Flamingo 9

...•o•...

          JAMILA mengetuk-ngetukan kuku pada meja tempanya berkerja, tak lama muncul seseorang datang pada ruangan tersebut, lantas Jamila buru-buru bersikap bijak. Lalu pria itu duduk di kursi besarnya. Saat ini mereka, ada di ruangan pria itu. Ruangan tempat pasien rawat darurat. Spesial organ-organ dalam. Pos ramai karena ketagihan dokter tampan. Kemudian Jamila memberengut,  lalu ia menatap sosok itu dengan kening berkerut, bertanya-tanya. Lantas kenapa pria itu masih sibuk memilah berkas, bukan pasien yang sudah berjejer di ruang gawatnya.

"Kenapa bapak masih diam? Kita kan sedang kerja." Kata Jamila sok polos. kemudian Kastara menatap Jamila sengit, tak lama menyilangkan kaki sombong. Lalu ia menjelaskan dengan bijak.

"Denger, kita memang kerja. Tapi aku masih punya banyak masalah sama ICU. Tahu? Karena asistensi aku yang dulu mandul. Mandul? Tahu? Menunda-nunda, jasa. Emm, of course." Jawab Kastara. lalu ia kemudian tersenyum tak berarti karena kesibukan. Jamila mengangguk santai. Ia hendak membuka pintu yang pastinya diketuk oleh pasien.

"Itu. Pak, pasien kita." Celetuk Jamila terdengar menjadi perintah. Lalu Kastara menatap Jamila tak suka. Ia lalu menatap Jamila tajam belati. Dan menjelaskan maksudnya itu.

"Jangan memerintah. Kerja ingat! Sekarang kamu buka! Kamu kerjakan mereka. Kamu dokter kan?" Perintah Kastara jutek. membuat Jamila tersenyum ketus, lalu ia tak bisa bilang apa-apa, hanya bertekuk-tekuk tak sudi. Sebenarnya ia masih sangat lugu untuk kerja menjadi asisten, bisa saja menjadi dokter tapi bukan menjadi budak. Harusnya dokter itu nurut pada asistennya, dong.

"Baiklah. Apa kamu percaya padaku?" Tanya Jamila mehakimi membuat Kastara menatapnya miris. Tak lama ia memijat kening, bingung dengan obrolan yang seperti perasut mengporak-porakan hatinya. Ia sudah lelah dengan hidupnya sendiri, maka jangan ditambah dengan konsikuensi Jamila. Apa wanita itu tidak mengerti keluarga.

"Kenapa memijat kening?" Tanya Jamila heran. Ia pun lantas membuka kotak P3K untuk mengobatinya, yang munkin sedang demam tinggi.

"Diamlah!" Kata Kastara sambil mencegah perhatian Jamila. untuk tidak mengganggunya. Lalu ia menatap Jamila dengan sorot bukan masalah. tapi Jamila nampak khawatir juga kikuk. Ia cenderung baik dan suka menolong sesama. Sehingga itu bukan masalah besar.

"Sekarang, dengar aku baik-baik. Aku lagi punya masalah di rumah, jadi maaf bila mengganggumu. Tadi itu cuma gejala pusing saja." Kata Kastara membuat Jamila menunduk malu. Ia salah terka dan menganggap hal yang di alami oleh Kastara itu remeh. Ia bahkan tidak percaya padanya dari tadi. Seharusnya ia menurut.

Dokter ketus itu lalu membawa suntikan dan memasukannya pada saku, untuk pengobatan dini. Kemudian ia beranjak dari kursi ke pintu pasien yang akan dirawat. Tak lama ia membuka pintu cuek, dan membiarkan mereka berlari-lari ngantri. Jamila tidak percaya dengan prilakunya yang tidak ramah sama sekali. Lantas Jamila yang memerintahkan pasien masuk satu per satu. Sedangkan Kastara sibuk menulis. Biar Jamila yang menangani semuanya dengan baik.

Semuanya nampak gampang, tapi melihat ekspresi dokter besar rasanya semberayut. Dokter itu hanya melirik dengan ketus seolah berkuasa bahwa dia adalah Tuhan, mungkin. Jamila benar-benar kesal dengan semi praktek kerja ini.

🐨   🐨

Jamila berusaha mengejar langkahnya Kasatra, ketika cowok itu berjalan dengan cepat ke tempat pengoperasian. Mereka tutup pos. Karena sang dokter besar diperintahkan menolong seorang bayi kecil yang hampir sekarat, karena tak benar jantungnya. Dalam hati Jamila berharap sang bayi bisa baik-baik saja, dan tidak mengalami kemungkinan besar kematian.

Kerja di rumah sakit butuh tantangan yang nggak biasa, seperti mendapat kabar kematian dan sebagainya. Bahkan ada yang aneh-aneh seperti hantu. Untungnya Jamila hanya bertemu hantu sekali dalam hidupnya. Ketika ia baru saja sampai Jakarta, dari Tangerang dan Bandung. Dia sangat mengejutkan dan yang jelas menakutkan.

Kastara lalu mempercepat langkahnya, menuju ruangan pengoperasian. Membuat Jamila semakin cepat jalannya. Langkahnya kian lama seperti motor GP. Kerja bersama sang dokter besar tidak punya istirahat. Ia sangat cepat dan otorier penuh. Ia juga cenderung bekerja keras dan yang jelas hasilnya selalu harus sempurna. Menjadi Jamila yang berbanding terbalik membuat Jamila kian terpojok.

Oh, bullshit!

Pletuk, bunyi patahnya heels Jamila, lantas ia memegang knopnya. Perlahan ia mendesah kesal dan lambat jalannya menjadi kecil. Ia tak bisa secepat dokter itu. Bisa-bisa Jamila kena denda pidana karena lambat.

"Aduh!" Tukas Jamila sambil memegang selop tak terima. Kemudian ia membuka salah satunya. Nampak orang-orang memerhatikan sekaligus menertawakan.

Bullshit!

Jamila lantas tersenyum ketika langkah dokter besar itu melambat, dan berhenti di seorang perempuan mapan dengan postur tubuh sexy. Dia cantik dengan lesungnya dan manis karena kulitnya. Dia nampak sempurna untuk pria idaman. Ia tengah menghadang langkahnya Kastara.

Diam-diam Jamila memerhatikan.

"Kamu masih berhubungan dengannya? Jawab Niken!" Kata Kastara kepada cewek yang bernama Niken tersebut. Cewek itu nampak gelisah dan tersenyum masam.  lalu ia memegang bahu Kastara. Dilihatnya mungkin dia adalah pacarnya atau sodarinya.

"Iya. Aku masih kangen sama SMA, sayang." Jawab Niken semberayut. Ia lalu memegang tangan Kastara lembut.

"Ya, aku ngerti."

"Aku ke sini nyari kamu!" Kata Niken manja. Dan mulai ketahuan punya hubungan special hati.

"Buat? Jarang kamu ke sini. Cuma setahun sekali menurutku." Kata Kastara nampak menyindir dengan ketus tak ketara.

"Kamu ini suami aku, jangan bilang begitu." Kata Niken sambil memeluk Kastara. lalu Kastara balas memeluknya penuh rasa sayang dan perhatian. Lantas Jamila ternganga. Ia buru-buru memasang tampang bodo amat. Takut bila kelakuannya dari tadi diperhatikan oleh Niken. Sebab ia sendiri sadar, ia selalu menganggap Kastara belum punya istri. Mau taro dimana itu muka, kata Jamila keki pada dirinya sendiri.

Niken lalu melepas pelukannya, membuat Kastara menutup perhatiannya pada Niken, teringat sosok bayi. Dipikir-pikir Kastara romantis juga. Lalu Kastara bersiap pergi ke ruang tujuannya. Tapi ia menatap Niken sejenak.

"Aku pergi. Kita makan siang bareng. Dah!" Kata Kastara kemudian berlalu seperti sedia kala. Teratur dan cepat menjadi andalannya dalam bekerja. Jamila tersenyum santun pada Niken. kemudian mengejar Kastara. namun ia berusaha bersikap normal tidak norak lagi. Malu mengingatnya juga.

Jamila melihat Kastara sudah ada di tepian. Ia tengah menatap bayi itu parau dan seolah terluka. Ia mengelusnya dalam kemudian membawanya ke pengoperasian. Jamila menjadi sadar bahwa dokter itu belum punya anak. Diusianya yang sudah dewasa. Perlahan Jamila kasihan, lalu ia menunduk lesu. Tak beberapa lama mengejar cowok tersebut.

Semoga operasi ini berhasil!

Tegar Jamila.

...•o•...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!