Pacar Zahra?

Keesokan paginya keluarga Mirza Rahardian sedang sarapan bersama, termasuk Zivanna sang putri sulung bersama Ryan suaminya dan Zilvita putri mereka yang masih TK.

Seperti biasa setiap akhir pekan, jika tidak ada acara, mereka berkumpul bersama. Hal itu yang membuat mama Elsa dan papa Mirza merasa bahagia, bisa melihat anak dan cucu mereka berkumpul meramaikan suasana rumah yang biasanya sepi.

"Ma, pekan depan aku nitip Zizi ya, aku ada isi seminar empat hari di luar kota," ucap Zivanna.

"Wah, senang sekali cucu Oma yang cantik ini bisa nginap lama di rumah Oma, Ryan gimana? Ikut sini sekalian ya?" tanya mama Elsa.

"Mas Ryan ikut aku Ma, ada kerjaan juga," sahut Zivanna.

"Okay, pulang bawa cucu baru ya buat mama papa," pesan mama Elsa.

"Aril tuh Ma," gerutu Zivanna.

"Apasih kok aku Mba," sahut Nazril.

"Iya kamu cepetan nikah, bikinin mama papa cucu biar rumah ini ga sepi banget Ril," papa Mirza menimpali.

"Kayanya bentar lagi pah, tenang aja," sahut Mama sambil tersenyum-senyum.

"Iyakah Ril?" Bang Ryan yang tadinya diam saja tetiba ikutan penasaran dengan Nazril.

"Belum tahu, mau apa nggak nya, udah ah jangan dibahas dulu, nanti kecewa jadinya kalau ga sesuai harapan kalian semua," ucap Aril.

"Iya udahlah, nanti kalau waktunya tiba, pasti Aril akan bicara dengan kita, nanti jadi kan ikut papa ngaji?" tanya papa Rendra.

"Iya pa, jam berapa kita berangkat?"

"Jam sepuluh ya," sahut papa Mirza.

"Baik pa, ah aku sudah selesai sarapan, aku ke atas duluan," pamit Nazril pada semuanya. Dia tak sabar ingin membuka pesan, yang dia lirik tadi dari Zahra.

Sambil tersenyum-senyum sendiri, Nazril membuka pesan itu.

"Bismillah, Kak, ini desain aku buat kamar Kak Aril, baru ruang tidurnya aja, walk in closet dan kamar mandi masih aku kerjakan, apa ada revisi? Kakak bilang saja kalau ada yang kurang suka," Nazril bergumam membaca pesan dari Zahra.

Kemudian ia membuka file di bawah pesan tersebut.

"Ma syaa Allah bagus banget," ucap Nazril ketika melihat desain itu, jauh dari perkiraan, dia kira Zahra yang baru lulus kuliah itu, masih belum banyak pengalaman, namun dari gambar itu Nazril mengira gambar desain itu dibuat oleh desainer yang sangat berpengalaman.

"Itu beneran kamu sendiri yang desain?" tanya Nazril.

"Iya kak? Kurang suka ya?" Zahra tidak percaya diri dengan desainnya.

"Suka, suka banget, kamarnya kelihatan hangat, kamu terusin aja," ketik Nazril.

"Baik kak (emoticon senyum)" balas Zahra.

Nazril menyimpan ponselnya, lalu membuka laptopnya, ia mencari materi ilmu tajwid ( ilmu tentang membaca Al Qur'an dengan benar ), agar mudah nanti waktu belajar mengaji kembali.

Sudah pukul sepuluh pagi, Nazril dan papa Mirza berangkat menuju rumah teman papa Mirza, Nazril yang menyetir, namun papa Mirza yang mengarahkan.

Nazril merasa aneh karena mobilnya terparkir di bahu jalan depan toko buku milik keluarga Zahra.

"Tempatnya dekat sini Pa, rumah teman Papa?" tanya Nazril.

"Iya Ril, yuk turun," sahut papa Mirza yang sengaja merahasiakan siapa teman yang dimaksud.

Nazril mengikuti papanya yang berjalan duluan. Mereka menuju jalan sebelah toko buku itu dan memasuki pagar hitam di belakang toko, di sana ada garasi mobil, dan musholla, kemudian terdapat ruangan seperti gudang buku. Di sana ada beberapa pegawai yang bekerja di gudang.

Ada pegawai yang tersenyum dan menyapa papa Mirza, rupanya pegawai itu sudah mengenal papa Mirza.

"Dok, sudah datang, Bapak ada di lantai tiga," ucap pegawai itu.

"Baik Mas, terima kasih, saya ke atas ya," sahut papa Mirza. Mereka segera naik ke lantai tiga.

Di tangga, papa Mirza berbisik pada Nazril, agar sang putra tidak terlalu terkejut.

"Ini rumah Zahra Ril," bisik papa Mirza.

"Hah??" hanya itu yang keluar dari mulut Nazril saking terkejut dan bingungnya.

"Iya, teman papa yang mau ngajar ngaji itu om Aziz ayahnya Zahra," bisik papa Mirza lagi.

"Pah aku pulang aja ya, aku malu," ucap Nazril.

"Eh, Om Mirza, assalamualaikum Om," sapa Zahra yang kebetulan turun dari lantai tiga.

"Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh, papa di atas?"

"Iya Om, ada di atas, Kak Aril kok tumben ikut,"

"Iya Ra, mau ikut belajar juga, kamu mau kemana Ra?" tanya Nazril.

"Mau ke bawah, ada teman aku, bentar ya Kak, Om," Zahra kemudian turun ke lantai satu, dan Nazril melihat teman Zahra itu laki-laki.

Jederrrr!!! Bagai disambar petir, Nazril merasa sakit hatinya... Zahra punya pacar?? Ah ngga, duduk di sebelah aku aja ga mau kok mau pacaran, jangan-jangan calon suami, ah aku keduluan.... Batin Nazril yang sedang galau melihat Zahra yang duduk di teras musholla bersama teman prianya itu.

"Ril, ayo," papa Mirza menggandeng tangan Nazril yang hanya bisa pasrah mengikuti sang Papa.

"Assalamualaikum," sapa papa Mirza pada ayah Zahra.

"Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh," sahut ayah Aziz yang duduk di gazebo, mereka berdua menyusul ke sana.

Lantai tiga itu adalah dapur dan ruang makan, namun separuh lantai dibiarkan terbuka dan ada dua gazebo yang biasa dipakai keluarga Zahra bercengkrama.

Nazril dan papa Mirza belajar mengaji, Nazril karena dia anak yang cerdas, dia cepat belajar. Walaupun agak tidak fokus karena kepikiran Zahra yang masih di bawah bersama teman laki-lakinya.

Selesai belajar mengaji, ayah Aziz meminta Nazril untuk masuk ke ruang makan dahulu. Ruangan itu terbuka karena pintu kaca besar terbuka lebar.

"Nak Aril masuk duluan, makan kuenya, tadi Ara bikin kue," ucap ayah Aziz.

"Baik Om," sahut Nazril, kemudian masuk ke dalam ruangan yang dimaksud lalu duduk di kursi makan, dan menikmati kue bikinan Zahra.

Tidak lama kemudian, Zahra datang dengan iPad yang Nazril pinjamkan padanya, lalu menaruhnya di dekat Nazril.

"Kak, ini desain walk in closet nya, Kakak lihat dulu, nanti kalau ada yang kurang pas atau gak suka biar aku ganti," ucap Zahra. Nazril hanya mengangguk, hatinya masih kesal mengingat kejadian tadi.

"Kak Aril mau minum panas apa dingin?" tanya Zahra.

"Aku ga minum dingin,"

"Panas ya,"

"Ya jangan panas Ra, mulutku melepuh yang ada, anget aja,"

"Ah iya maksud aku gitu," Zahra lalu pergi ke dapur dan merebus air, tak lama kemudian ia membawa nampan berisi teko dan cangkir, juga setoples kecil gula batu. Zahra dengan luwes menuang teh dari teko kecil ke dalam cangkir lalu mengambil sepotong kecil gula batu, lalu mengaduknya dan menyajikan pada Nazril.

"Ini Kak, silakan di minum, aku ke bawah dulu,"

"Tunggu Ra, duduk,"

Zahra menurut saja ketika Nazril memintanya duduk, dan mereka duduk berhadapan.

"Pacar kamu belum pulang?" tanya Nazril.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!