BABYSITTER MENDADAK ISTRI

BABYSITTER MENDADAK ISTRI

MENDADAK BABYSITTER

"Aku tak mau tahu, kau harus bisa meredakan tangisan Nuca, Alic! Buatkan ia susu yang baru dan coba berikan lagi kepada Nuca! Jika ia tak mau meminum botolnya, berikan dengan sendok! Lakukan apapun sampai kita mendapatkan ibu susu untuknya. Aku akan segera sampai di rumah!"

Seorang wanita paruh baya masih berbicara di telepon saat tiba-tiba mobil yang membawanya berhenti mendadak hingga ponsel yang digenggamnya terjatuh.

"Rudi, hati-hati! Tunggu! Jangan bilang kalau kita baru saja menabrak seseorang!"

Mima biasa ia dipanggil kini menatap tajam ke arah Rudi sang sopir yang tampak gelisah. Ia bahkan membayangkan adegan dalam film-film yang ditontonnya terjadi, tentang sebuah mobil yang tiba-tiba berhenti usai menabrak sesuatu. Di sisi lain, Rudi jelas ketakutan, ia merasa bingung sebab asumsi majikannya itu nyatanya benar. Beberapa detik lalu ia telah menabrak seseorang.

"Kenapa melamun? Cepat keluar! Lihat apa yang terjadi! Jangan sampai aku mendapat masalah karena perbuatanmu!" bentak Mima membuat lelaki berusia tiga puluhan itu dengan cepat membuka pintu dan keluar dari mobil.

Mima baru saja bangkit usai mengambil ponsel saat jendela di sampingnya diketuk oleh seseorang dari luar. Wajah pucat Rudi memenuhi jendela, Mima mengerutkan dahi. "Mengapa wajahmu seperti itu?" tanyanya.

"Nyonya besar, ampun!" lirih Rudi.

"Ada apa denganmu? Kenapa harus memohon ampun padaku?" Wajah Mima bertambah bingung saja.

"Ki-ta baru saja menabrak seseorang, Nyo-nya ...."

"Menabrak? Gila!"

Kaki-kaki dengan kulit yang mulai menipis dan urat-urat terlihat di area betis perlahan mulai menapak ke aspal. Mima keluar dari mobil untuk melihat apa yang terjadi.

"Astaga! Kau bisa membuatku di penjara! Cepat bawa wanita muda itu masuk ke dalam mobil sebelum banyak orang melihat kejadian ini!" teriak Mima. Ia mendekati wanita muda yang tergeletak di depan kap mobil dengan darah menetes di pelipis sebelah kanan. Perlahan Mima mengambil tas di atas tubuh si wanita, mendekati pintu dan membukanya lebar agar Rudi bisa dengan mudah memindahkan tubuh si wanita masuk ke mobil.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Nyo-nya?"

Dua pasang mata kompak menatap gadis tak sadarkan diri yang kini sudah bersandar di kursi mobil. Mima yang duduk di samping si wanita perlahan meraih lengan wanita itu. Ia mulai mengecek Nadinya. "Ia tak meninggal," ucap Mima. Rudi mengangguk.

"Betul, tadi saya juga sudah mengeceknya," kata Rudi.

"Kita putar balik dan bawa dia ke rumah dokter Albert! Aku tak mau masalah ini melebar!"

"Ba-ik, Nyonya." Mobil seketika diputar dan Rudi langsung melajukan mobil itu menuju kediaman dokter Albert, dokter kepercayaan keluarga Ghani.

"Hati-hati saat mengemudi, Rud! Pikiranku sedang kacau lantaran memikirkan Nuca, kini kau justru menambah masalah baru. Apa kau ingin nenek tua ini mati mendadak atau mungkin mendekam di penjara? Apa kau tak kasihan dengan anak dan keluargamu jika ayahnya harus mendekam dalam jeruji besi? Bahkan cucu tercintaku belum menikah! Huh, entah siapa gadis ini? Semoga saja lukanya tak parah!" Mima terus saja bicara. Ia tak menyadari gadis di sampingnya mulai membuka mata.

"A-ku di mana?" Ucapan lirih terdengar. Mima langsung menepuk bahu Rudi. "Rud, dia sadar!"

"Sayang, tolong jangan takut oke! Sopirku tadi tak sengaja menabrak mu, tapi tenang saja kami akan bertanggungjawab." Mima menatap si wanita, ia bicara sambil mengusap lembut lengannya.

"Antar-kan saja aku pulang, Nyo-nya. Aku tak apa-apa," lirih wanita itu membalas ucapan Mima.

"Bagaimana bisa seperti itu, jelas-jelas pelipis mu berdarah dan kau tak sadarkan diri tadi. Tenang saja, kami bukan orang jahat, Sayang!"

"Ini hanya luka kecil. Aku yang salah. Aku melamun saat menyebrang tadi. Aku sungguh tak apa-apa, Nyonya. Aku pingsan pasti karena perutku kosong. Tolong biarkan aku pu-lang ...." Si wanita mengulangi lagi pintanya.

"Perutmu kosong? Apa kau belum makan sebelumnya?" Rasa empati Mima muncul. Ia menatap wanita itu secara seksama. Wanita dengan wajah pucat itu menggeleng menanggapi ucapan Mima.

"Baik kami akan memeriksa kondisimu, memberimu makan, baru setelahnya mengantarmu pulang, oke!"

"Tidak perlu, Nyo___

"Tak ada bantahan! Kau harus menurut!" tegas Mima setelahnya membuat si wanita bungkam. Ia takut.

"Maaf aku tak bermaksud berkata kasar, Sayang. Oh ya, kita belum berkenalan. Siapa namamu, Nak?"

"A-ku Za-leyaa."

***

"Leya, jadi bagaimana? Kau mau kan melakukan permintaan nenek tua ini?" Suara Mima mengagetkan Zaleya yang sedang menatap sebuah bingkai. Semua masih seperti mimpi. Sebulan lalu ia bertemu Mima, membuatnya mendapatkan pekerjaan dan kini Mima tiba-tiba meminta hal yang tak masuk akal baginya, menjadi menantu keluarganya.

"Leya Sayang ...."

"Nuca menangis, ia pasti mencari ku, Nek!"

"Leya ... Leya ... tunggu kau harus menjawab pertanyaanku dulu!"

"Maaf Nenek, seperti ucapanmu Nuca kini adalah tanggung jawabku dan kau tentu tak suka jika aku mengabaikan cicit kesayanganmu itu, bukan?" ucap Zaleya seraya menoleh sekilas. Ia kembali berjalan cepat menuju kamar Nuca setelahnya.

Zaleya terpaksa mengabaikan wajah kecewa Mima. Ia yang beberapa saat lalu bingung bagaimana menolak pinta Mima, kini merasa tenang telah terbebas dari intimidasi Mima usai masuk ke kamar Nuca. Bayi kecil yang kini diasuh, bahkan mendapat asinya.

Cap cap cap

Zaleya tersenyum, mendengar kecapan Nuca yang begitu puas sebab dahaganya terpenuhi sungguh hal terindah bagi Zaleya. Namun senyum itu seketika berubah menjadi bias kesedihan, lantaran disadari hak asi yang seharusnya hanya milik darah dagingnya kini telah ia berikan pada bayi yang tak pernah dikenalnya.

Nayna ... Sayang ... semoga kau bahagia di alam sana. Kau telah pergi bersama papa dan kakekmu meninggalkan mama. Mengapa takdir mama seperti ini? Mengapa mama tidak dipanggil bersamamu saja dalam kecelakaan itu?Oh .... Ampuni hamba Tuhan. Apa yang telah hamba ucapkan.

Ratapan lirih itu terhenti. Zaleya sadar takdir yang terjadi pasti terbaik meski teramat perih dirasakan. Bagaimana tidak, sebuah kecelakaan yang terjadi delapan bulan lalu membuatnya kehilangan orang-orang tercintanya. Ratapan yang kemudian disesali, sebab takdir Tuhan nyatanya tak sepenuhnya buruk. Selain dirinya, ibunya pun selamat. Ya, Zaleya tak sendiri dan masih memiliki ibu. Kendati pasca kecelakaan kondisi ibunya koma, bahkan menurut dokter kesempatan pulihnya sangat lah kecil.

Zaleya mengusap sisa bulir sebelum meletakkan Nuca ke Ranjang. Nuca tampaknya sudah kenyang. Ia tertidur usai dahaganya terpenuhi.

"Leya ... Apa aku bisa masuk?"

Sebuah suara dari balik pintu terdengar. Zaleya segera membuka pintu hingga tampaklah Alicia ketua pelayan berdiri mematung.

"Bibi Alic, apa kau membutuhkan bantuanku?"

"Apa Nuca sudah tidur? Bisa kita bicara berdua?"

Mengapa wajah bibi Alicia begitu tegang? Apakah aku sudah berbuat kesalahan?

..._________...

...Mencoba menulis lagi, yang hiatus perlahan dilanjut. Terima kasih yang ikut membaca kisah ini❤...

Terpopuler

Comments

⚞ል☈⚟ MymooN

⚞ል☈⚟ MymooN

semangat ya nulisnya....sy suka sm cerita bubu.id....please jgn lama2 hiatusnya

2024-02-10

0

Daisha 😘

Daisha 😘

Hai...

2023-11-15

0

devi_

devi_

baru liat notif ..
Maa syaa Allah 😍
kangen bgt baca karyanya 🤗
semangat bubu 🥰

2023-11-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!