkepanjangan.
"Ingat Jamila, asinse saya. Kamu nggak boleh datang ke diskotik itu lagi. Kamu bikin saya malu!" Celetuk Kastara dengan dingin ketara. Nampak suaranya bergetar tak suka. Dan dingin itu seolah masuk pada paru-paru Jamila yang hanya tertutup kain tipis dari dressnya untuk ke rumah sakit dan stelan rumah sakitnya. Jamila memang menggunakan dress selutut warna kuning waktu itu. Dengan poletan bunga-bungan krisan. High heels yang seksi dan tinggi menjulang, nampak cantik di kaki jenjangnya. Warnanya kayu dengan garis-garis besar dari neka. Setidaknya masih mengibaratkan bahwa ia perawan cantik.
Jamila tak percaya dengan perbincangan barusan. Ia menahan marah dalam hati meski telepon tidak tersambung lagi. Perilaku dokter itu terlalu semena-mena. Sudah jadi dokter saja belagunya minta ampun.
Dasar!!!!! Pekik Jamila kesal.
🐨 🐨
Jamila berketuk-ketukan heels barunya lalu ia melihat kiri dan kanan. Dalam hati ia sedang berbangga hati sebab di rumah sakit hanya mengatopsi pasien rawat inap untuk organ dalam. Sejak dari pagi ia sudah nangkring di tempat pasien minta obat mengobrol dengan tukang obat yang sengaja menelaah dirinya untuk mengenal lebih jauh. Ia hanya imigran Tangerang ia tidak menutup-nutupinya.
Memang kampungan sih, tapi karena pangkat mereka bisa menebak seperti apa Jamila. Memang tidak sempurna. Tapi ada saja yang mengira beda dari sebelumnya.
Jamila kemudian tersenyum sumbing tak kala sadar bahwa pukul 10 ini Kastara tidak mungkin datang ke rumah sakit. Dia pasti sibuk dengan jutaan perkerjaannya di rumahnya sendiri. Namun entah mengapa gundah selalu menanggulana pemikiran terhadap Kastara. Ia takut Kastara benar-benar menjadi orang yang menyakitinya sebab sikap-sikap yang menonjolnya. Mengapa resah ini selalu menonjol sih. Kemudian Jamila menunduk lesu bahkan berdoa agar Kastara tak muncul. Namun sosok dihadapannya dengan stelan sempurna membuat Jamila sadar tubuh itu, tubuhnya Kastara. Maksudnya Pak. Kastara.
Kastara menatap Jamila seolah tidak kenal sama sekali. Perlahan Jamila tersenyum nyeleneh tak merasa bahwa mereka saling mengenal. Namun ketertarikan pada pria itu membuat senyumnya Jamila terlihat ganjen dan menggoda. Perlahan Jamila menyesali sebab takut istrinya datang padanya yang tidak punya sopan santun. Tapi itu hanya bermain-main saja, kok.
"Siapa kamu?" Tanya Kastara. Jamila ternganga tak percaya dengan telinga yang mungkin kesambet setan dari Hongkong.
"Anu, saya kan, pak-" Jamila tak bisa bicara banyak sebab tiba-tiba mual dengan bualan sang bapak yang jelas lebih ganjen darinya.
"Saya sudah punya, jangan senyum oncom itu. Kamu mau nikah sama saya?" Tanya Pak. Kastara membuat bibir Jamila terkatup kemudian menganga lagi. Ia merasa yang gila itu dirinya bukan Pak. Kastara, mana mungkin dia bisa lupa pada dirinya.
"Bapak!" Panggil Jamila memastikan Kastara itu tidak kena gangguan jiwa stadium akhir.
Kastara menceos tak sudi mendengarnya. Ia hendak berjalan ke tempat asalnya atau mungkin ruangannya. Perlahan Jamila mematung tak terima. Maka ia menjelaskan, dengan lancang, siapa yang salah adalah Kastara bukan dirinya. Dia hanya asisten.
"Aku asisten bapak yang baru." Kata Jamila lesu membuat Kastara berhenti sejenak lalu melihat Jamila dengan mata sayunya kemudian ia memijat sikut karena pusing lantas mengangguk santai. Lalu meninggalkan sambil memijat kening tanpa perhatian dan kepedulian sama sekali.
Ia teramat dingin untuk dokter biasanya.
Sial!!!!!! Celetuk Jamila.
🐨 🐨
Jamila menatap Kastara di dalam ruangan sepi. Ruangannya itu. Kemudian Jamila memijat kening. Tadi ia disuruh dokter lain untuk memanggil Pak. Kastara dan operasi rasuk bersama-sama. Sebagai multi didiknya. Bagusnya, ia ikut menjadi dokter tapi ia akan menjadi asistennya saja. Sebab ia tidak suka diakui oleh kebanyakan dokter. Ia punya sikap yang pemalu. Untuk harta saja. Lalu Jamila mengetuk pintu tanpa ijinnya membuat Pak. Kastara menatapnya dan seolah baru bertemu. Kemudian Jamila mendesah dan dipersilahkan masuk.
"Masuk!" Kata Kastara sebal. Diganggu. Lalu Jamila duduk di depannya. Dilihatnya Kastara yang sibuk menyalin agenda keuangan untuk kepentingan rumah sakit ini sekaligus dokter penanggung jawab sepertinya.
"Kita adakan operasi. Pak." Kata Jamila lalu membuka bukunya kemudian membacanya perlahan-lahan.
"Pak, setelah ini kita adakan rapat penanggung jawab sumsum rusak balita itu. Balita ternate putra dari kerajaan Ternate." Kata Jamila lalu ia menatap Kastara yang hanya berdehem untuk bergeming.
"Baik. Kamu nggak memperkenalkan diri dulu?" Tanya Kastara menjadi lebih teduh dengan kesisian kesombongan yang masih terkatup membuat perlahan Jamila tersenyum aneh karena kharismanya.
"Bukannya bapak tahu."
"Oh. Saya kala itu sedang anu-" Kata Kastara menggantung seperti melupakan sesuatu. Perlahan Jamila dibawa kasihan lalu ia mengusap tengkuknya kemudian Kastara menjauh tak suka.
"Maaf, kala itu saya nelpon karena saya sedang mabuk. Kamu ngertikan?" Tanya Kastara sopan dan santun masih berwibawa membuat Jamila mengangguk paham. Sebab rupanya Kastara lebih buruk dari yang dipikirkan Jamila.
"Baik, silahkan!" Paksa Kastara membuat Jamila tersenyum sumbing. Susah payah ia menjawab pertanyaan nyelekit itu.
"Nama saya Jamila ... " Dan selanjutnya.
...•o•...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments