"Datang ke apart sekarang," tulis Dion pada pesan singkat yang dia kirimkan pada Meiska.
Waktu pagi buta, bahkan matahari belum bersinar terang, Meiska sudah mendapat rentetan pesan dari orang yang sama.
"Malas," ucapnya setengah sadar.
Namun, seakan pria itu itu tidak akan membiarkan jiwa gadis itu tenang, dia menelepon tanpa henti.
"Manusia tidak tahu diri," ucap gadis itu yang sudah tidak bisa menahan untuk tidak meledak.
"Halo!" Kata Meiska membentak.
"Datang sekarang ke apart, cepat dalam 30 menit atau aku akan datangi rumahmu!" Kata Dion mengancam.
Meiska jengah dengan ancaman yang Dion berikan setiap saat ketika dia menginginkan Meiska melakukan sesuatu. "Andalanmu hanya bisanya mengancam, datang saja kalau berani," ucap Meiska tidak peduli. Dia kembali menutup tubuhnya dengan selimut dan melanjutkan tidurnya.
"Mei, Meiska," suara ibunya menggema di telinga Meiska, disusul dengan suara ketukan pada pintu yang bertalu-talu. Tidak ingin berteriak pada sang ibu, Meiska bangkit untuk membukakan pintu kamarnya walau langkahnya terseret-seret karena saking malasnya.
"Iya, Bu?"
"Mei, ada yang mencarimu di depan, laki-laki," ucap Mariska memberi tahu.
"Siapa?"
Meiska dengan penampilan seadanya, dia hanya membereskan diri dengan menguncir rambutnya dan merapikan poninya.
Terlihat seorang pria berdiri menyamping, bersandar pada tembok penyangga rumah Meiska dan ibunya, dia seseorang yang berpakaian rapi dengan kacamata hitam dan rambut klimisnya. Meiska merasa tidak asing dengan pria itu.
"Maaf, permisi, Anda siapa?" tanya Meiska, pria itu membalikkan badannya, menurunkan kacamatanya, "Akhirnya, aku bisa menemukan keberadaanmu juga," ucapnya membuat Meiska melototkan matanya setelah tahu siapa pria yang mencari diirnay itu.
"Tuan ini siapa, ya?" Mariska bertanya di sela keheningan antara Meiska dengan pria asing itu.
Dengan tenang, dia bahkan tidak sungkan mengulurkan tangannya pada sang ibu dari istrinya.
"Saya—," ucapnya ingin memperkenalkan diri, tetapi tangan itu ditepis oleh si gadis.
"Tidak bu, dia bukan siapa-siapa,"
"Hah? Bukan siapa-siapa, kok, kenal kamu?" Mariska curiga.
"Saya Dion, Bu. Sebenarnya saya adalah,"
"Debt collector! Dia seorang debt collector, Bu," ucap Meiska yang merasa gugup sendiri.
"Sungguh?"
"Iya, Bu, aku punya utang dengan bos dia, jadi iya begitulah jadinya. Tenang saja, Bu. Ini urusanku, ibu tidak peru khawatir," katanya.
"Tapi kenapa, Mei? Apa uang kita selama ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhanmu?"
Meiska meringis, bagaimaan ia bisa berkilah untuk menjawab pertanyaan selanjutnya.
"Tidak, itu bukan untuk kebutuhan kita, tapi untuk.... Untuk ini, apa itu? Sebenarnya, Mei ikut sebuah event, ya untuk kegiatan bersama teman-teman, Bu, Dana kita kurang, jadi harus meminjam uang. Ibu tenang saja ini bisa dibereskan," kata Meiska yang membuat kebohongan demi unut menutupi kebohongan yang lainnya.
"Maaf, Pak. Aku sedang tidak punya uang, jadi belum bisa bayar," ucap Meiska pada pria itu dengan tatapan tajam memberi kode.
"Berapa, Mei? Biar pakai uang ibu dulu," kata Mariska.
"Oufh, tidak, Bu. Jangan, ini bukan urusan ibu," pinta Meiska.
Suasananya semakin kacau kala Mariska mengambil uang simpanannya dan akan memberikan semuanya kepada Meiska.
"Tidak, Ibu. Jangan,"
"Tolonglah, Pak, pergilah dari sini. Saya akan bayar nanti, pergilah jangan mengacaukan keadaan."
Namun, situasi itu menjadi kesempatan untuk Dion untuk mencapai tujuannya, "Saya tidak pergi jika Anda belum membayar utang itu, Nona. Atau Anda harus ikut bersama denganku dan bicarakan sendiri dengan bos kami," kata Dion dengan senyum liciknya.
"Berapa, Mei? Jangan buat ibu khawatir. Berapa? Katakan," kata Mariska yang menggeledah dompet miliknya mengeluarkan uang yang dia miliki dan beberapa kartu debit yang ada di dalamnya.
"Sepertinya Anda memang harus ikut, Nona," kata Dion memaksa.
"Ya, tunggu dulu, aku harus mandi dulu, euy," ujar Meiska saat tangannya diraih untuk ikut bersama dengan Dion.
"Mei?!" Mariska gelisah jika terjadi apa-apa pada Meiska, putrinya.
"Ayo ikut," kata Dion.
"Baiklah. Bu, aku ikut dengan dia dulu. Tidak apa, Mei pastikan tidak akan terjadi apa-apa denganku. Mei, janji sama ibu," kata Meiska dengan penuh keyakinan.
"Ada apa? Orang macam apa yang bisa berbuat gila seperti itu?"
"Kamu tahu aku tidak pernah bermain-main dengan ucapanku, Meiska. Makanya, jangan so mengancamku, maka terjadilah seperti itu," kata Dion dengan kekehan tawanya.
"Harusnya tidak perlu datang sampai aku membuat banyak kebohongan pada ibuku sendiri,"
"Kamu sendiri yang mengatakan aku debt collector, kalau saja membiarkanku jujur, kebohongan tidak akan terjadi,"
Meiska menyipitkan matanya, menatap pria yang sedang mengemudi di sampingnya. "Jujur dengan mengatakan kau adalah suami? Lalu, apa kata ibuku?Dia pasti akan marah dan tersinggung karena aku tidak meminta restu darinya. Setelahnya, apa kata dunia? Bisa-bisa aku masuk infotaiment karena ini, nggak mau!"
"Berlebihan sekali imajinasimu," cibir Dion.
"Jadi, ada keperluan apa?" tanya Meiska.
"Ada hubungan apa kau dengan Mr. James?"
Meiska terhenyak, hatinya bertanya, "Darimana dia tahu?"
"Kepo," jawaban yang keluar dari mulut Meiska.
"Aku sedang serius," ucap Dion yang tidak Meiska pedulikan.
"Aku juga serius. James siapa?" tanya Meiska.
"James Guildan, pengusaha sukses bidang star-up itu," kata Dion.
"Aku tidak mengenalnya," kilah Meiska melipat kedua tangannya di depan dada, wajahnya dia lempar ke samping membelakangi lawan bicaranya.
Krieet...
Mobil memekik karena menepi dengan mengerem tiba-tiba.
"Jangan berbohong padaku, Mei. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, kau dan dia berbicang di restoran kemarin malam," Ucap Dion tepat di depan wajah Meiska dengan jarak yang sangat dekat.
Netra mereka beradu, "Jadi, ada hubungan apa kau dengan dia?"
Meiska tetap menggeleng, "Dia mengajak bekerja sama bisnis kateringku dengan kantornya," jawab Meiska.
Dion masih belum mengubah posisinya, menekan bahu gadis itu sampai dia tidak leluasa bergerak, "Hanya itu?"
Meiska mengangguk.
Klek, pintu mobil terbuka. "Turun,"
"Turun? Kenapa?" kini gadis itu bertanya-tanya. Pasalnya, di tengah jalan yang sunyi itu, dia diminta turun di tepian jalan raya.
"Urusan kita sudah selesai, aku akan pergi berkencang dengan pacarku, jadi jangan menganggu."
Dengan kesal, gadis itu menurut dan keluar dari mobil. Membanting pintu mobil itu dan berdiri tegak di pinggir jalan dengan sandal jepit, pakaian tidurnya, dan muka banyalnya yang bahkan belum sempat cuci muka.
Meiska menggulung ujung-ujung bajunya, mengamati penampilannya sendiri dan pandangan orang-orang sekitar yang berlalu-lalang. Hanya satu penilaian dirinya pada penampilanmya sendiri, "Gembel."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments