...•o•...
At Rumah Sakit Berlian Bintang
TERDENGAR Jamila, menghentak-hentakan kaki yang menggunakan high hells itu ke atas untuk menemui dokter Kastara sebagai asistennya lagi. Jamila berharap pasien segara bangkit agar ia tidak susah-susah membangunkannya. Jamila mengetuk pintu DR. Kastara itu dengan segera terdengar sepi di dalam. Apa yang sedang ia lakukan mengapa membuat Jamila khawatir. Jamila mendengar bunyi decitan pada gorden yang di buka. Lalu Jamila menyadari bahwa kemungkinan besar Dr. itu tengah terlelap sebentar di ruangannya sendiri.
Kemudian pintu terbuka menampakkan sosok Kastara yang lengkap menggunakan seragamnya. Ia kemudian menatap Jamila dengan sorot menusuk. Rupanya dugaan Jamila benar bahwa Kastara sehabis terlelap. Jamila menatap tatapan itu dengan sorot heran.
"Kenapa kamu bisa tidur di sini?" Tanya Jamila.
"Aku cuma ketiduran aja." Jawab Kastara seenaknya. Lalu ia menatap jam yang berdentang di markas kemudian ia menyergit keheranan dengan angka yang tertunjuk di sana. Memang pukul 12. Tapi rasanya ada yang salah. Jamila berusaha menutupi situasi karena telat sedikit. Biasanya memang ia lebih dulu datang.
Aduh!
"Kamu telat, Jamila!" Pekik Kastara marah membuat Jamila menunduk merasa bersalah dengan dalam. Ia lalu menghitung jari agar tidak resah.
"Gimana cara aku menghukum kamu hah?" Tanya Kastara marah lalu dilihatnya Jamila menatapnya balik seperti menahan sesuatu rupanya ketakutan. Ia lalu berbata tak tahu harus berprilaku seperti apa.
"Ma af kan aku." Katanya.
Kastara mendesah lalu ia menatap Jamila lagi kali ini dengan tulus. Mungkin dia memaafkan Jamila dengan alasan tidak logis. Ia lalu memijat keningnya yang mengerut karena mengeluarkan emosi segitu beratnya. Jamila merasa kasihan hanya diam membisu. Ia sangat merasa bersalah karena masalah ini tak kunjung larut.
"Kenapa bisa kamu gini?" Tanya Kastara penasaran. Lalu Jamila tersenyum polos agar pria itu tidak berpikir selalu. Ia juga berharap Dr. tidak memikirkan peristiwa ini. Sebab ia sudah punya masalah di rumahnya.
"Karena aku sibuk di malam-malam. Teman-temanku ngajak reuni." Jawab Jamila berbohong. Ia sedikit merasa aneh mengatakannya sebab ia jarang berbohong jika bukan karena kepepet seperti ini.
"Ya udah. Aku maafkan. Tapi kamu tahu?" Tanya Kastara mengnegoisasi namun dengan nada rendah yang menyakitkan.
"Apa?" Tanya Jamila bingung.
"Aku nggak suka kamu telat." Kata Kastara sekenanya. Lalu ia menutup pintu sembarangan. Ia sendiri mengurung di ruangan sedangkan Jamila harus rela menunda pemeriksaan pada pasien. Kasihan juga karena posnya harus tutup dan pindah ke dokter kakek-kakek di sebelah timur.
Lantas Jamila menuruni tangga menuju ke kantin agar lebih tenang. Dan menunggu dokter besarnya itu sembuh atau sadar. Agar pos mereka kembali berjalan seperti semula. Agra pasien tidak kecapean menunggu antri. Agar Jamila dan Kastara segara bangkit dari istirahat dan lanjut bekerja.
🐨 🐨
"Fendi!" Pekik Jamila tertahan. Ia tidak menyangka bisa melihat Fendi di rumah sakit ini. Jamila baru saja sampai kantin langsung berhadapan dengan sosok Fendi yang benar atau tidaknya belum di pastikan. Tapi jika bukan lalu siapa yang pemilik wajah dan jas itu. Jika bukan dia.
"Aku nggak percaya." Kata Jamila bego sendiri. Lalu ia bersembunyi di bilik dinding agar tidak terlihat olehnya. Kemudian ia berusaha mencuri pandang guna mengawasi sosok itu. Ia juga sedang mencari tahu apa motip sang tokoh. Dan apa yang membuatnya ingin menemui seseorang di Jakarta. Tak terkecuali dirinya.
Lalu Fendi menyapa seorang suster yang berperawakan sama dengan Jamila. Tidak tinggi, tidak pendek, berisi namun kurus ceking. Begitulah kenyataannya. Terliaht suster utu berlaga terkejut lalu ia menatap Fendi dengan kening mengerut lalu Fendi mulai menancabkan niatnya.
"Kamu kenal dokter baru Jamila tidak?" Tanya Fendi membuat Jamila langsung terkesiap kaget dan menutup mulutnya yang hendak berpekik. Tapi ia tetap melihat isteraksi suster dan Fendi, nampak sang suster mengangguk untuk menjawab.
"Dimana dia sekarang?" Tanya Fendi lagi membuat Jamila semakin merapat pada tembok. Lalu ia menjitak kepalanya, bego. Ia merasa belum siap dengan bertemu Fendi.
"Di atas pak." Kata suster lalu ia berlalu meninggalkan Fendi sendiri. Tanpa berpikir panjang juga Fendi langsung naik ke lantai dua.
Jamila mendesah tenang lalu berjalan ke kantin. Ia masih ingin menghabiskan waktu di kantin sebelum bekerja kembali. Ia pun akan menjauhi Fendi. Ia tahu bahwa Fendi akan mengajaknya menikah lagi. Ia jelas tidak mau meskipun dipaksa dan dirayu dengan bentuk apapun. Tidak terkecuali esok atau lusa.
Mila keheranan melihat Jamila di kantin, ia kemudian menghampirinya. Ia menggunakan baju suster lengkap. Ia menatap Jamila heran. Ia habis membawa perlemen dari gudang.
"Kamu?" Tanya Mila.
"It's." Jawab Jamila.
"Ya. Ya. Ya."
"Aku lagi pusing, Mil." Ujar Jamila.
"Apa?"
"Aku dilamar."
"Fendi."
"Sebut gitu."
Mila menggeleng prihatin. Ia menatap jam tangannya sekilas kemudian ia meninggalkan Jamila sendiri karna ia akan kembali bekerja.
Jamila termenung sendiri menjadi bagian dari cerita karangan Tuhan ini. Air matanya luruh latah dari mata. Ia menjadi peran dalam cerita Tuhan yang kelam. Menjadi peran dalam sandiwara cinta yang tragedis.
Ibuuu
🐨 🐨
Fendi melihat Jamila di kantin. Buru-buru ia mendekatinya. Namun Jamila melarikan diri.
Lorong ini begitu sepi. Jamila yang bernapak di terasnya merasakan aura horror dalam setiap langkahnya. Kemudian Jamila mendenguskan nada-nada halus dari bibir, doa-doa agar selamat. Ia mengambil jalan ini dengan cara mengambil keuntungan sendiri. Ia menjauhi cowok itu.
Lalu ia sampai pada blok tempat suster-suster melewat dengan cepat. Kemudian ia menunduk malu karena suster-suster ini terdengar galak dan sombong. Terdengar suara derap langkah kaki mengejarnya membuat Jamila berlari ke sana ke mari. Takut pria itu mengejarnya sampai sini.
Kemudian terdengar suara pria itu, "Jamila!!!" Panggilnya dengan keras. Lantas Jamila buru-buru berlari namun pria itu berhasil memegang tangannya. Lantas Jamila menatapnya dengan tatapan heran yang berlinangan air mata.
"Gue cinta sama loe." Kata Fendi.
"Tapi..." Kata Jamila, membisu.
"Kita menikah, Jem." Bujuk Fendi.
"Tapi..." Lirih Jamila.
Fendi kemudian menyusut air mata Jamila yang turun latah lalu ia memeluk tubuh yang ringkih butuh perlindungan itu.
Aku cinta kamu
...•o•...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments