Ibunya hanya seorang penjual kue dan jajanan pasar, bisnis kuliner jadul yang diteruskan sejak zaman nenek buyut. Meiska merasa bersalah karena hari ini, ibunya membuat kue pesanan itu seorang diri, biasanya jika ada pesanan, dia akan bangun tengah malam untuk membantu ibunya karena esok paginya harus sudah siap untuk diantarkan.
Melihat punggung wanita paruh baya yang sedang menguleni adonan berwarna hijau pada baskom besar, Meiska tahu betul jika sang ibu sedang membuat adonan kue bogis. Salah satu kue andalan ibu yang biasa orang pesan.
Meiska memeluk ibunya dari belakang, "Bu, maaf, Mei baru bisa pulang," ucap anak sulung wanita itu.
"Hem, darimana saja, Mei? Apa seorang karyawan katering perlu bekerja sampai siang malam seperti itu, Mei?" tanya ibunya yang menengok ke sebelah kanan dimana dagu Meiska letakkan di bahu wanita paruh baya itu.
"Iya, maaf, Bu. Mei nggak akan cukup waktu kalau harus pulang dulu, ibu kesepian?"
"Tidak, ibu hanya khawatir jika terjadi sesuatu padamu. Untunglah, kamu segera memberitahu ibu, kalau tidak. ; Hem, ibu tidak akan tenang. Jaga dirimu baik-baik, Mei," pesan ibunya; Meiska mengangguk.
"Baik, Bu. Ini pesanan siapa? Banyak sekali, Bu?"
"Bukan pesanan, ini untuk acara sore nanti," jawab ibunya.
"Huh? Sore nanti memangnya akan ada acara apa, Bu?" tanya Meiska yang merasa tertinggal berita meski baru meninggalkan rumah sehari saja.
"Mas Andy, kamu tahu kan? Dia yang temannya Bang James, dia akan datang bersilaturahmi ke sini bersama dengan keluarganya," ujar ibunya memberitahu.
Alis Meiska bertaut, mencoba mengingat siapa dia.
"Mas Andy? Andy yang mana?" tanya dia pada ibunya.
"Masa kamu lupa? Dia pemuda tampan yang sangat sopan itu, yang waktu itu datang pas dia masih SMA nolongin kamu jatuh ke parit waktu itu, ingat?" cerita ibunya mengulik masa lalu.
Satu kilasan ingatan muncul di kepala Meiska. Lantas, senyuman lembut terbit di bibirnya dia mengingat kejadian masa lalu, dan sekarang dia mengingat semuanya tentang orang yang bernama Andy itu. Seingatnya, kali terakhir dia bertemu dengan sosok bernama Andy itu saat kelas empat sekolah dasar yang mana saat itu dia terpeleset dengan sepedanya saat sepulang sekolah, lalu saat itulah ia bertemu dengan sosok laki-laki yang menolongnya saat terjerembab di dalam parit.
"Mau apa Kak Andy datang, Bu?"
"Silaturahmi, kamu bersiaplah, Nak. Semalam dia kesini, tapi kamu nggak ada, malam ini dia akan datang lagi bersama dengan keluarganya," ujar ibunya.
"Kenapa harus menungguku, Bu? Memangnya dengan tujuan apa silaturahmi itu? Yang kutahu, Kak Andy teman dekatnya Bang James, mungkin dia ingin bertemu dengan dia bukan aku." Namun, kali ini ibunya tidak lagi memberikan jawaban apapun.
Sore hari. Sejak setelah ashar, Meiska, ibu, dan adik-adiknya sudah bersiap dengan penampilan terbaik mereka untuk menyambut tamu yang dikabarkan akan datang.
"Sepertinya tidak jadi datang, Bu," cuap Meiska yang sudah lelah menunggu.
"Hush, tunggu saja dulu sebentar lagi," ibunya berkata.
Namun, ditunggu punya tunggu sampai waktu magrib tiba seseorang yang dinanti tidak kunjung tiba.
Meiska bangkit dari duduknya, menggendong adik bungsungnya yang sudah tidur di pangkuannya.
"Bu, Mei bawa Dea ke kamar dulu. Tidak usah ditunggu, Mei tutup saja pintunya. Mereka tidak akan datang," kata Meiska yang membopong tubuh adiknya, beranjak dan berjalan ke arah pintu untuk ditutupnya dan membawa serta adik bungsunya itu ke dalam kamar.
Setelah dia selesai membaringkan adiknya dalam damai, dia sekaligus melangsungkan salat fardunya, "Bu, ayo sudahlah masuk saja. Tidak usah ditunggu, mereka mungkin batal datang," ucapnya seraya melipat lengannya setelah mengerjakan salat, menguncir rambutnya untuk dicepol ke atas karena sudah gerah sejak tadi digerai.
Begitu tirai penyekat ruang tamu dan ruang keluarag dia singkap, betapa terkejutnya Meiska karena di ruang tamu sudah berjajar orang-orang yang datang bertamu.
"Tidak jadi batal, kok, Nak. Ini, lihatlah, mereka sudah datang," ujar ibunya dengan senyuman puas.
Meiska hanya bisa tersenyum kuda saat melihat semua mata tertuju padanya.
Meiska merasa kikuk, dia menarik kembali kunciran di kepalanya dan merapikan rambutnya yang berantakan, "Maaf, tante, om, semuanya." Meiska mengangguk tidak enak hati.
"Inikah Mei itu, Kak? Dia sangat cantik, sini mendekatlah sama Mamah," seorang wanita yang menggunakan kursi roda di antara tamu yang duduk, melambaikan tangan pada Meiska untuk mendekat.
"Iya, Mah. Dia Mei yang aku ceritakan pada Mamah," ujar si pria yang duduk di samping wanita itu.
Meiska menurut, dia berlutut di depan wanita itu dan mencium punggung tangan wanita itu. Bukan sekadar itu, wanita itu bahkan memeluk tubuh Meiska dan menyalurkan kedamaian yang merebak ke dalam hati Meiska, terasa nyaman dan damai berada di dalam pelukan tubuh wanita itu.
Bergantian, dia menyalami semua tamu yang datang. Ayah ibu, kakak-kakak, adik, dan keponakan dari seorang pria yang bernama Andy.
Saat semua sudah duduk pada posisi ternyamannya, lantas seorang pria berpenampilan rapi dan aura lampaunya seperti kharisma tokoh artis senior Rano Karno, ia membuka pembicaraan, "Nak, kami datang kesini dengan maksud dan tujuan ingin menyampaikan pernyataan penting pada ibumu dan kamu, bahwa kami ingin meminang mu, Nak Meiska untuk menjadi istri dunia akhirat putra kami Andy," ucap seorang pria berusia paling tua di antara mereka yang ada di sana.
Meiska terperanjak.
"Kemarin kami telah datang dan bertanya pada ibumu apakah mungkin Nak Meiska menerima pinangan ini atau Nak Meiska sudah mempunyai calon sendiri. Alhamdulillah, Ibu Mariska mengonfirmasi jika Nak Meiska masih melajang sampai saat ini," ujar pria itu lagi dengan senyum merekah dan tutur kata teratur dan perlahan.
Kini Meiska menatap ibunya, "Bahkan ibu tidak memberitahukan ini padaku sebelumnya hanya mengatakan jika mereka datang untuk bersilaturahmi," kata hati Meiska di balik tatapannya pada ibunya itu.
"Jadi, Nak Meiska. Apakah kamu menerima lamaran kami untuk putra kami, Andy, Nak?" tanya pria itu sekali lagi.
"Bu, andai ibu mengatakan ini sebelumny aku pasti sudah melakukan sesuatu. Tahukah, Bu, jika aku sebenarnya sudah menikah?" Namun, hanya tercekat dalam tenggokannya.
"Mei? Jawablah, Nak. Bukankah kamu sudah segan dengan Mas Andy sejak dulu?" Ibunya malah memberitahukan sedikit kisah dirinya tentang pria bernama Andy itu. Memang Meiska mempunyai ketertarikan pada sosok pria itu sejak dia datang menjadi sosok pahlawan di masa kecilnya.
Meiska menangis karena tidak tahu apa yang harus dia katakan untuk menjawab pertanyaan itu, "Bu, sebenarnya aku telah,"
"Selama kau bisa merahasiakan...." seketika ucapan pria itu berputar di kepalanya.
Tetap dia dan merahasiakan statusnya ata jujur dan entah apa yang akan terjadi selanjutnya jika dia mengatakan yang sebearanya pada semuanya.
"Bu, Mei," ucapnya tercekat, inginnya mengakui semuanya.
Ibunya bertanya, "Kamu menerimanya?"
Tidak ada kalimat yang bisa terucap, hanya matanya yang tertuju pada wanita yang duduk di kursi roda yang sedang menangias menatapnya dan berkali-kali menganggukan kepala menaruh harapan besar supaya Meiska mau menerima lamaran itu.
Karena memang, Meiska tidak bisa memungkiri jika dia pun mempunyai harapan yang sama dengan sosok pria itu yang sejak lama namanya bersinggah di dalam hatinya.
Meiska mengangguk, meski dalam hatinya terdengar berisik karena degupan jantungnya bergemuruh hebat.
Benarkan akan ada jalan keluar atau apakah aku telah membuat masalah baru yang akan menjeratku masuk ke dalam jurang masalah yang lebih dalam dan besar?
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments