Jatuh Cinta?

Setelah sholat Maghrib Zahra menyimak mama Elsa membaca Al Qur'an. Papa Mirza yang baru pulang dari masjid bersiap untuk membuka tempat prakteknya yang ada di sebelah rumah.

Papa Mirza juga terkejut melihat Nazril memakai sarung dan baju Koko.

"Ril...kamu .." lagi-lagi Nazril mencegah mereka berkomentar di depan Zahra.

"Papa mau praktek, yuk aku temani ke klinik," ucap Nazril yang merangkul pundak papanya dan berjalan menuju rumah sebelah.

"Pa, plis, jangan komentar apapun, aku malu, sangat malu pada kalian semua, aku baru sadar kalau aku sudah lama tersesat," ucap Nazril.

"Papa cuma senang lihat kamu sudah mulai sholat lagi, maafkan kami yang tidak bisa menjadi contoh yang baik untukmu," ucap papa Mirza.

"Bukan salah kalian, aku sudah dewasa, harusnya aku bisa bertanggung jawab dengan diriku sendiri,"

"Sudahlah yang penting, sudah mau mulai melakukan hal yang baik, semoga bisa istiqamah, dan kalau lelaki wajibnya sholat lima waktu di masjid Ril," ucap papa Mirza.

"Baik Pa," sahut Nazril

"Sudah, papa mau praktek dulu, itu sudah banyak pasien nungguin,"

"Tunggu pa," sepertinya Nazril punya sesuatu untuk dikatakan.

"Apa Ril," papa Mirza berbalik arah.

"Aku juga ingin belajar membaca Al Qur'an lagi pa, aku bisa sih, tapi takut salah, butuh orang yang membimbing, papa punya seseorang kah, laki-laki aja, yang mau ngajarin ngaji,"

"Oh, ada sih, mungkin kamu belum tahu, setiap Sabtu dan Ahad malam papa juga kursus mengaji, di tempat teman papa, kamu bisa ikut kalau mau,"

"Baik Pah, akan aku pikirkan dulu," ucap Nazril kemudian ia kembali ke dalam rumah.

Nazril duduk di ruang tamu sambil membuka laptopnya, dia mendengar lamat-lamat suara mama Elsa dan Zahra yang sedang mengaji.

Nazril merasa tenang mendengar suara mereka. Sebenarnya dia juga sudah bisa membaca Al Qur'an, namun saking lamanya tidak membaca, dia takut salah, karena membaca Al Qur'an itu harus benar panjang pendeknya, sifat hurufnya, berbeda sedikit saja, sudah berbeda artinya.

Tak lama kemudian adzan Isya berkumandang, Papa Mirza keluar dari tempat prakteknya dan menghampiri putranya untuk diajak ke masjid. Sebenarnya masih banyak pasien menanti, namun mereka tidak dalam keadaan darurat. Dan bisa diminta menunggu, sementara papa Mirza sholat isya dan makan malam sebentar.

"Ril, yuk," ajak papa Mirza, Nazril pun menutup laptopnya dan menyusul papa Mirza yang berjalan menuju masjid yang tak jauh dari rumah mereka.

Papa Mirza tersenyum-senyum bahagia, akhirnya setelah sekian lama, bisa berjalan beriringan dengan putranya menuju masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah.

Sepulang dari masjid, mereka makan malam bersama.

"Zahra ikut makan di sini sekalian ya," ajak mama Elsa setelah mereka shalat berjamaah di mushalla rumah.

"Saya pulang saja Tante, terima kasih," Zahra merasa sungkan jika terus ikut makan malam bersama keluarga dokter Mirza.

"Ayolah, setelah makan malam nanti Tante antar pulang," ucap mama Elsa. Karena mama Elsa terlihat sangat memohon, akhirnya Zahra menyetujui.

Rupanya papa Mirza dan Nazril sudah duduk di kursi makan, ketika mama Elsa dan Zahra turun.

"Gimana Ra, Tante Elsa sudah ada kemajuan mengajinya?" tanya papa Mirza.

"Alhamdulillah, semakin lancar Om," jawab Zahra.

"Alhamdulillah," ucap papa Mirza.

"Lalu gimana kamu di kantor?" tanya mama Elsa. Zahra masih mengunyah makanannya.

"Aril galak ya?" tanya mama Elsa kemudian.

"Ngga kok, pak Nazril baik banget kok, saya banyak dibantuin," ucap Zahra setelah menelan makanannya.

"Udah dibilang, kalau di luar jangan panggil Pak," Nazril protes dirinya dipanggil pak.

"Iya maaf Kak," sahut Zahra, mengingat ucapan atasannya tadi jika di luar tidak boleh panggil Pak. Mama Elsa dan papa Mirza lagi-lagi saling pandang dan tersenyum.

Setelah makan malam, Zahra pamit pulang, seperti yang direncanakan mama Elsa akan mengantar Zahra.

Ketika sampai di teras, ponsel mama Elsa berdering, rupanya dari Bu Indah sahabatnya.

"Bentar ya Ra, Tante angkat ini dulu,"

"Baik Tante," ucap Zahra. Mama Elsa kembali ke dalam untuk menerima panggilan telepon sedangkan Zahra duduk di kursi teras sambil menikmati pemandangan malam, malam ini bintang bertaburan di langit.

"Lihat apa Ra?" tanya Nazril yang keluar dari dalam rumah.

"Bintangnya banyak banget kak, ma syaa Allah kaya berkedip-kedip gitu," ucap Zahra yang memandang ke arah langit. Nazril ikut melihat pemandangan indah itu dengan berdiri agak jauh dari Zahra.

"Ra, maaf, Bu Indah teman Tante mau datang, ada yang penting sepertinya," ucap mama Elsa.

"Oh ya udah saya naik taksi aja Tante," ucap Zahra.

"Nyari taksi susah di sini, biar diantar Aril aja ya, anterin Ara ya Ril,"

"Terima kasih Tante, saya jalan aja ke depan, pasti ada taksi," Zahra menolak lagi.

"Sudah malam Ra, ga baik anak perempuan jalan sendiri, biar Aril antar sampai rumah, nanti bunda kamu khawatir lho, Tante juga," ujar mama Elsa.

"Baiklah tante," Zahra menyerah lagi, dia harus satu mobil dengan atasannya.

"Yuk Ra," ajak Nazril menuju halaman rumah dimana mobil pojero hitamnya terparkir.

Seperti biasa Zahra naik di bangku tengah. Dan Nazril ada di balik kemudi.

Di perjalanan, sama seperti sebelumnya, Zahra melihat keluar jendela.

"Kamu baru lulus kuliah, berarti masih dua satu atau dua dua ya usianya?" tanya Nazril memecah keheningan dalam mobil itu.

"Iya kak, dua dua," sahut Zahra, dan diam-diam mengamati Nazril dari belakang.

Tampan dan gagah, itulah yang bisa ia gambarkan dari sosok seorang Nazril. Dan ketika dia mengamati, Nazril melihatnya dari kaca.

"Aku tahu aku tampan, segitunya lihatnya," goda Nazril. Zahra segera menunduk merasa malu telah ketahuan.

Dan Nazril menikmati momen itu dengan tersenyum puas, rupanya senang juga menjahili Zahra.

"Rumahmu sebelah mana?" tanya Nazril

"Di toko buku Sarjana, yang dekat dengan rumah sakit keluarganya kak Nazril," sahut Zahra.

"Ah yang itu," sahut Nazril. Tak lama kemudian mereka sampai di toko buku milik keluarga Zahra.

"Makasih kak," ucap Zahra sebelum meninggalkan mobil itu.

"Hmm," sahut Nazril. Kemudian mereka berpisah di sana.

Zahra tersenyum kecil setelah Nazril pergi, dia merasa bahagia diantar Nazril pulang.

"Apakah aku menyukainya?" lirih Zahra seraya melihat mobil Nazril yang kian jauh meninggalkan dirinya. Berulang kali dia menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ah nggak, nggak boleh, kak Nazril itu atasanku, ga boleh sampai jatuh cinta,"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!