Sesampainya di kediaman Mirza Rahadian, Nazril membawa Zahra masuk ke dalam rumah.
"Duduklah, mama di rumah Mba Zivanna, jadi ngajinya libur hari ini," ucap Nazril meminta Zahra duduk di ruang tengah.
"Baik kak," sahut Zahra.
'Kalau ngajinya libur kenapa repot-repot aku dibawa kesini,' gumam Zahra dalam hati.
"Aku mau kasih tunjuk sesuatu, tapi kamu tunggu sebentar, aku mau mandi dulu, gerah banget ini," ucap Nazril kemudian meninggalkan Zahra yang terbengong sendiri, karena Nazril menjawab pertanyaan yang ada di dalam hatinya.
"Dia itu cenayang apa gimana sih," lirih Zahra.
Zahra tengah meminum teh hangat yang tadi dibawakan Bu Rini asisten rumah tangga di rumah itu.
"Yuk Ra, ikut aku," ucap Nazril tiba-tiba yang membuat Zahra tersedak dengan minumannya.
"Uhuckk..." Zahra memegang dadanya yang sakit dan terus terbatuk-batuk.
"Ah maaf Ra, aku ga bermaksud mengagetkanmu," ucap Nazril. Mata Zahra memerah menahan sakit.
Nazril menepuk tengkuk dan punggung Zahra, berharap Zahra merasa lebih baik, dan benar saja, rasa sakit di dada Zahra perlahan menghilang, berganti dengan kenyamanan.
'Ah, nyamannya, mengapa tepukan di punggung dan tengkukku ini terasa sangat nyaman,'
Melihat Zahra yang telah membaik, Nazril merasa lega dan menarik tangannya kembali.
"Maaf ya," ucap Nazril.
Zahra mendongak melihat Nazril yang memakai kaos polo pas di badan berwarna hitam dan celana joger di bawah lutut warna mocca, rambutnya yang Zahra biasa lihat klimis di kantor, kali itu dibiarkan berantakan setengah kering karena Nazril memang baru saja keramas. Dan dia... Terpesona, Zahra terpesona memandang...memandang Nazril. Namun buru-buru Zahra menunduk karena takut Nazril menyadari bahwa Zahra terpesona.
"Ba....baik kak," ucap Zahra kemudian mengikuti Nazril ke lantai atas.
Langkah Zahra terhenti ketika Nazril membuka pintu sebuah ruangan yang Zahra tahu bahwa itu adalah kamar Nazril.
"Kak, tunggu," ucap Zahra menghentikan Nazril.
"Hmm, apa Ra?" Nazril membalikkan badannya menghadap Zahra.
"Kita... ke... ka...mar kak Aril?" tanya Zahra.
"Iya," sahut Nazril.
"Kak, kayanya ga pantas aku masuk ke kamar laki-laki," cicit Zahra sembari memilin ujung jilbabnya yang panjang.
"Memang kamu pikir kita mau ngapain?" Nazril bertanya pada Zahra. Tapi yang ditanya hanya menunduk dan menggeleng.
"Ish... Jangan mesum pikiran kamu, aku ajak kamu ke kamarku buat lihat desain kamar aku, yuk masuklah jangan takut, aku akan membiarkan pintu ini terbuka," ucap Nazril yang meninggalkan Zahra yang masih mematung di depan pintu.
"Raaa..." panggil Nazril dari dalam kamar. Dengan ragu Zahra melangkahkan kakinya memasuki kamar Nazril.
"Ini kamarku, aku sudah bosan dengan suasananya, aku minta tolong kamu buat desainkan interior kamar ini, walk in closet, dan kamar mandi, tapi untuk kamar mandinya jangan terlalu ekstrim perubahannya, karena pasti lama," ujar Nazril panjang lebar. Zahra memandang sekeliling kamar bernuansa abu-abu itu, memang terlihat maskulin, dan aroma ruangan itu sama dengan kantor Nazril, iya, itu adalah aroma khas tubuh Nazril.
"Ra..." panggil Nazril.
"Ah...iya kak," sahut Zahra.
"Bisa kan?" tanya Nazril.
"In syaa Allah bisa kak," sahut Zahra dengan senyum bahagia, tentu saja bahagia dia mendapatkan klien pertama setelah lulus kuliah, dan klien itu adalah Nazril, seorang yang sangat ia sukai.
"Ini, " ucap Nazril seraya memberikan iPad miliknya pada Zahra.
"Aku ada laptop kak,"
"Ga pa pa pakai ini aja, di situ sudah lengkap materi semua, juga produsen interior langganan perusahaan kita, biar kamu
gampang, dan kamu boleh pakai produk yang manapun, pakai style apapun, asal jangan warna pink ya, nanti aku jadi imut," Nazril membuat Zahra tertawa.
Zahra kemudian menerima iPad itu dengan perasaan berbunga-bunga. Kapan lagi bisa mendesain kamar orang yang disukainya.
'Ah kenapa aku senang ini, apa karena aku menyukai kak Aril, ah Ara...sadar Ra...kamu cuma pegawainya,'
"Kamu ngerjainnya kalau pas longgar di kantor aja, kalau pulang ya istirahat, ga keburu kok," ucap Nazril.
"Baik kak," sahut Zahra.
"Udah, kamu boleh lihat-lihat dulu kamar ini, aku ke bawah dulu, ada Bintang datang," ucap Nazril ketika melihat pesan di ponselnya, lalu meninggalkan kamar itu.
Deg.... Bintang... Lagi-lagi hati Zahra dibuat tak karuan mendengar nama Bintang disebut oleh mulut manis Nazril.
'Udahlah Ra, kamu bukan siapa-siapa, kerjakan saja tugasmu lalu pergi,' kata Zahra dalam hati.
Ia lalu melangkah menjelajahi isi kamar Nazril, membuat sketsa-sketsa sederhana dengan iPad yang Nazril pinjamkan tadi.
Sementara di lantai bawah, Bintang sudah menunggu Nazril.
"Ada apa?" tanya Nazril datar.
"Aku ga jadi minta traktir makan kamu, aku pengen makan malam di sini sama kamu dan mama papa kamu, Baby, kamu kok lama banget, lagi sama siapa sih hmm?" tanya Bintang dengan manja.
"Ada Zahra," sahut Nazril yang masih berdiri dengan kedua tangannya ia simpan di dalam saku celana.
"Pembantu kantormu itu, ngapain dia di sini," Bintang dengan manyun bertanya lagi.
"Dia bukan pembantu Bin, dia asisten aku, dan aku minta dia buat desain kamarku biar ga monoton seperti kamar jomblo lagi," ucap Nazril.
Bintang tersenyum senang, dia pikir Nazril akan segera mengakhiri masa jomblonya dengan menerima perasaan Bintang.
"Assalamualaikum," sapa mama Elsa yang baru datang.
"Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh," sahut Nazril.
"Eh ada Bintang," ucap mama Elsa.
"Iya Tante, pengen ikut makan malam di sini," ucap Bintang.
"Oh iya, sebentar lagi juga siap, udah mau Maghrib, kamu ga bersiap ke masjid Ril?"
"Iya, ini mau siap-siap, ada Zahra Ma, di atas, bentar aku panggil biar dia bersiap sholat Maghrib juga,"
"Ara? Iya iya, kamu panggil dia sana,"
Nazril kemudian menuju lantai atas menuju kamarnya, dan betapa terkejutnya Nazril mendapati Zahra yang duduk tertidur di sofa kamarnya, dengan tangan masih memegang iPad. Nazril lantas tidak langsung memabangunkan Zahra, dia duduk di tepi tempat tidur di hadapan Zahra, ia memandangi gadis cantik di hadapannya, serasa bermimpi jika di kamarnya ada seorang gadis yang tertidur. Nazril tak tega membangunkannya, karena tahu bagaimana Zahra telah lelah bekerja.
"Sepertinya aku sudah jatuh hati padamu Ra," lirih Nazril.
Adzan Maghrib berkumandang, dan Zahra membuka matanya setelah mendengar panggilan muadzin itu.
"Kak Aril, ah maaf aku ketiduran," ucap Zahra segera berdiri dan merapikan jilbabnya.
Nazril tersenyum-senyum saja, "Mama sudah datang, kamu segera ambil wudhu dan sholat sama Mama, aku mau ganti baju dulu, kamu wudhu di sini saja, kamar mandi di luar krannya lagi rusak.
"Ah...Baik," ucap Zahra yang masih berusaha mengumpulkan kesadarannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments