Digenggamnya erat jemari Benhur, entah kebetulan macam apa, namun setelah Rayyan datang Benhur tak mengalami kejang lagi. Ia tampak lebih tenang dan kini terus menatap lekat wajah Rayyan.
Rayyan bingung, dilihatnya bulir terus menetes dari sepasang bola mata berwarna biru seperti halnya yang dimiliki Zaleya. Rayyan pun mulai berinisiatif, ia mendekatkan wajahnya dan mulai berbisik.
"Ibu Benhur, ini aku Rayyan, kau mencariku, bukan? Aku datang, telah datang untukmu. Aku disini dengan seluruh cinta berharap yang terbaik untuk kondisimu. Tetaplah berjuang jika kau masih merasa sanggup, tapi berhentilah jika kau lelah."
Rayyan sendiri bahkan tak tahu apa yang baru diucapkannya. Semua terlintas begitu saja. Melihat kondisi Benhur seperti itu sekian lama, nyatanya ia tak kuat juga. Merasa kasihan.
Rayyan kaget, dirasakan Benhur memperkuat genggaman tangannya seperti hari itu. Rayyan menatap seksama Benhur. "Ray-yan," suara lirih nyaris tak terdengar hanya seperti udara berhembus tertangkap mata Rayyan.
"Ka-u memanggilku, Ibu? Ya, aku di sini," lirih Rayyan.
"Le-ya." Kini Benhur berusaha keras menyebut aksara nama sang putri.
"Leya maksud ibu? Leya baik, ia di rumah. Apa kau ingin bertemu Leya? Kau ingin putrimu datang, kah?" Benhur menggeleng perlahan. Napasnya tersengal-sengal dan genggaman tangannya bertambah kuat. Rayyan mulai khawatir. Ia tatap grafik di monitor semakin tak beraturan. Ia akan berdiri memanggil dokter, tapi jemari Benhur menahannya.
"Ma-af ... Ma-af ...." Benhur kembali bicara.
"Maaf? Ibu, izinkan aku memanggil dokter, kau sepertinya membutuhkannya," tukas Rayyan. Wajah ibu Benhur meringis seakan memohon. Air matanya masih berurai dan tarikan napasnya semakin berat. Rayyan bingung tapi tak bisa beranjak sebab eratan jemari Benhur sangat kuat. Ia pasrah dan duduk kembali akhirnya.
Lagi-lagi Rayyan menatap Benhur seksama. Dilihatnya Benhur berusaha keras untuk bicara lagi. "Le-ya .... ja-ngan ben-ci Le-ya!"
Rayyan mematung, Benhur nyatanya tahu ia kini membenci Zaleya. Setiap Zaleya menjenguk memang ia akan menceritakan perihal hubungannya dengan Rayyan. Sejak kecil hubungan Zaleya dan Benhur sangat dekat, mereka saling memiliki satu sama lain. Zaleya yang merasa perlu mengeluarkan isi hatinya akan datang pada Benhur. Benhur memang tak merespon, tapi ia tak tuli dan ingatannya masih sangat bagus meski mengalami koma panjang.
"Ray-yan, Le-ya tak sa-lah ... ja-ngan ben-ci Le-ya!
Benhur berusaha keras bicara dengan kalimat panjang, namun setelahnya terdengar suara lengkingan dari patient monitor bersamaan dengan terlepasnya genggaman tangan Benhur. Rayyan panik, grafik dalam monitor kini hanya sebuah garis lurus, dilihat setelahnya Benhur telah memejamkan mata.
Rayyan segera beranjak mencari dokter, tak menunggu lama dokter dan beberapa perawat datang. Mereka melakukan tindakan penyelamatan, namun beberapa saat setelahnya dokter keluar dengan raut penyesalan. "Maaf, ia tak selamat," lirih Dokter.
Rayyan syok. Benhur meninggal di depan matanya. Kalimat demi kalimat yang diucapkan Benhur terus terngiang. Ia sesaat menjadi linglung, bingung bagaimana cara memberitahunya pada Zaleya.
***
Hari menjelang sore saat mobil Rayyan memasuki pelataran. Usai mengurus segalanya Rayyan akhirnya pulang. Alicia seperti biasa sudah menyambut di muka pintu.
"Bibi, aku perlu bicara denganmu!" ucap Rayyan seketika.
Keduanya akhirnya menuju ruang kerja. Di sana Rayyan menceritakan hal yang terjadi pada Benhur. Alicia tak kalah syok. Ia pun menyarankan agar Zaleya perlu diberitahu secepatnya sebab pemakaman harus segera dilakukan, tak baik menunda. Rayyan membenarkan ucapan Alicia, ia lalu menuju kamar sesuai petunjuk Alicia. Zaleya memang baru saja masuk ke kamar usai membantu Damian memetik anggur.
Rayyan sedang berjalan saat dirasakan ponselnya terus bergetar dan berdering lirih. Saat mengadakan rapat dengan Aslan, Rayyan memang mengecilkan volume ponselnya. Kini bukannya langsung mengangkat, Rayyan justru terdiam saat melihat nama Elif di layar ponsel. Ia yang sedang berpikir bagaimana cara memberitahu Zaleya perihal kematian ibunya tak ingin dipusingkan dengan hal lain dulu. Ia pun mengabaikan panggilan Elif.
Rayyan masih bergeming saat diingatnya setiap perkataan Benhur menjelang ajalnya. Benhur terus meminta maaf dan mengatakan untuk tak membenci Zaleya.
Mungkinkah semua perihal kejadian masa lalu? Tapi mengapa ibu Benhur begitu membela Leya. A-pa selama ini asumsiku salah? Tapi__
Rayyan langsung mengambil ponselnya di saku. Tiba-tiba ia terpikir untuk menghubungi seseorang, Mehmed sang pengacara.
"Paman Mehmed, maaf mengganggu anda," ucap Rayyan saat panggilan terangkat.
"Ya, Tuan. Jika anda ingin menanyakan perihal berkas kepulangan mendiang nyonya Benhur semua telah beres, Tuan."
Saat di Rumah Sakit Rayyan memang meminta Mehmed datang ke Rumah Sakit untuk mendampingi Alicia dalam mengurus berkas kematian dan kepulangan Benhur. Kini, Mehmed begitu yakin alasan Rayyan menghubunginya adalah untuk menanyakan masalah tersebut. Sayangnya dugaannya salah.
"Oh tentu terima kasih, Paman. Aku akan mengabari kapan jasad ibu Benhur bisa diantar ke rumah. Oh ya Paman, sebetulnya ada hal lain yang ingin aku bicarakan. Aku membutuhkan bantuanmu lagi, Paman," lugas Rayyan.
"Oh ya? Masalah apa itu? Tentu aku akan membantumu, Nak."
"Aku ingin kau mencari tahu semua hal yang terjadi empat tahun lalu pada keluarga tuan Emran Eskuela Mikana, ia adalah seorang bendahara pada Jewery Sonora Company!"
"Baik, siap saya laksanakan, Tuan."
Rayyan kembali berjalan usai panggilan terputus. Ia terdiam sesaat di muka kamar, baru setelahnya memutuskan membuka pintu.
"Leya? Kau di dalam?"
Rayyan bingung tak mendapati Zaleya dimanapun, hingga tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka.
"Astaga!"
..._________...
...Happy reading💕...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪
innaalillahi wa innaailahi rojiun
2023-11-28
1
Dwisya12Aurizra
Rayan mingkem!! 🤭
2023-11-27
1
Dwisya12Aurizra
makanya dengerin dulu penjelasan zaleya
2023-11-27
1