Keesokan paginya, seperti biasa Zahra bekerja di kantor Nazril. Ia mengerjakan semua tugasnya dengan baik, mulai membuat minum, mengisi kertas di mesin printer dan fotokopi, mengisi kulkas dengan Snack. Setelah itu, ia kembali ke mejanya, dan para pegawai mulai berdatangan, namun sampai pukul sepuluh, Nazril belum juga nampak datang.
Zahra melihat kembali ponselnya, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih. Nazril juga tidak mengirim pesan kepadanya untuk pamit pergi kemana, atau ada apa hingga Nazril telat sampai jam sekian.
'Ah...Ara...memangnya kamu siapanya Pak Nazril, hanya pembantu umum di kantor ini, kenapa juga pak Nazril harus repot memberitahumu...' ucap Zahra dalam hati.
Ia pun kembali ke laptop miliknya untuk menggambar sketsa desain interior sesuai keahliannya. Belum pernah ada yang memakai desainnya, dia hanya menggambar apa yang dia suka dan juga desain yang menjadi impiannya.
Ketika ada pegawai lain yang membutuhkan bantuannya untuk mencetak sesuatu, atau mencarikan fisik file lama di gudang. Dengan cekatan ia mengerjakan semua itu, dan setelah selesai ia kembali ke depan laptopnya.
Hingga jam makan siang tiba, satu persatu pegawai meninggalkan kantor untuk makan siang. Zahra sholat dhuhur dan kembali ke mejanya dan memakan bekal yang disiapkan ibunya untuknya.
"Tak .. Tak..." suara sepatu hak tinggi bersahutan, diiringi gelak tawa canda muda mudi yang baru memasuki kantor itu.
Mata Zahra tertuju pada mereka, dan betapa terkejutnya Zahra, melihat Nazril yang datang bersama Bintang. Nazril juga melihat Zahra.
Jujur saja hatinya sakit dan teriris rasanya, melihat Nazril kedatangan mereka berdua.
"Ra, ga makan siang?" tanya Nazril sesampainya di dekat meja Zahra, dia tiba-tiba gugup di depan Zahra.
"Ini lagi makan kak," sahut Zahra.
"Ah iya benar, selamat makan kalau gitu," ucap Nazril yang segera masuk ruangannya menahan malu.
'Ariiilll ko bisa ga lihat Ara lagi makan,' Nazril merutuki kebodohannya.
"Kenapa jadi diam Ril?" tanya Bintang yang duduk di sofa sebelah Nazril.
"Ah ga pa pa, eh iya makasih ya sudah merekomendasikan desain aku buat rumah om kamu," ucap Nazril. Memang sedari pagi Nazril ditemani Bintang untuk bertemu om Irwan, sepupu dari papanya Bintang yang mau merenovasi rumah tinggal dan ingin memakai jasa arsitek, dan Bintang merekomendasikan Nazril kepada om Irwan itu, mereka merapatkan desain, bahan, dan anggaran renovasi rumah itu.
"Iya sama-sama, lain kali traktir aku makan ya Ril," ucap Bintang.
Zahra melirik ke dalam ruangan kaca tembus pandang itu, dan secara kebetulan Nazril juga melihat Zahra. Pandangan mereka bertemu sebentar, dan Zahra kembali menunduk menyantap makan siangnya.
'Aku ini kenapa sih? Bukannya memang mereka berdua sama-sama lajang, kenapa aku yang gusar, tapi kenapa hatiku sakit, apa aku menyukai kak Nazril?' batin Zahra.
'Zahra kenapa ya, kok mukanya kaya ditekuk gitu, apa ada yang memarahinya tadi ...' Nazril juga bertanya dalam hati.
"Ril, aku pergi dulu ya, mau persiapan pemotretan buat nanti sore, sebenarnya aku pengen banget diantar sama kamu, tapi pasti jawabmu sibuk," ucap Bintang yang berdiri dan membenarkan tok pendeknya di depan Nazril.
Nazril menghindari pemandangan itu dengan menunduk, dia merasa tak nyaman dengan gerak-gerik Bintang yang agak vulgar.
"Iya, kamu tahu sendiri kan," sahut Nazril.
Bintang kemudian meninggalkan kantor itu. Nazril melihat Zahra telah menutup kotak bekalnya, dan menenggak minuman dari botol minumnya.
