"Dimana kamu? Kenapa mudah sekali menghilang dariku?"
Dia gelisah, sejak malam kemarin panggilan yang terhubung sama sekali tidak dijawab oleh nomor tujuan. Langkahnya mondar-mandir menunggu jawaban dari seberang panggilan.
"Apakah kau akan terus mondar-mandir seperti itu?" suara itu, gadis bergigi kelinci yang tidak lain adalah Meiska. Entah karena apa dia datang tanpa diundang. Pria itu tidak memedulikan, dia sibuk dengan benda pipihnya yang berulang kali ditempelkan pada telinganya.
Gadis itu masuk dan berbenah di dapur, membuat keributan dengan alat-alat memasak di sana, sama sekali tidak membuat fokus Dion teralihkan.
Sekian waktu berlalu, gadis itu menyadari bahwa si pria masih saja sibuk dengan kegiatannya.
"Makanlah dulu, tidak lelah menghubungi orang yang sengaja tidak mau menjawab panggilanmu?" sindir Meiska yang membawakan dua mangkuk tomyam buatannya.
Sejenak pria itu berhenti dari kegiatannya, ponsel yang sejak tadi ia tempelkan pada telinga, kini ditarik turun, berganti matanya menatap pada sosok gadis yang sejak tadi mencoba menyita perhatiannya.
"Makan dulu, pura-pura supaya terlihat pintar juga butuh tenaga, bukan?" kata Meiska sarkas.
Alis pria itu bertaut, hatinya tergerak untuk merespons, "Apa yang kau maksud?"
"Makanlah dulu, kita makan sambil mengobrol," kata Meiska memberikan sumpit pada dia.
"Jadi, kau mengataiku sebagai orang yang pura-pura pintar itu?" ucap Dion membuka topik pembicaraan.
Meiska menggaruk rambutnya sekilas, "Ya, siapa lagi kalau bukan Anda? Orang yang benar-benar pintar tidak akan membuang waktu hanya untuk mengejar-kejar cinta dari seorang wanita, hahaha," Meiska tertawa kecil sampai sempat tersedak.
"Maaf, bukan maksud menyindir atau apa. Tapi, memangnya seberapa pantas dia diperjuangkan? Hanya orang bodoh yang mau kembali pada dia yang sudah tega meninggalkan, bahkan di hari pernikahan," kata gadis itu menaik-turunkan alis matanya.
Seakan menyesal bertanya, Dion mengumpat, "Damn it, kau ini benar-benar."
"Benar-benar benar, kan? Kalau teleponmu saja diabaikan, berati jelas kau bukan lagi prioritasnya. Bukan sekali, lho, Anda memanggil. Sejak tadi entah sudah berapa ratus panggilan yang Anda dial, Pak?" ujar Meiska lagi-lagi menyindir.
"Jadi, sekarang aku paham siapa di sini yang jadi budak cinta di antara hubungan kalian," kata Meiska seraya menyesap kuah tomyamnya dari sendoknya.
"Memangnya seberapa penting dia di hidupmu?"
"Sangat penting, melebihi semuanya," jawab Dion.
"Hahaha, pantas saja. Itulah pemikiran si korban budak cinta, malang sekali. Ck, ck, ck." Meiska menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kamu tidak tahu rasanya jatuh cinta," lirih Dion.
"Tahu, tapi tidak selamanya jatuh cinta itu mesti jadi budak cinta juga. Itu sih gila," komentar Meiska.
"Berati gak normal," saut Dion.
"Hah? Kenapa?!"
"Semua orang yang jatuh cinta, pasti akan merasakan hal yang sama. Dia akan melakukan apa saja untuk membuktikan cintanya," terang pria itu di sela aktivitas makan malamnya.
Meiska menggeleng, "Cinta itu dapat dilihat dan dirasakan ketika si doi mempunyai rasa yang sama. Kalau tidak, percuma saja berjuang karena pasti tidak akan terlihat. Jadi, untuk apa berusaha keras untuk membuktikan kau benar-benar cinta? Yang ada cintamu yang suci itu telah dia hinakan, begitu istilahnya."
Dion diam, tatapannya menajam pada gadis di depannya.
"Tahu apa kamu tentang cinta, bocah kecil?"
Meiska, dia merasa tidak enak menggurui kepada dia seseorang yang lebih tua dan tentu lebih berpengalaman soal cinta. Ia menggaruk kepala bagian temporalnya, "Ya, ya, tidak lebih banyak tahu darimu, tapi aku paham jika semua hal itu harus ada batasnya. Satu hal yang pasti, jika aku nggak mau menjadi bodoh dan merugi karena cinta," seru Meiska.
Pria itu diam mendengar perkataan Meiska. Entah, dia sepakat atau hanya menganggap jika itu bualan gadis muda yang sama sekali tidak tahu artinya mencinta, Dion tidak memberikan ekspresi yang jelas.
"Tumben datang ke sini tanpa kuminta?" tanya Dion mengubah topik obrolan.
"Heum, aku datang ke sini hampir setiap hari. Ingatmu, aku datang saat kau butuhkan? Tidakkah Anda melihat perbedaan apart ini sebelum dan sesudah aku datang ke kehidupanmu? Memangnya siapa yang membereskan ranjang yang selalu berantakan setelah kalian bercinta, lalu pergi begitu saja? Siapa yang membersihkan apartemen ini sehingga selalu rapi dan wangi? Siapa yang tahan melihat pakaianmu yang teronggok di kamar mandi setiap pagi? Siapa yang mengamankan barang-barangmu saat kau mabuk? Tentu saja aku," aku gadis itu.
Pengakuan Meiska membuat Dion berhenti mengunyah, "Benarkah kau melakukan semua itu?"
"Memangnya siapa lagi? Syahnaz pacarmu itu? Makanya, kubilang apa? Jangan jadi bodoh karena cinta, cinta dia itu hanya ilusi semata, lihatlah kehidupanmu yang benar-benar nyata," kata Meiska yang membawa serta mangkuknya yang sudah kosong.
"Mei?" Dion menyusul Meiska yang sedang mencuci peralatan bekas makan.
"Apa?"
"Kenapa kau melakukan ini? Maksudku, membereskan apart ini?" tanya pria itu yang berdiri di samping Meiska.
"Aku hanya tidak suka melihat barang-barang berantakan, kau selalu menyuruhku datang saat apartemen ini seperti kapal pecah," jawab Meiska yang sedikit kesal dan menunjukkan watak flegmatisnya itu yang selalu ingin beberes.
"Jangan lakukan itu lagi," ucap Dion.
"Apa?" tanya Meiska.
"Membereskan apartemen ini sendiri."
"Terserah, kalau begitu berati aku tidak perlu datang ke sini setiap hari. Baguslah, jika itu yang kamu mau," kata Meiska yang sedang mengeringkan tangannya dengan lap tangan.
"Apa itu artinya dia tidak akan datang lagi ke apartemen ini sebelum kuminta?" Tanya Dion di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments