Pagi sekali Meiska kembali datang ke apartemen itu, bukan bermaksud untuk memberikan perhatian pada dia yang kemarin mengaku tubuhnya kurang fit, tetapi untuk mencari ponselnya yang hilang karena tertinggal entah dimana.
Dia masuk disambut dengan ruangan yang selalu terlihat sunyi dan tentu berantakan serta terpaan udara dingin karena pendingin ruangan yang otomatis menyala saat pintu terbuka.
Mengamati sekitar, sebelum membereskan ruangan yang mirip seperti kapal pecah itu, dia menyempatkan diri untuk mengetuk satu-satunya kamar tidur di dalam apartemen itu.
“Halo, apa ada orang di dalam?” ucapnya seraya mendekatkan daun telinga pada pintu itu.
Ketukan di pintu yang berulang kali dia bunyikan, belum terdengar adanya sautan dari dalam. Meiska pun memberanikan diri membuka pintu kamar itu yang ternyata tidak dikunci oleh pemiliknya.
Semerbak ia rasakan aroma wewangian yang sangat dia kenal, aroma harum perfumed khas milik pria itu. Aroma mint dan kopi yang segar, mendamaikan, dan menenangkan membawa keunikan sendiri di penginderaan cium Meiska yang membawa dia ingin sekali tertidur pada saat itu juga.
Satu per satu kakinya menelusuri ruangan dengan desain minimalis serba berwarna putih dan furniture yang didominasi berbahan kayu yang kokoh. Ruangan dengan minim dekorasi dan terkesan sepi sehingga membuat barang-barang yang berada di sana terlihat sangat jelas apa saja yang berada di atas meja.
Termasuk, bingkai foto kecil yang sangat menyita perhatian mata karena menjadi satu-satunya barang yang berada di atas meja rias, sebuah bingkai foto dirinya dan pria itu saat melakukan ijab kabul di acara pernikahan mereka yang dadakan.
Senyum gadis itu tersimpul tipis nan samar, “Andai saja pernikahan ini nyata, pasti aku akan bahagia jika menikah sungguhan bersama dengan orang yang kucinta,” ucap Meiska saat mengambil foto itu dan melihatnya lebih dekat.
Kemudian, dia menggeleng. "Pernikahan ilusi," ucapnya sebelum meletakan kembali foto itu pada tempatnya, dan dia kembali fokus pada tujuannya yang datang ke apartemen itu tidak lain untuk mencari ponselnya yang hilang.
Semua penjuru ruangan kamar itu sudah dia obrak-abrik untuk mencari dimana benda penting miliknya itu, tetapi tidak ada ciri apapun jika ponselnya berada di dalam kamar itu.
Dia menyerah dan memutuskan untuk bertanya langsung pada pemilik apartemen itu saat dia pulang, walau entah kapan. Sembari menunggu kedatangan seseorang yang tidak tahu kapan dia datang, Meiska menjadi dirinya yang semestinya, jiwanya meronta untuk segera melakukan beres-beres barang yang tidak ditaruh pada tempatnya dan tidak tertata rapi.
Dia merada risih dengan keadaan ruangan yang kotor, lembab, dan berantakan. Alhasil, ia pun mulai memungut satu per satu barang yang tergeletak sembarangan, ia menatanya lagi pada tempatnya dan menyalakan penyedot debu untuk membersikan karpet dan segala sesuatu berdebu yang ada di lantai.
Menjelang petang, dia pun menuju dapur untuk mengolah apapun yang bisa dimasak dan dimakan sebagai menu makan malam selagi masih menunggu.
Sampai menjelang malam, dia baru selesai dengan segala pekerjaannya. Waktu yang tepat untuk merebahkan diri sejenak, tetapi dia teringat pada kain-kain kotor yang semula sudah dia kumpulkan dalam tas besar untuk di-laundry.
Sembari menunggu petugas laundry langganannya datang setelah ditelepon, dia kembali masuk ke dalam kamar kosong itu dan melihat bed yang empuk dan luas, metanya tidak bisa lagi terbuka lebar dan ingin segera menjatuhkan diri di atas ranjang itu, tetapi satu hal yang terlewatkan darinya yakni dia belum mengecek kamar mandi kamar itu yang jelas dan pasti ada pakaian kotor yang teronggok di lantai seperti yang sudah dia temukan sebelum-sebelumnya.
"Kalau memang dia itu seorang yang pemalas, setidaknya jangan jorok dengan meninggalkan pakaian kotor di lantai yang basah seperti ini," ocehnya sendiri, tetapi dia tetap memungut pakaian kotor yang dalam keadaan separuh basah karena berada di lantai di dekat shower.
"Hei, sedang apa kau?" Suara itu membuat dia terkejut. Meiska bergegas menjatuhkan kembali pakaian yang sudah dia pungut.
Dia memundurkan langkahnya setelah kedapatan memasukki kamar itu yang jelas-jelas tidak boleh disambangnya seperti kesepakatan di awal.
"Aku hanya sedang bersih-bersih," ucap gadis itu sejujurnya.
"Apa hobimu melawan peraturan? Sudah kukatakan jika kau tidak boleh masuk ke dalam kamarku saat aku ada di apartemen ini," ucap Dion yang kini masuk ke dalam kamar mandi yang sama.
"Tapi, tapi tadi kamu tidak ada di sini. Ja... jadi, secara teknik aku boleh masuk," pembelaan Meiska.
"Tapi itu tadi, kan? Sekarang aku ada di sini, itu berarti kaulah yang melanggar aturan. Dan apakah kau tahu jika setiap pelanggar akan mendapatkan hukuman supaya dia jera?" ucap Dion yang terdengar mengerikan di telinga Meiska sampai dia harus memundurkan beberapa langkahnya lagi dan nyaris menghimpit dinding kamar mandi itu.
"Hukuman apa?" tanya gadis itu cemas.
"Mendekatlah," perintah Dion. Namun, gadis itu menggeleng dan terus memundurkan langkahya sebisa mungkin secara perlahan. Di dalam otaknya sedang memikirkan berbagai strategi untuk mengelabuhi dia dan terlepas dari kepungan ini.
Namun, terlambat karena kini tubuhnya sudah sepenuhnya masuk ke dalam bilik kamar mandi dan punggungnya menghimpit dining, sedangkan di kanan dan kirinya terdapat dinding kaca pembatas yang tidak cukup lebar untuk dua orang.
Meiska sudah merada ketar-ketir dengan apa yang akan terjadi selanjutnya, "Apa... Apa yang kau?"
"Hmp," terlambat, sungguh terlambat karena ini Meiska sedang mendapatkan hukumannya saat pria di depannya semakin menghimpitnya dan mengusai seluruh bibirnya dengan miliknya.
Dengan gerakan mencumbu yang dalam dan menuntut membuat tubuh gadis itu tidak bisa bergerak barang sedikit, sepenuhnya tubuhnya membeku karena terhimpit dua benda kokoh, anatara dinding di belakangnya dan juga tubuh pria yang kini mengungkungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments