Chapter 20. Ketakutan

Plakk!

Kakinya terasa panas setelah beberapa pukulan ia terima.

"Hei, bangun! Sedang apa kau di sini?" suara itu berhasil menyadarkannya yang sedang terlelap di atas ranjang.

"Apa yang sedang kamu lakukan dengan baju kotorku?" suara itu kembali terdengar dan membuyarkan sedikit demi sedikit lamunan Meiska yang masih terpaku dan setengah sadar.

Seketika Meiska tertegun dengan kalimat itu, ada sesuatu yang tengah ia peluk, sebongkah pakaian kotor yang tadi ia pungut dari lantai kamar mandi.

Ia masih tidak percaya dengan mimpinya barusan, antara mimpi atau tidak tetapi hatinya tetap gelisah jika mengingat detail kejadian itu.

Ada rasa sungkan, malu, takut, dan debaran jantung yang berpacu kencang saat mengingat hal gila itu, terlebih jika dia membayangkan saat melihat sosoknya secara langsung di depan mata.

Mimpi yang sangat jelas, nyaris seperti di alam nyata itu membuatnya gila karena kini dia merasakan ada yang berbeda daripada respons tubuhnya, bibirnya pun terasa kelu dan kaku. Ia terus saja meraba bagian dari wajahnya yang merupakan salah satu aset yang tidak pernah terjamah oleh siapapun yang kini terasa menegang, jantungnya pun berdetak tanpa irama seakan tidak bisa berhenti deg-degan. Sedangkan, kini pria itu telah berdiri di depan Meiska yang masih terlihat linglung seraya memikirkan mimpinya yang nyata semu itu.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Dion yang berdiri tegak dengan melipat tangannya di depan.

Melihat si gadis yang gelisah dan gelagapan, dia begitu kentara salah tingkah di depan mata si pria.

"Sedang apa, Mei?"

"Aku, ah, aku tidak," ucap gadis itu menepuk-nepuk pipinya sendiri

"Kenapa kamu salah tingkah seperti itu? Ada apa?"

Meiska tidak bisa lagi berkata-kata, jantungnya masih belum bekerja dengan normal. Dia harus menghindar dari pria di depannya itu atau situasi itu membuat jantungnya tidak sehat.

"Apa yang terjadi padamu?"

"Tidak ada, aku mau pulang," kata Meiska yang langsung bangkit meski langkahnya sempoyongan.

"Sepertinya kamu sedang menyembunyikan sesuatu," terka Dion menghalangi langkah gadis yang sedang terburu buru menuju pintu keluar dan sengaja ingin pergi darinya.

"Hari sudah malam, kamu mau kemana?" kata Dion yang menghadang tubuh Meiska supaya berhenti berjalan ke kanan dan kiri menghindari darinya.

"Malam, jam berapa sekarang?"

"Dua pagi," jawab Dion.

"Hah?!" pekik gadis itu terkesiap melihat jam digital di dinding yang menunjukkan pukul dua lewat dua puluh lima, tetapi langit di luar berwarna gelap. Itu berarti hari memang masih malam.

"Ibuku pasti mencariku, aku di sini sejak siang tadi. Dia pasti sedang mengkhawatirkanku,” kata Meiska yang gelisah setengah mati. Dia segera mengambil tas kecilnya dan meletakkan pakaian kotor itu pada sebuah keranjang.

“Tidurlah di sini, tunggu sampai pagi,” kata Dion.

“Tidak bisa, ibuku pasti khawatir aku tidak bisa memberikan kabar karena ponselku hilang,” pengakuannya.

Pria itu menyipitkan matanya, “Hilang dimana?”

“Mana aku tahu, namanya juga hilang. Kalau aku tahu di mana dia berada, itu namanya disembunyikan bukan hilang,” jawabanya ketus seraya bersiap untuk tetap pergi.

“Cuaca di luar sedang tidak baik, Mei,” sekali lagi pria itu menghalangi Meiska untuk tidak keluar dari apartemennya.

Meiska tidak bisa jika tetep tinggal, bagaimanapun juga dia harus pulang. Dia berjalan cepat ke arah pintu dan tangganya lihai membuka pintu apart itu.

Namun, tiba-tiba, “Duar!” Seketika terdengar bunyi dentuman yang dahsyat dan saat itu juga listrik padam sehingga apart itu menjadi gelap.

“Akh, ibu!” teriak gadis itu yang sontak menutup telinga dan berjongkok di sudut ruangan itu dengan tubuh yang bergetar.

Melihat ada kejanggalan yang tidak biasa sebab gadis itu masih terlihat shock berat di hingga bunyi gigi-giginya yang saling berbenturan terdengar jelas sebab rahangnya turut bergetar. Tampaknya, gadis itu teramat sangat ketakutan, entah pada bunyi dentuman itu atau karena ia takut kegelapan.

“Meiska, bangunlah.Ayo bangun, ini aku,” kata pria itu yang menepuk-nepuk bahu Meiska untuk bangkit dan supaya tidak takut berada di tengah kegelapan.

Gadis itu meraih tangan pria itu dan menggenggamnya erat, sedangkan Dion, entah mengapa dia menjadi pria yang berbaik hati dan mau menuntun Meiska berjalan ke dekat jendela yang memeberikan seberkas cahaya rembulan.

Gadis itu terlihat sangat ketakutan dengannya yang merangkul lengan Dion dengan erat, “Kamu takut kegelapan?” tanya Dion pada gadis yang berdekap erat lengannya.

Dia menggeleng, membuat pria itu terkekeh geli, “Kalau tidak takut, kenapa kau mendekap lenganku begitu kencangnya sampai kuku-kuku jarimu menembus kulitku?” sindir pria itu.

“Oh, maaf. Aku tidak sengaja,” kata Meiska sembari melepaskan secara perlahan cekalannya pada lengan kokoh Dion.

“Duduklah, akan aku nyalakan lilin,” kata Dion menuntun dia untuk duduk melantai di dekat jendela kaca yang besar.

“Hem, jangan pergi,” kata Meiska yang seolah berubah menjadi gadis manja yang takut ditinggal pergi.

“Heeh, aku tau kau penakut. Ayo, ikutlah,” ajak Dion pada si gadis yang biasanya judes, kini menjelma seperti anak kecil yang takut hidup dalam kesendirian.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!