...•o•...
KAKI Jamila berhentak-hentak, lalu kemudian ia memasuki pagar perusahaan besar itu. Kemudian ia memasuki ruang berkaca bertingkat-tingkat itu. Tak lama ia bisa melihat ruangan serba putih dan para dokter yang menangani para pasiennya. Dan tak lama pula ia bisa melihat banyaknya almamater dalam ruangan itu. Sebagaimana dokter cewek mereka terlalu asik menjamu pasien dengan gombalan. Persis seperti dokter murahan.
Jamila lalu berjalan ke arah mana saja selagi ada label lif. Untuk memastikan bahwa ia cepat sampai pada tujuan. Pagi sekali ia sudah diseret untuk interaksi dengan dokter cabang dan sudah harus urus pasien. Sedangkan administrasi pokok di urus oleh administrasi atau bisa disebut ruang pembayaran. Lalu Jamila menekan tombol buka pada layar yang tertera di lif agar cepat sampai. Kemudian masuk dan menaiki lift. Disebelahnya nampak sosok cogan yang sedang menyanda dengan leha-leha. Ia datang pagi sekali tak seperti cowok kebanyakan.
Usia Jamila sudah menginjak usia 26 tahun. Disebelahnya nampak berusia 29 tahun. Ia nampak masih bujangan meski dalam kondisi itu bujangan sudah tak jaman. Tapi apa salah jika single seperti Jamila menebak umurnya untuk memastikan bahwa dirinya tidak sendirian dalam kasus perselisihan umur. Tapi masih banyak juga yang perawan sepertinya. Meski harus tenang disebut perawan tua.
Kemudian dokter yang menggunakan stelan kerja sempurna itu melenggang ketika lift yang ia tunggangi sampai pada tujuannya. Lantai 15. Jadi dia turun di tempat Operasi otak. Di Indonesia rumah sakit swasta ini menyajikan 20 lantai dengan taman di atas dan di bawah ruangannya. Keren untuk usia Indonesia.
Jamila lalu membuka hp untuk melihat jadwal bertemunya dengan dokter besar. Namanya kalau tidak salah Dr. Kastara Aryo. Jamila jadi heran mengapa dokter itu sangat sensitif hanya karena Jamila bertanya saja ia marah-marah dan beralasan tidak bisa memahami keriteria Jamila yang akan menjadi asistennya.
Kemudian Jamila sampai pada lantai 20 itu. Lalu ia buru-buru masuk ke dalam sela-sela kaca agar bisa dipertemukan dengan management dan sekretaris Dr. Kastara. Panggilannya. Setelah berjumpa Jamila lalu menyimpan beberapa berkas yang dibutuhkan. Lagi pula Jamila telat hingga 30 menit lamanya. Ia bangun terlalu siang untuk ukuran dokter besar. No problem, Jem!
"Oh, mbak itu ya. Masuk aja. Baru aja dokter sampai. Tadinya ia akan minta mbak buat beresin ruangannya. Maklum kan baru." Celetuk sekertaris tidak jelas. Perlahan Jamila terkekeh sumbang dan mengangkat alis sebagai tanda bahwa itu bukankah terlalu berlebihan. Lagi pula mengapa ia ditugaskan kerja seberat pembantu, sih.
"Makasih." Kata Jamila sambil membuka pintu kaca. Dilihatnya sosok yang membelakanginya persis seperti dokter muda kaya dan mapan. Dalam hati kapan Jamila punya suami seganteng itu.
"Telat kamu, mbak! Saya tadinya mau minta kopi!" Celetuk si dokter perlahan membuat Jamila terkekeh. Ada-ada saja Jakarta. Bisa membuat dokter seperti CEO dalam drama. Memangnya tidak ada yang bagus dari pangkat itu. Tapi mengapa perintah itu terasa menusuk dan seolah harus dituruti dengan cepat. Apa hanya perasaan dingin yang tercetus dari bibir pria berkulit mulus dan langsat itu. Nampaknya ia cowok tadi yang di lift.
Anu, apa yang aku pikirkan. Kata Jamila.
Kemudian cowok itu berbalik secara cool, dilihat-lihat memang cowok tadi. Tapi dari jarak dekat terlihat tulang pipi yang tirusnya. Dan rahang yang kuat dan mencekam dada. Sikap dan toleransi yang rendah. Juga pandangan mata yang menyangga pada solidaritas dan pekerjaan. Ia terlalu memandang kasta dan menganggap sebelah mata. Penampilan ini menunjukan sisinya yang berkembang. Bukan hanya sekedar cogan namun rupawan juga ia miliki. Ia sangat sempurna dengan jabatan serta tahta yang ia terima.
Namun ada yang salah, dalam benak Jamila. Apa mungkin ia tidak luluh lantah disebelah pria sempurna ini. Bagaimanapun ia dokter yang tampan tidak sepertinya, jelasnya hanya perawan tua tanpa pendapatan hidup mapan.
Clek, hanya disebut dokter spesialis disebut mapan. Orang bodoh pun tak percaya.
"Kamu duduk di sana. Saya bawa kopi buat kamu." Kata Kastara dengan lembut namun masih menusuk-nusuk angan mbak belati. Jamila duduk di kursi yang tersedia namun Kastara malah meminta di kursi tunggu. Nampaknya obrolan ini sangat ringan. Melihat kondisi kita adalah dokter sesama dokter. Jamila berharap menjadi asistennya bualan security saja. Mana mau ia dibutakan dengan cowok arogant tersebut.
Kemudian Kastara berlalu dan balik lagi membawa dua cangkir kopi. Saling berhadapan kita mulai berbincang. Meski tak bisa dibilang gitu.
Tatapannya menyiratkan kekuasaan dan kesombongan. Wajahnya mendekat hampir berciuman, ia pun seolah memberi isyarat ia dokter Jamila pembantu. Begini katanya, "Dengar kamu adalah asisten. Selama itu jangan pernah ganggu hidupku. Aku pergi ke ICU untuk pengobatan luka biru. Esok kemari lagi membawa pakaian rapih. Kita kerja di lantai 6. Bersama kita selamatkan dunia." Lalu ia pergi saja dengan lancang. Membuat semua yang dirasakan Jamila sesaat hanya sebuah omongan kosong tak aja tujuan.
Jamila merutuki dirinya semenjak ditinggalkan. Ia menyadari bahwa berbobot tak semudah berbobotok. Jamila perlahan merindukan temannya di asrama. Di asrama kedokteran tak seperti ini. Ia tidak seperti di ancam begini.
Maybe!
Absolut mision over !
🐨 🐨
Jamila terus berutuk. Terus menyalahkan dirinya sendiri prihal pekerjaan ini. Tak lama seseorang menghampirinya yang sedang memakan kue berlapis keju di atas toples yang disediakan oleh toko kue dari kantin tempatnya bekerja. Kemudian cewek yang bernama Mela itu terkekeh. Ia mulai menyadari sang teman sedang dipiaway oleh sosok dokter agung, Kastara.
"Kamu kenapa Jem?" Tanya Mela lalu mengunyah bakso yang ia bawa dari bangkunya tadi sebelum menghampiri Jamila.
Jamila terbawa suasana ia kemudian melihat Melly dengan pandangan kusut tak beratur lalu ia menjelaskan, "Aku hendak jadi dokternya Pak. Aryo. Kamu bisa gantiin aku kan, Mel. Kamu kan bukan dokter."
"Bisa apa aku jadi dokter begitu. Kamu pintar jadi bagus kerja di internasional begini. Jem." Kata Mela membuat Jamila tersenyum kecut tak terima. Lalu ia menatap Melly dengan sorot takjud dengan kelakukan Dr. Aryo. Bisa-bisanya ia berprilaku tak punya otak seperti itu pada dokter baru. Apa ia bisa dipecat gara-gara ini.
"Kamu tahu kan, bahwa aku asistennya dokter Aryo. Kok, kamu bisa tahan dipimpin sama dia?" Tanya Jamila dengan kening mengerut lebar. Kemudian Mela yang nyatanya hanya sebagai suster internasional, tersenyum lebar kemudian memasukan baso pada mulut Jamila yang menganga. Perlahan keduanya tertawa sumbing sebab kegirangan bisa bersama-sama dan melihat kembali momen persahabatan mereka dari mulai kuliah di IPB dulu.
Sayangnya Mela lebih dulu keluar karena menikah muda. Kerja di sini pula sebagai rencana Mela untuk membawa temannya ke masa depan lebih baik. Siapa tahu Jamila dapat jodoh di kedokteran. Seperti Mela yang menikah dengan dokter rumah sakit swasta lain. Ia dokter terapi ampuh. Namanya Fadil.
"Aku kan nyaranin supaya kamu berbobot. Lagi pula dia pria bijak yang pertama kali aku kenal di dunia. Siapa aku di sini? Aku hanya suster dibidang itu sendiri, Jem. Jangan syuujon." Kata Mela membatah. Ia justru mendukung pria itu yang galak sudah gitu kejam. Dingin dan tak punya ramah tamah sedikit saja. Persis seperti es yang tak pernah mencair.
"Oh. Lantas dia kenapa ngusir aku gitu?" Tanya Jamila keki.
"Salah kamu sendiri apa?" Tanya Mela malah makin nyinyir membuat Jamila tertawa tak terima secara pelan.
"Salahku? Aku kesiangan." Kata Jamila lesu. Lalu Mela tertawa ia kemudian memegang perutnya yang sakit.
"Itu sih salah kamu. Lagian kan kamu tahu sendiri Dr. Aryo itu gimana, dia lebih dulu datang ke sini ketibang kamu. Aku cuma ngasih tahu." Kata Mela membuat Jamila malu. Ia kemudian menunduk sambil berdo'a pada ibu.
Ibu, maafkan anakmu yang jahat ini, jangan bawa aku ke lubang Aryo itu, ibu!!!!! Hiks. Hiks. Hiks.
•o•
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments