Zaleya membuka kamar secara perlahan. Ia berjalan sambil terus mengusap bahu Nuca yang berada dalam gendongannya. Sesaat sebelum memasuki kamar, Zaleya sudah menyusui Nuca hingga tertidur lebih dahulu. Zaleya pun kini dapat masuk ke kamar dalam keadaan tenang.
Zaleya mengedar pandang mencari keberadaan Rayyan, hingga dilihatnya Rayyan sedang duduk di balkon. Zaleya menghampiri. Ia ingin menagih janji Rayyan, mereka akan bicara malam itu.
"Kenapa duduk di sini? Udara di luar sangat dingin, Rayyan," kata Zaleya.
"Di mana Nuca? Apa ia telah tidur?" Bukannya menjawab tanya Zaleya, Rayyan justru mempertanyakan Nuca.
"Sudah," jawab Zaleya singkat.
"Katamu tadi ingin bicara, kau bisa bicara sekarang!"
Zaleya menatap Rayyan. Jika sebelumnya ia sangat menggebu-gebu untuk bicara, kini saat Rayyan mempersilahkan ia justru merasa gugup. Zaleya menetralkan hatinya baru kemudian bicara.
"Rayyan, aku ingin meminta maaf atas kesalahanku di masa lalu."
Zaleya bicara lirih, ia tahu membahas masa lalu pasti menyakitkan untuk Rayyan, tapi Zaleya ingin jika Rayyan tahu bahwa dulu ia terpaksa menikah dengan Emir dan bukan berselingkuh seperti tuduhan Rayyan selama ini.
"Katakan hal apapun tapi jangan membahas masa lalu!" ucap Rayyan singkat. Ia menatap lurus ke arah perkebunan anggur. Meski hanya lampu-lampu tinggi yang terlihat di beberapa bagian, tapi suasana malam sungguh terasa nyaman dan tenang.
"Tapi kita tidak bisa menatap masa depan sebelum menyelesaikan kesalahpahaman ini," kata Zaleya lagi. Tekadnya kuat untuk menyelesaikan semuanya malam ini. Ia sedih terus dibayangi masa lalu, dianggap pengkhianat dan seketika menjadi musuh bagi Rayyan, orang yang sejatinya selalu dicintainya. Sesungguhnya hanya Rayyan lah orang yang benar-benar mendiami hati Zaleya dan bukan Emir.
"Masa depan? Apa aku tak salah dengar?" lugas Rayyan. Ia berdiri, tangannya spontan memegang pagar pembatas balkon.
"Tidak! Karena mau atau tidak mau kita akan menghadapi masa depan bersama! Ingat Rayyan, kau sudah menikahiku! Oke mungkin kau menganggap pernikahan ini hanya sebatas memenuhi permintaan nenek, tapi kita berdua pun tahu bagaimana kesakralan pernikahan di mata agama!"
Rayyan membeku. Ia membenarkan kata-kata Zaleya. Kini, Rayyan seolah terkungkung dengan keputusannya sendiri, ia melupakan dampak yang akan timbul usai pernikahan terjadi. Rayyan pun bingung menjawab pernyataan Zaleya, sedangkan mimpi menjalani masa depan bersama Zaleya telah ia singkirkan.
"Rayyan, aku tahu kau pasti masih marah padaku, tapi kau pun harus tahu duduk permasalahan yang terjadi. Aku tak pernah menduakan mu, Rayyan! Tak ada pengkhianatan! A-ku terpaksa menikah dengan Emir kala itu. Kami berdua juga berat melakukannya, tapi kami tak ada pilihan. Saat itu kami___
"Hentikan, jangan bicara lagi! Aku tak mau mendengar apapun tentang kalian!" sanggah Rayyan.
"Tapi kau harus tahu segalanya!"
"Jika semua benar, seharusnya kalian menjelaskannya sejak dulu, tapi kalian tak melakukannya! Kalian seolah hilang ditelan bumi. Kemana saja kalian? Oh ya, pasti kalian sedang menjalani pernikahan dengan begitu indahnya, bukan?" Zaleya terus menggeleng mendengar ucapan Rayyan.
"Tidak sedikitpun, Rayyan! Rayyan, tunggu kau mau kemana? Rayyan jangan pergi! Kita belum selesai bicara, Rayyan!" Zaleya kaget karena tiba-tiba Rayyan berdiri dan berjalan meninggalkannya.
"Stop! Jangan mengejarku! Aku lelah, Leya!"
Zaleya membeku, usahanya lagi-lagi gagal.
***
"Hai Rayyan, kudengar dari papa bahwa kau sudah mengajukan surat pengunduran diri. Apa itu benar?"
Seorang gadis muda dengan rambut lurus sebahu masuk ke ruangan kerja Rayyan. Ia adalah Elif putri dari pemilik perusahaan konstruksi tempat Rayyan bekerja sebagai juru gambar. Sepekan ini memang Rayyan belum bisa meninggalkan perusahaan itu. Ia harus mendampingi penggantinya lebih dahulu, menjelaskan proyek-proyek yang sedang berjalan dan konsep design yang dilakukan.
Perlu diketahui, Elif adalah rekan sekampus Rayyan saat kuliah di Qatar. Elif juga lah yang membawa Rayyan bekerja ke perusahaan sang papa. Kendati keduanya berteman, mereka sangat profesional saat berada diantara pekerja. Elif akan berprilaku sebagai atasan, sedang Rayyan adalah bawahannya.
"Betul. Kau tahu sendiri nenekku sudah tiada. Aku harus menggantikan posisinya di perusahaan," jawab Rayyan. Elif menganggukkan kepala.
"Akhirnya kau mengambil alih perusahaan itu."
"Aku tak ada pilihan. Ya mungkin sudah saatnya aku berada di sana," terang Rayyan.
"Perusahaan kami akan sangat kehilanganmu, Rayyan. Terutama aku," jelas Elif. Elif memang sudah lama menyukai Rayyan, tapi Rayyan tak sedikitpun meliriknya. Bagi Rayyan, Elif hanya sekadar teman.
Elif berjalan mendekat ke kursi Rayyan. Ia berdiri di belakang kursi dan meletakkan sepasang jemari lentiknya di bahu Rayyan. "Katakan kita akan tetap berteman, bukan?" bisik Elif. Rayyan meraih jemari Elif. "Tentu saja, silahkan duduk dengan baik, Papamu bisa sewaktu-waktu datang," ucap Rayyan yang merasa tak nyaman dengan perilaku Elif. Elif tersenyum, ia senang mengganggu Rayyan.
"Rayyan, aku ingin mengajakmu dinner malam ini. Anggaplah sebagai jamuan perpisahan dari perusahaan. Kau bisa, bukan?" kata Elif setelahnya. Rayyan terdiam.
Dalam diam sesungguhnya Rayyan berpikir, ia sadar tak akan berada di perusahaan itu dan mendapat banyak pengalaman jika bukan karena Elif. Ia pun akhirnya mengangguk, menyetujui permintaan Elif.
"Oke good. Aku akan memberi alamat restorannya nanti. Sebelumnya terima kasih, Rayyan. Kau tahu Rayyan, aku senang kau menerima ajakanku!" Elif memberi senyum terbaiknya, namun Rayyan hanya mengangguk datar.
"Oh ya Rayyan, apa hari ini kau sedang tak enak badan?" tanya Elif lagi. Ia menyadari wajah Rayyan tak sesegar biasanya.
Rayyan tersenyum. "Aku baik. Ya, sedikit kurang tidur saja semalam," ucap Rayyan.
Rayyan menghela napas. Ia spontan mengingat peristiwa semalam, tentang ia yang berusaha untuk tidur, tapi selalu gagal. Mata dan otaknya seolah tak menginginkan itu terjadi. Ia terus memejamkan mata dan berusaha tak mendengar apapun, tapi otaknya terus berbisik memintanya untuk membuka mata. Ia akhirnya membuka mata, hingga tampaklah semua hal yang terjadi.
Dilihatnya semalam Zaleya yang dimintanya untuk tidur di ranjang sementara ia mengalah tidur di sofa sedang memiringkan tubuh memberi asi Nuca. Pemandangan yang seharusnya tak dilihat, tapi dilakukan. Rayyan sebetulnya menyadari Nuca sedang rewel malam itu dan Zaleya terus berusaha menenangkan Nuca.
Sesekali terdengar Zaleya bicara bak seorang kawan pada Nuca, bersenandung dan terus melakukan apapun agar Nuca tenang, namun Nuca terus saja berceloteh tak jelas diselingi isakan. Terdengar pula kecapan Nuca saat menyusu namun Nuca segera menghentikannya, begitu terus menerus. Dalam hati Rayyan merasa kasihan pada Zaleya dan ingin bangun membantu, tapi ia urungkan sebab tak ingin membuat Zaleya tak nyaman. Semalam ia pun berpura-pura tidur, sedang Zaleya tak menyadari Rayyan memperhatikan aktivitasnya dikarenakan suasana yang temaram. Bagaimana tidak, satu-satunya lampu yang menyala di kamar itu adalah lampu tidur di sisi ranjang.
"Rayyan! Rayyan! Apa kau melamun? Rayy__
"Eh iya Leya? Ada apa?"
Sepasang mata dengan bulu mata lentik terbuka sempurna. "Leya? Rayyan, siapa nama yang baru saja kau sebut?"
...___________...
...Happy reading, ditunggu like dan komennya selalu yaa, Sayang-sayangkuu❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
sabar leya, jika Rayan tak pernah menganggap mu ada kamu juga bisa bersikap yang sama, anggap aja Rayan manusia tak kasat mata 🤭 palingan nanti Rayan uring-uringan sendiri.
2023-11-22
1
꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂
namanya pertemanan antara laki-laki dan perempuan itu tak ada yg murni ada yg salah satunya ngarep lebih atau dua2nya punya rasa yg sama,Elif mungkin merasakannya.
mencurigakan nih tingkah Elif
2023-11-22
1
🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪
apakah elif punya maksud tertentu dg mengajak rayyan dinner?
sebaiknya rayyan ajak leya pas dinner yntk menghindari anu🤔
2023-11-22
2