Zahra menurut saja ketika Nazril memintanya duduk, dan mereka duduk berhadapan.
"Pacar kamu belum pulang?" tanya Nazril.
"Pacar?" Zahra bertanya kembali.
"Yang tadi di bawah?" Nazril kembali melempar pertanyaan.
"Ah..." Zahra tersenyum begitu menangkap maksud Nazril.
"Itu teman aku, antar undangan pernikahan, dia mau nikah," sahut Zahra.
"Oh..." ucap Nazril.
"Pacaran itu dosa kak," kata Zahra.
"Terus kalau kamu menyukai seseorang gimana?" tanya Nazril yang semakin penasaran.
"Ya aku pendem aja kak, menyibukkan diri dengan hal-hal yang aku sukai,"
"Terus kalau cowoknya diambil cewek lain gimana?" tanya Nazril lagi.
Zahra terdiam berpikir sejenak, membayangkan Nazril bersama Bintang yang selama ini menyukainya. Sedih dan nyesek pastinya.
"Hmmm... Pasti sedih, tapi sudahlah, mungkin dia bukan yang terbaik buat aku, kita pasti dapat jodoh yang sepadan, kalau dia diambil orang, mungkin aku masih belum pantas buat dia, atau dia bukan yang terbaik buat aku, kalau udah gitu, palingan memperbaiki diri aja sambil menunggu jodoh yang tepat," ujar Zahra.
"Detail banget sih Ra, kaya udah berpengalaman gitu, emangnya ada cowok yang kamu sukai? Dan kayanya belum kesampaian ya?" Nazril menggoda Zahra.
"Apasih kak, kakak kan tanya, jadi aku jawab aja, kalau kakak gimana? Pernah juga yang disukai diambil orang?" tanya Zahra balik pada Nazril.
"Hmm mungkin kamu ga percaya, tapi aku gak pernah pacaran," jawab Nazril.
"Wah ma syaa Allah, bagus itu kak, tapi kenapa ga mau pacaran?"
"Katanya dosa tadi," sahut Nazril.
"Ah iya," Zahra nyengir teringat perkataan nya tadi.
"Bagiku pacaran itu merepotkan, lihat Indra bolak-balik bertengkar sama pacarnya, putus, punya pacar baru lagi, bertengkar lagi, bikin pusing aja, aku mau langsung nikah aja kalau sudah ketemu dan sudah saatnya," lanjut Nazril.
"Sekarang udah ada calon istri?" Zahra serius bertanya.
"Udah sih," sahut Nazril dengan percaya diri.
"Tapi aku rasa, masih belum saatnya, aku masih harus banyak belajar," lanjut Nazril.
Zahra terlihat sedih, dia kecewa, ternyata Nazril sudah ada calon istri, air matanya sudah berdesak ingin keluar, namun tak ingin Nazril melihatnya, maka ia segera pamit ke bawah.
"Bentar ya kak," Zahra meninggalkan Nazril di situ.
Nazril tersenyum sendiri, dalam hatinya jingkrak-jingkrak mengetahui bahwa lelaki yang ditemui Zahra tadi bukan pacarnya.
'Tunggu aku ya Ra, aku ingin mengumpulkan keberanian dan mementaskan diri untuk bisa meminang mu,' batin Nazril.
"Ril...!" panggil papa Mirza dari gazebo.
"Iya Pa," Nazril segera bangkit dan menghampiri papa Mirza di gazebo.
"Kamu sudah selesai urusan dengan Ara?" tanya papa Mirza.
"Sudah Pa," sahut Nazril.
"Kalau gitu kita pamit sekarang, papa mau antar mama kamu belanja,"
"Iya Pa," sahut Nazril.
Mereka kemudian pamit kepada Ayah Aziz. Di lantai bawah Nazril celingak-celinguk mencari keberadaan Zahra, namun tidak menemukannya.
Sampai di dalam mobil, Nazril mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Zahra.
"Ra, aku sama papa pamit pulang dulu, tadi aku ga lihat kamu di bawah, sampai ketemu di kantor besok," pesan Nazril yang ia kirim pada Zahra, tanpa menunggu balasan, ia meletakan kembali ponselnya dan melajukan mobilnya.
"Kamu serius sama Zahra?" tanya papa Mirza.
"Ehm...belum ada omongan apapun Pa," jawab Nazril.
"Ya bilang dong sama Zahra, ntar keduluan orang nangis kamu," ucap papa Mirza.
"Aku masih memantaskan diri Pa, aku mungkin bisa jadi suami yang baik, tapi belum bisa jadi imam yang baik buat Zahra,"
"Eh iya Pah, Papa bilang ngajinya Sabtu dan Ahad malam, ini kenapa siang?" tanya Nazril.
"Nanti malam Om Aziz mau safar katanya," sahut papa Mirza.
Sesampainya di rumah, Nazril merebahkan tubuhnya di atas kasurnya. Matanya memandang langit-langit, dan terbayang wajah ayu Zahra. Nazril kemudian membuka ponselnya, melihat pesan balasan dari Zahra.
"iya kak,"
Hanya begitu saja tulisan itu, namun mampu membuat hati Nazril berdebar hingga ia tersenyum-senyum sendiri.
Kemudian ia membuka akun sosmed instaons miliknya, scrolling beranda dan menemukan video dan akun kajian dari Ustadz yang dicarinya. Mendengarkan, dan banyak belajar dari video-video itu, sehingga dia banyak merenung, kemana saja dia selama ini, beristighfar dan banyak-banyak memohon ampun pada Sang Pencipta, atas dosa-dosa yang selama ini dia lakukan.
...
Sementara itu, di dalam kamarnya, Zahra menangis sesenggukan, hatinya hancur mendengar penuturan Nazril yang sudah ada calon istri.
"Ya Allah... Mungkin aku memang belum pantas untuk kak Aril, berilah keikhlasan pada hatiku Ya Allah, dan semoga Engkau senantiasa memberikan kebahagiaan pada kak Aril bersama istrinya kelak," Dan Zahra menangis hingga tertidur.
Hingga adzan Ashar berkumandang, Bunda Maya membangunkan putri sulungnya itu.
"Ara, ashar nak, bangun, sholat yuk," ucap sang Bunda seraya menggoyang pelan lengan putrinya itu.
Zahra mengeriyipkan matanya yang terasa pedas sehabis menangis tadi, namun sang bunda tidak tahu perihal itu, disangkanya putrinya hanya terlalu lama tertidur.
"Ara halangan Bun, tadi habis dhuhur baru keluar," sahut Zahra yang sudah duduk di tepi tempat tidurnya.
"Oh begitu, eh iya, kamu beneran ga mau ikut antar Zaid olimpiade matematika?" tanya Bunda Maya. Memang rencananya ayah Aziz dan bunda Maya akan mengantarkan Zaid putra kedua mereka mengikuti olimpiade matematika di luar kota.
"Gak ah Bun, Ara di rumah aja," sahut Zahra.
"Kalau begitu kamu harus nurut Bunda, Bunda ga mungkin biarin kamu tidur di rumah sendirian, nanti kamu kami antar ke rumah Tante Elsa buat nginap di sana, kamu siap-siap aja bawa pakaian,"
"Ma, ga enak nanti, kak Aril sudah punya calon istri, kalau tau ada gadis nginap di rumah mereka pasti ga enak," Zahra menolak dengan halus permintaan ibunya.
"Emang iya nak Aril itu sudah punya calon istri?" bunda Maya tidak percaya.
"Iya, kak Aril sendiri yang bilang begitu," sahut Zahra.
"Bilang aja kamu anak temannya Tante Elsa kalau ketemu sama calon istrinya,"
"Baik Bun," Zahra tidak berani membantah sang Bunda lagi, dia hanya bisa menuruti apa kata orang yang telah melahirkannya itu, dan lagi dia juga penasaran seperti apa calon istri Nazril itu.
Dan selepas Isya Ayah Aziz dan bunda Maya mengantarkan Zahra ke rumah Tante Elsa.
"Mbakyu, titip Ara ya, saya ga tega ninggalin dia sendirian di rumah, diajak juga ga mau dianya," pesan Bunda Maya pada mama Elsa.
"Iya ga pa pa Jeng, semoga Ara betah di sini temani saya," ucap mama Elsa.
Setelah berpelukan dengan sang putri juga sahabatnya itu, bunda Maya kembali ke mobil dimana ayah Aziz dan Zaid sudah menunggu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments