Akad dan Resepsi

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu itu tiba, hari akad nikah dan resepsi pernikahan Nazril dan Zahra.

"Saudara Nazril Mahendra bin Mirza Mahendra, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri kandung saya yang bernama, Almeera Zahra binti Abdul Aziz, dengan mas kawin uang tunai sebesar dua puluh juta rupiah dibayar tunai," ucap ayah Aziz.

"Saya terima nikah dan kawinnya Almeera Zahra binti Abdul Aziz dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," sahut Nazril dengan lancar.

"Bagaimana saksi? Sah?" tanya pak penghulu.

"Sah!"

"Sah!"

"Saahhh!!!" jawab para saksi dan semua yang berada di ruangan itu.

Zahra yang berada di ruang ganti bersama sang bunda, sempat menitikkan air mata karena haru. Namun segera dihapus air matanya oleh sang bunda.

"Selamat sayang, jangan menangis, make up kamu jelek nanti," ucap bunda Mirna sambil menotolq air mata Zahra dengan tisu. Zahra mengangguk dan tersenyum.

Kemudian Zahra dipanggil untuk penandatanganan dokumen nikah, kemudian diminta mencium tangan Nazril.

Untuk pertama kalinya menyentuh lelaki yang bukan mahramnya, Zahra merasa kikuk, ada getaran tersendiri ketika Zahra salim pada Nazril. Kemudian mereka saling memasangkan cincin di jari manis masing-masing, penyerahan mahar, lalu berfoto bersama dengan orang tua keluarga besar ayah Aziz dan bunda Mirna. Dilanjutkan dengan ramah tamah dan resepsi sederhana untuk undangan teman-teman Zahra dan rekan-rekan bunda Mirna dan Ayah Aziz.

Nazril dan Zahra terlihat sangat bahagia hari itu, karena tidak pernah menyangka hari ini akan tiba, hari dimana dua insan ini akan bersatu dalam ikatan pernikahan.

Sepasang anak manusia, yang menjadi pusat perhatian hari itu, dan menjadi ratu dan raja sehari, tidak bisa menutupi kebahagiaan mereka, keduanya nampak berseri-seri, dan tangan keduanya selalu saling bertautan.

Hingga acara selesai pukul satu siang, Zahra dan Nazril menuju salah satu kamar yang juga ada di hotel yang sama dengan tempat akad dan resepsi tersebut. Mama Mirna telah menyiapkan kamar tersebut untuk Zahra dan Nazril beristirahat untuk persiapan resepsi nanti malam, iya nanti malam adalah resepsi untuk undangan rekan Nazril, rekan dan teman, juga keluarga besar mama Elsa dan papa Mirza.

"Klekk..." Nazril membuka pintu kamar, ia menggandeng Zahra masuk ke dalam kamar. Rasa canggung menyelimuti mereka berdua.

"Ehm...Ra, kamu bersih-bersih dulu, kita sholat sebentar lagi," ucap Nazril yang akan masuk ke kamar mandi.

"Kak, itu...ehm," Zahra mencegah Nazril masuk kamar mandi dahulu.

"Iya Ra," Nazril menghentikan langkahnya dan mendekati Zahra.

"Ini bisa minta tolong bantu lepaskan ini?" ucap Zahra seraya menunjuk bagian atas kepalanya, karena di sana ada rangkaian bunga melati dan mahkota pengantin yang ia pakai dari tadi.

Dan Nazril dengan sabar membantu Zahra melepas hiasan di atas kepala Zahra itu satu persatu. Setelah itu Nazril masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berwudhu.

Ketika Nazril keluar, dia melihat Zahra telah berganti baju dan membersihkan make up nya. Nazril mengerjapkan matanya beberapa kali saat melihat Zahra tidak berjilbab untuk pertama kalinya.

"Ma syaa Allah, cantiknya istriku," lirihnya.

Zahra telah selesai membersihkan make up nya, dan berbalik badan menatap Nazril yang sedari tadi ia punggungi, Zahra sadar betul sedari tadi lelaki yang telah sah menjadi suaminya itu menatapnya.

"Mas udah wudhu?" tanya Zahra.

"Sudah, kamu wudhu ya, aku tunggu di sini, kita sholat bareng aja karena aku sudah ketinggalan sholat jamaah di masjid," ucap Nazril. Zahra mengangguk dan tersenyum lalu menghilang di balik pintu kamar mandi.

Kemudian mereka sholat berjamaah dhuhur, setelah salam mereka berdzikir dan berdoa sebentar, kemudian Nazril membalikkan badannya dan Zahra mencium punggung tangan suaminya, dan dibalas kecupan di kening Zahra.

"Kak, aku lapar," cicit Zahra sembari merapikan peralatan sholat mereka.

"Eh iya, kita belum makan siang, kita pesan layanan kamar aja ya, kamu mau makan apa?" tanya Nazril.

Mereka memilih menu dan memesan makan siang, setelah itu mereka berdua duduk bersandar di sandaran tempat tidur untuk berbincang, keduanya nampak malu-malu.

"Tok...tok ...tok" terdengar ketukan pintu.

"Rupanya makanan kita datang, turun yuk," Nazril mengajak Zahra turun dari tempat tidur dan berpindah ke sofa.

"Makasih," ucap Nazril pada pegawai hotel yang mengantar makanan dan kembali menutup pintu.

"Kok cuma satu piring kak?" tanya Zahra.

"Iya, aku tadi pesannya dua porsi dijadikan satu, semua makanan sampai masuk ke mulut kamu sekarang adalah tanggung jawab aku Ra, jadi meskipun ga bisa tiap hari aku suapin, setidaknya makanan pertamamu setelah jadi nyonya Nazril Mahendra biar aku yang suapkan," tutur Nazril.

Zahra melihat isi piring itu benar-benar penuh, dan pipinya tersipu merah mendengar penuturan Nazril.

"Bismillah," ucap Zahra ketika Nazril menyuapinya, dan Nazril ikut makan dari piring yang sama. Maka tak butuh waktu lama, piring itu tandas isinya, karena memang keduanya begitu lapar. Mereka duduk sebentar untuk berbincang, setelah dirasa perutnya sudah lega, Nazril mengajak Zahra ke tempat tidur lagi.

"Kak," Zahra menahan tangan Nazril yang menggandengnya dan membuat Nazril menghentikan langkahnya.

"Apa Ra?" Nazril memandang Zahra.

"Gak mungkin sekarang kan kak?" tanya Zahra sambil melirik ke arah tempat tidur.

"Ha?" Nazril berpikir sejenak, apa maksud Zahra, namun dia tersenyum dan menggeleng.

"Gak sayang, kita istirahat aja, nanti malam masih ada resepsi, yuk tidur," ucap Nazril.

Pipi Zahra bersemu merah mendengar Nazril memanggilnya sayang.

Mereka berbaring di atas ranjang yang sama, dengan tangan saling bertautan, keduanya masih tetap sama-sama malu.

"Sayang," panggil Nazril pada Zahra.

Zahra menatap Nazril dan tersenyum.

"Misal kamu ganti panggilan ke aku gimana?" tanya Nazril.

"Ehm, aku panggil kakak, kurang suka ya?" tanya Zahra.

"Bukan gitu dengar kamu panggil kakak, aku jadi ngerasa bersalah macam aku nikahin adikku sendiri, ganti gitu, Mas, atau sayang gitu juga boleh," ucap Nazril.

Zahra mengalihkan pandanganya ke langit-langit kamar hotel itu. Rupanya dia tengah berpikir, panggilan apa yang cocok untuk Nazril.

"Bi," ucap Zahra.

"Hmm?" Nazril seakan bertanya, apa itu Ra..

"Hubi, gimana?" tanya Zahra.

"Boleh sayang, tidurlah, nanti biar seger pas acara," Nazril menarik kepala Zahra agar mendekat ke arahnya, lalu membelai surai hitam panjangnya, dan tak butuh waktu lama, gadis pujaan hati yang kini telah sah menjadi istrinya itu terlelap di sampingnya.

"Ma syaa Allah, masih belum percaya aku sayang, Almeera Zahra, kamu jadi istriku, in syaa Allah aku akan selalu setia bersamamu," lirih Nazril, kemudian dia ikut memejamkan mata, menyusul Zahra beristirahat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!