Flamingo 19

...•o•...

            SEUSAI  makan tadi, kemudian Kastara dan Jamila lempar senyum tidak tahu arti.

"Kamu suka nonton teater ya?" Tanya Kastara tiba-tiba, disertai nada yang mengajak Jamila mengobrol.

"Iya." Jawab Jamila, hanya itu.

Kastara tersenyum misterius. Membuat Jamila yang melihat menanam curiga. Yah, curiga karena merasa mungkin Kastara memikirkan hal macam-macam. Itukan wajar. Kastara lalu terlihat sedang merencanakan mengatakan sesuatu. Itupun masih wajar dilakukan Kastara, pikir Jamila.

"Kapan-kapan ada waktukan?"

Itu pertanyaan yang diajukan Kastara yang menurut Jamila memang kecurigaannya benar. Pas ketika pertanyaan itu selesai. Namun jangan salah sangka dulu, mungkin Kastara mengatakannya sebagai ajakannya untuk makan bersama lagi. Bukan masalah besarkan.

Entahlah Jamila merasa gugup untuk menjawabnya, "... Ada sih." Kesannya begitu lugu.

"Aku hanya becanda kok." Kata Kastara, lalu ia terlihat menahan kikikan geli. Pria itu memang sedang ditemani oleh Jamila, seperti permintaannya kemarin. Meskipun keadaannya sesudah makan, namun tetap saja masih dalam liang lingkupnya.

"Aku tak merasakan apapun." Meskipun sempat tertipu Jamila tetap menggelak.

"Ah, alasan aku tahu tadi kamu berubah menjadi lugu gitu." Kata Kastara dengan percaya pada dirinya sendiri. Terkesan percaya diri.

"Iya. Tapi aku tidak merasa kepedean."

"Ya, gakpapalah." Kastara nampak cuek.

Lalu baik Jamila dan Kastara tak memulai pembicaraan lagi.

Jamila terlihat membenarkan letak jam tangannya yang baru. Terlihat Kastara memperhatikan dengan telaten. Tak diketahui oleh Jamila, yang merasa bangga punya jam tangan itu. Karena mungkin harganya dan modenya lumayan bermerk.

"Aku suka jam tangan kamu." Kata Kastara bertajuk pujian. Lantas Jamila yang masih melakukan kelakuan tadi terkaget, karena Kastara memujinya.

"Dok jangan memuji ya, karena mungkin dok ada yang cemburu."

"Istri saya tidak akan cemburu hanya karena pujian."

"O, begitu ya menjalin pernikahan."

"Tidak serenggang itu. Hanya saja kalau berlebihan memang akan dicemburukan."

"O, gitu ya." Jamila paham.

Jam tangan yang digunakan Jamila, berhiasan kristal-kristal kecil disekeliling lingkarannya. Warnanya silver, yang dicat dengan halus. Angka-angkanya bukan dengan angka biasa, tapi dengan angka romawi 4 sisi. Lainnya menggunakan kristal-kristal lucu, yang warnanya putih.

"Kenapa menggunakan jam tangan itu?" Entahlah Kastara terlihat kepo. Jamila tersenyum malu-malu karena dikepoin. Wajarlah, namanya juga cewek. Pasti ada sikap malu-malunya. Apalagi tentang penampilannya.

"Karena menurutku, akan terlihat dewasa menggunakan jam tangan warna silver."

"Ouhh. Menurutku, bukan hanya karena warnanya silver saja yang membuatnya sangat bagus."

"Menurutmu ini bagus?"

"Bagus sekali. Aku gak salah ngomongkan."

Jamila menggeleng. Kastara dan Jamila lalu lempar senyum sebab yah, namanya juga mengobrol harus ada iktikadnya. Lalu Kastara terlihat seperti murung. Dia mulai mengingat lagi, hubungan buruknya dengan istrinya. Membuat Jamila kasihan.

"Kenapa dok?" Jamila merasa tak enak.

"Tidak kenapa-napa." Jawab Kastara, sambil berusaha menahan air liurnya sendiri.

"Tak apa kok dok kalau merasa sedih, aku tahu kok dok masih merasa sedih." Dengan sopan santunnya Jamila mengingatkan.

"Makasih Jamila sekali lagi, mau menemaniku makan."

"Tak apa kok."

"Aku sebenarnya heran dok, kenapa dok bisa bertengkar dengan istri dok?." Dengan ragu-ragu Jamila menjelaskan. Itikadnya melakukan hal ini. Yah, meskipun berbohong.

"Aku punya masalah dengan istriku."

"Oh, begitu ya."

Tanpa menunggu Jamila bertanya lebih jauh, Kastara sudah bercerita banyak tentang hidupnya, maksudnya masalahnya kali ini. Ia bilang istirnya ingin bercerai. Ia rindu Niken yang dulu, yang penuh perhatian. Niken sudah tidak percaya lagi pada Kastara yang seolah selalu sibuk pada pekerjaannya. Dan tidak mencintainya lagi. Padahal Kastara benar-benar sibuk mengurus rumah sakit.

Kastara ingin Niken ngerti bahwa ia kerja untuknya saja. Kastara takut kehilangan Niken, yang saat ini masih berhubungan dengan mantan pacarnya. Ceritanya memang tak jauh dari yang didengar Jamila tempo lalu. Meskipun Jamila sekarang mendengarnya langsung dari Kastara. Dan lebih jelas. Membuatnya tidak bertanya-tanya lagi.

Pastinya rumah tangga itu berat ya, kalau sudah berantem. Pikir Jamila.

•o•

Kastara mengetuk pintu rumahnya. Di dalam nampaknya sudah ada penghuni. Kastara menunggu Niken membukakan pintu untuknya. Ia mengembungkan mulut, selagi menunggu karena kedinginan aingin malam. Lalu terdengar langkah kaki Niken, menggunakan sandal rumahan. Lalu Kastara melihat Niken membukakan pintu. Ia sekarang sepertinya tidak marah-marah lagi, dan memicu pertengkaran lagi.

"Selamat malam, mas." Kata Niken dengan senyum yang tidak manis sih, tapi cukup menenangkan dimata Kastara.

"Malam juga, Niken." Balas Kastara lembut. Lalu ia masuk rumah yang nampak kelelahan.

"Kamu masak apa Niken?" Tanya Kastara.

"Sekarang aku masak yang banyak buat kamu." Jawab Niken, dengan wajah yang terlihat lebih cerah dari sebelumnya.

"Kamu ceria karena apa sih?" Kastara bertanya dengan bingung, melihat perubahan Niken.

"Aku hanya ingin tersenyum saja." Jawab Niken, kemudian ia tersenyum polos.

"Bagus deh." Kata Kastara pendek. Kastara lalu mendatangi dapur, ia benar-benar lapar. Disusul oleh Niken dengan memegang tangan Kastara. Perlahan Kastara tersenyum hangat pada Niken. Yang dibalas senyum kecil Niken.

Niken dan Kastara lantas makan dengan baik. Makan malam ini nampak nikmat dimakan keduanya. Begitulah Niken yang punya makanan enak, setiap kali memasak. Membuat Kastara kagum saja.

Kastara memasukan suapan terakhirnya, setelah cukup lama makan. Makan tadi memang penuh kebisuan. Baik Niken hanya menikmati makannya, meskipun terlihat sulit.

"Mas!" Niken memanggil Kastara. Terlihat Kastara sedang sibuk minum.

"Ada apa?"

"Aku minta maaf, karena kemarin marah-marah lagi, memicu pertengkaran. Aku pun akan mengusahakan lagi untuk bayi kita." Ucap Niken terlihat ragu-ragu.

"Makasih Niken telah kembali seperti dulu lagi. Aku pasti akan memaafkanmu." Ujar Kastara.

"Ya, mas."

Kastara jujur merasa senang sekali, ketika ia melihat ada harapan terhadap pernikahan mereka baik-baik saja. Tapi belum tentu, sebab Niken adalah orang yang punya kepribadian yang bisa mengubah situasi. Ya, setidaknya tidak membebankan pikirannya.

...•o•...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!