"Ah pasti dia sudah selesai makan siangnya," ucap Nazril seraya meraih gagang telepon dan memanggil intercom Zahra.
"Ra, cepatlah kemari," pinta Nazril.
"Baik Pak," sahut Zahra, ia membereskan mejanya dan langsung ke ruangan Nazril di sebelahnya.
"Iya Pak," ucap Zahra. Nazril melihat Zahra memasuki ruangan kerjanya, tetiba Nazril terbengong beberapa detik menjadi lupa apa yang hendak ia sampaikan.
"Pak, Pak Nazril," Zahra memanggil Nazril karena merasa atasannya itu tidak menyahut panggilannya.
"Ah iya, duduklah Ra," pinta Nazril. Zahra hanya menurut.
Nazril mengambil paper bag kecil dan mengeluarkan isinya, kemudian berjalan dan duduk di sofa sebelah Zahra.
"Ini buat kamu," Nazril memberikan segelas minuman yang tadi dia beli ketika makan siang bersama Bintang.
Zahra meraihnya dan membaca label cup minuman dingin itu, dalgona coffee, normal ice, less sugar.
"Aku ga tahu kamu suka apa, tapi semoga kamu suka," ucap Nazril.
"Iya Pak, terima kasih," sahut Zahra.
"Minumlah,"
Zahra mencoblos cup minuman itu dan mulai menyeruputnya, 'hmmm beneran enak,' batinnya, dan mulai saat itu dalgona coffee itu menjadi minuman favoritnya, entah karena minuman itu memang enak, atau karena Nazril yang memberikannya.
"Enak?" tanya Nazril. Zahra tersenyum dan mengangguk mengiyakan.
"Lain kali aku bawakan lagi, atau kita ke sana kalau kamu mau," ucap Nazril, mendengar hal itu, Zahra berbunga-bunga hatinya, eh tapi kenapa.
"Kamu aku lihat tadi cemberut saja, apa ada yang marahin kamu ketika saya ga ada di kantor?" tanya Nazril.
"Nggak, nggak ada kok Pak," Zahra mengingat-ingat, apa wajahnya terlihat sejelas itu kesalnya, karena ia tadi memang kesal.
"Jangan panggil Pak kalau kita cuma berdua, lagian ini jam istirahat," ucap Nazril.
"Eh, iya Kak,"
"Oh iya Ra, aku tadi dari pagi ada meeting dengan klien, dan kliennya itu om nya Bintang yang pengen dibikinin desain rumah, makanya tadi Bintang ikut meeting, biar ga canggung, soalnya baru pertama kali juga kenal sama om Irwan itu," Nazril dengan begitu saja menjelaskan kepada Zahra tentang dirinya hari ini.
"Iya Kak, tapi, kenapa Kak Aril menjelaskan hal itu kepada saya?" Zahra bertambah senang mendengar Nazril memberikan penjelasan padanya, tapi kenapa harus senang, dia juga belum tahu alasannya.
Nazril terdiam sejenak, iya juga, kenapa dia begitu saja bercerita panjang lebar pada Zahra, padahal Zahra juga tidak bertanya. Dalam hatinya ia tidak ingin Zahra salah paham mengenai hubungannya dengan Bintang.
"Ah, karena kamu juga asisten saya, nanti kalau ada yang tanya, kamu bisa jawab," sahut Nazril seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Asisten? Bukannya saya hanya pegawai bagian umum saja?" tanya Zahra. Lagi-lagi Nazril dibuat blunder dengan kata-katanya sendiri.
"Mulai sekarang kamu asisten saya, ke depannya, kalau saya pergi dinas atau meeting, akan kabarin kamu," ucap Nazril dengan segera.
"Ah, begitu, baik Kak," sahut Zahra mengangguk-angguk.
"Sudah, kembalilah bekerja, atau mau keluar sebentar, masih ada sepuluh menit sebelum jam istirahat selesai," ucap Nazril.
"Baik Pak, saya kembali ke meja saya saja," Zahra berdiri dan meninggalkan ruangan itu.
Nazril melihat Zahra sibuk dengan laptopnya, ia penasaran apa yang dikerjakan gadis itu, kemudian ia meraih ponselnya dan mengetik pesan untuk Zahra.
"Ra, nanti pulang sama saya ya, ada yang pengen aku tunjukin di rumah,"
"Baik kak," jawab Zahra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments