"Astaga!"
"Berbalik! Cepat berbalik badan!" kata Zaleya panik karena saat itu ia hanya menggunakan handuk di tubuhnya. Ia kaget karena Rayyan pulang lebih cepat dari waktu kepulangannya. Biasanya memang Zaleya sudah mandi dan rapi saat Rayyan pulang. Kini, tanpa diduga ia pulang lebih cepat dari biasanya, Zaleya yang masih melakukan aktifitas rutin pun mendadak panik.
"Awas kalau kau curang, Rayyan! Kau tak boleh melihatku! Kenapa kau pulang di jam ini? Harusnya kau mengabari jika akan pulang cepat! Hmm, atau kau sengaja ingin mengganggu aktivitasku yaa! Tetap begitu! Awas kalau kau sampai berbalik!"
Zaleya terus saja bicara sambil berjalan cepat menuju lemari dan mengambil pakaiannya, sementara Rayyan hanya menggelengkan kepala mendengar celotehan Zaleya.
Rayyan sebetulnya datang untuk memberi kabar duka pada Zaleya, tapi Zaleya justru bersikap jenaka. Semua begitu aneh, keduanya sudah menikah tapi mengalami hal-hal seperti ini.
Leya, andai kau tahu apa yang membuat aku pulang lebih awal. Tunggu, aku biasanya mudah tersulut emosi melihatnya, tapi kenapa kali ini tidak. Apa kata-kata ibu Benhur mulai mempengaruhiku? Tidak, pasti bukan karena itu! Yang benar adalah karena Zaleya sedang berduka dan aku tak boleh mengganggunya di saat seperti ini. Mengganggu? Kenapa aku menggunakan kata mengganggu, bukankah seharusnya membencinya? Tidak, singkirkan ini semua dulu! Ingat satu tujuanmu Rayyan, memberitahu kabar duka kepergian ibu Benhur! Hah, kasihan Leya, entah bagaimana reaksinya nanti.
"Rayyan! Kau melamun apa? Aku sudah selesai! Kau ada keperluan di kamar, kan? Kalau begitu aku akan keluar!"
Zaleya merasa tenang Rayyan tak mengganggunya tadi. Situasi seperti tadi sungguh tak terbayangkan akan terjadi. Zaleya sadar akan kesalahannya di masa lalu, ia pun memilih memberi jarak bagi keduanya. Ia tak ingin ada momen terbentuk sedang kesalahpahaman keduanya belum selesai.
Zaleya baru saja meraih gagang pintu saat didengarnya Rayyan memanggil. "Leya, tunggu! Jangan keluar, aku ada perlu denganmu!"
Rayyan memanggilku? Ada perlu denganku? Perlu apa? Apa Elif sudah memberitahu padanya tentang sikap kasar ku padanya tadi siang? Dasar wanita pengadu! Tunggu ... Atau mungkin ia ingin membahas penampilan tak seronokku tadi? Ahh, itu sangat memalukan, Leya!
Zaleya berbalik badan. "Perlu apa? Hmm ... Lupakan apa yang kau lihat tadi!" kata Leya spontan.
Rayyan kaget dengan asumsi Zaleya. "Aku bukan ingin membahas itu!"
"Oh, lalu?"
"Kita duduk dulu!" Rayyan bicara dengan intonasi rendah.
Ishh Rayyan aneh, kenapa bahasanya seperti itu? Apa tak salah ia bicara lembut padaku? Lelaki pintar bersandiwara, sepertinya ia akan memarahiku perihal Elif, tapi mengawalinya dengan ucapan manis.
"Kau mendengarku, bukan? Kemari lah!" Zaleya tersenyum getir. Ia perlahan mendekat.
"Duduk lebih dekat!"
"Tidak, aku di sini saja, Rayyan! Aku bukan wanita baik! Kau juga membenciku, kan?" Zaleya mempertahankan diri untuk duduk di sudut sofa. Rayyan menghela napas.
"Baik terserah. Leya, ada berita yang ingin aku sampaikan padamu!"
Zaleya yang sejak tadi menundukkan kepala mengangkat wajah. "Berita apa?" tanyanya dengan bola mata membulat.
Rayyan kembali menguatkan dirinya sebelum bicara. Disadarinya bahwa kehilangan orang tercinta tidaklah mudah. Ia sebetulnya berat dan tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Zaleya. Meski selama ini ia membencinya, tapi ia juga tahu bahwa Zaleya tak ubah sepertinya telah kehilangan banyak orang-orang terdekatnya.
"Leya, hmm-- kau ingat saat Mima meninggal, aku begitu terpukul. Mima adalah satu-satunya orang yang kumiliki di dunia ini, orang yang berjasa dalam hidupku." Zaleya spontan mengangguk meski heran mengapa Rayyan tiba-tiba membicarakan Mima.
"Tapi aku nyatanya tegar atas kepergiannya. Apakah aku salah, Leya? Apakah menurutmu hatiku begitu keras hingga bisa menerima kepergiannya, menerima takdirku?" Zaleya menggeleng.
"Tidak, Rayyan! Semua karena kau memang harus mengikuti rencana Pencipta. Semua yang ditakdirkan terjadi tak bisa diputar sesuai ingin kita. Jika bersedih pun Mima tak akan hidup kembali. Sikapmu benar dengan ikhlas menerimanya," lugas Zaleya.
Rayyan mengangguk. Dalam hatinya senang sebab Zaleya bisa berpikir itu. Rayyan pun merasa akan lebih mudah menyampaikan segalanya pada Zaleya, ia nyatanya paham dengan makna penghambaan yang tak bisa menolak kehendak Pencipta.
"Leya, hal yang akan aku bicarakan i-ni adalah perihal i-bumu." Suara Rayyan terdengar parau.
Zaleya mendadak bungkam. Dadanya seketika sesak dan sulit bernapas. Otaknya dipenuhi setiap ucapan Rayyan sebelumnya mengenai kematian hingga kalimat terakhirnya mengenai kabar ibunya. Zaleya adalah wanita yang peka, otaknya mulai berasumsi. Air mata seketika terus memaksa keluar dari sudut matanya.
"Rayyan tidak! Jangan! Jangan katakan apapun hal buruk perihal ibuku! Tidak Rayyan!" Zaleya terus menggeleng dengan air mata yang terus berlinang. Hingga tiba-tiba Zaleya menarik napas panjang dan bicara.
"Katakan jika asumsiku salah! Semua bukan ten-tang kepergian ibu-ku, kan?" Kalimat sulit itu terlontar, Zaleya melontarkan asumsinya. Ia menatap lekat wajah Rayyan, menunggu jawaban yang akan diterima.
"Sa-yangnya asumsimu benar." Rayyan menunduk.
Tangisan Zaleya pecah, air mata yang sesaat tadi ditahan kembali menguar. Ia menangis tersedu dan terisak. Rayyan lelaki dengan empati tinggi, ia spontan mendekat. Ia dekap tubuh yang sudah tanpa tenaga. "Kau harus kuat, Leya!" ucapnya.
Sesaat suasana hening meninggalkan isakan Zaleya saja yang terdengar. Hingga tiba-tiba Zaleya mulai bicara lagi. "Mengapa semua harus menimpaku, Rayyan? Mengapa takdirku seperti i-ni? Aku hanya punya ibu dan Tuhan mengambilnya ju-ga ...." Isakan Zaleya semakin kencang. Rayyan terdiam. Ia tahu bagaimana hancurnya hati Zaleya kini sebab ia pernah berada di posisi itu.
Teori kesabaran dan keikhlasan memang sesuatu yang mudah diucap. Tapi, saat kita dihadapkan pada ujian itu sendiri, reaksi spontan yang muncul adalah kekecewaan dan rasa marah. Semua lumrah.
Rayyan bungkam, ia memberi waktu Zaleya memulihkan dirinya sendiri. Pengalaman telah mengajarkannya bahwa bukan ucapan orang lain yang menjadi obat untuk memulihkan rasa sakit, tapi sebaliknya diri sendiri lah obat terbaik itu. Ia membiarkan Zaleya mengubah sendiri mainset yang saat ini memenuhi otaknya.
Disapu lembut kepala yang kini bersandar di dadanya. Rayyan tak memberi kekuatan lewat kata-kata, tapi ia memberi dukungan melalui bahasa tubuhnya, sentuhannya, akan keberadaannya. Bahwa saat itu ia ada di samping Zaleya, Zaleya tak sendiri.
Ia Zaleya yang beberapa saat terus menangis tiba-tiba mengangkat wajahnya. "Rayyan, di mana jasad ibuku kini? Kita harus mengurus penguburannya segera."
Rayyan mengangguk. Zaleya nyatanya cukup dewasa, tak menunggu lama ia telah memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya pada jasad mendiang Benhur.
"Jasad ibumu sedang dalam perjalanan dibawa ke rumah ini!"
Ketika menenangkan Zaleya, secara diam-diam Rayyan mengirim pesan pada Mehmed untuk mengantar jasad Benhur ke rumah. Mehmed pun langsung menerima perintah dan menjalankannya.
..._________...
...Happy reading, Senin manis jangan lupa like, komen, rate dan votenya yaa😁😘💕...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪
smoga rayyan bisa lekas tau kebenaran masa lalu leya..
2023-11-28
1
Dwisya12Aurizra
yupz betul banget,ikhlas mudah diucapkan tapi kenyataannya sangat sulit untuk dilakukan 🤧
2023-11-27
1
Dwisya12Aurizra
halal leya halal 🙈
2023-11-27
1