.
.
.
Keduanya seakan larut dalam perasaan masing-masing. Ferdinan sejak dulu menyukai Mentari, awalnya hanya karena Mentari yang ia sentuh yang tidak menyebabkan kulitnya merah dan gatal. Tapi seiringnya waktu perasaan itu semakin dalam.
Apalagi saat Mentari pergi dari kehidupannya. Rasa kehilangan sangat kentara dalam dirinya. Bahkan ia sampai pindah sekolah karena tidak tahan dengan gunjingan para siswa siswi di sekolah terkait tersebarnya foto-foto Mentari.
Karena ia yakin Mentari bukan gadis seperti itu, ia yakin Mentari pasti dijebak. Siska selalu berusaha untuk membuat Ferdinan tunduk padanya, berbagai ancaman yang ia lakukan agar membuat Ferdinan tunduk. Tapi prinsip Ferdinan cukup kuat sehingga tidak goyah dengan ancaman seperti itu.
"Kenapa melamun?" tanya Mentari.
"Cuma teringat masa lalu. Kamu pasti sudah mengetahui perihal foto-foto itu, kan?" tanya Ferdinan.
"Dan kamu percaya?" tanya Mentari. Ferdinan menggeleng.
"Aku tidak sadar ketika itu. Saat Pak Kepala sekolah memperlihatkan foto itu, aku sangat syok. Tapi aku tidak sempat berpikir banyak, yang aku pikirkan hanyalah untuk bebas dari semua itu. Dan menjaga kesucianku," ucap Mentari.
"Waktu itu, aku hanya ingin melaporkan kejadian yang menimpa diriku. Tapi siapa sangka aku malah diperlakukan seperti itu," kata Mentari lagi.
"Kau tau? Aku sampai pindah sekolah karenanya. Aku tidak tahan selalu diganggu oleh Siska," tanya Ferdinan.
"Aku akan melakukan hal yang sama untuk membalas mereka," ucap Mentari.
Ferdinan segera memeluk Mentari saat melihat pancaran mata Mentari berubah.
"Kendalikan emosimu," ucap Ferdinan.
Mentari tanpa sengaja menekan pergelangan tangan Ferdinan. Dan merasakan kalau Ferdinan tidak baik-baik saja.
"Biar aku periksa kamu," ucap Mentari.
"Aku tidak apa-apa, aku sehat," kata Ferdinan.
"Kamu mengalami insomnia," ucap Mentari.
"Kamu tau?" tanya Ferdinan. Mentari mengangguk.
"Makanya kamu harus diperiksa," jawab Mentari.
Ferdinan malah mengusap bibir Mentari, "bibir yang indah."
"Jangan mengalihkan topik," kata Mentari.
Tapi Ferdinan tidak peduli, ia langsung mengecup bibir itu dengan lembut. Mentari tentu saja kaget. Tiba-tiba ponsel Mentari berdering.
Mentari tersenyum saat melihat nama pemanggil. Hal itu tidak luput dari pandangan Ferdinan. Jujur ia cemburu melihat Mentari tersenyum saat ponselnya berdering.
"Halo, sayang," sapa Mentari.
"Tari, aku akan ke negara mu," kata suara itu.
Belum sempat Mentari menjawab. Ferdinan sudah merampas ponsel ditangan Mentari.
"Jangan ganggu Mentari, karena dia milikku," ucap Ferdinan, dan langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak.
"Loh kok dimatikan?" tanya Mentari.
"Kamu sudah punya aku, aku tidak suka kalau kamu dekat dengan pria lain," kata Ferdinan.
"Tapi dia temanku, dan dia bukan pria," kata Mentari menjelaskan.
"Kalau bukan pria. Mengapa kamu panggil sayang?" tanya Ferdinan.
"Namanya Jenny, dialah sahabatku satu-satunya di negara itu," jawab Mentari.
"Kalau kamu cemburu, seharusnya selidiki dahulu," kata Mentari lagi.
"Maafkan aku," ucap Ferdinan, kemudian memeluk Mentari.
"Gak apa-apa, tapi lain kali selidiki dulu, agar tidak terjadi kesalahpahaman," jawab Mentari.
Pelayan datang memberitahukan kalau makan malam sudah siap.
"Ah aku belum mandi," kata Mentari.
"Ya sudah, mandi dulu sana. Aku juga mau kembali kekamar ku," titah Ferdinan.
"Pakaianku gimana?" tanya Mentari.
"Aku sudah siapkan sejak lama. Dan semua ada dalam lemari itu. Tenang, semua masih baru kok," jawab Ferdinan.
Mentari pun membuka lemari, dan melihat banyak pakaian dan masih berbungkus plastik.
"Dia menyiapkan ini?" batin Mentari.
Mentari masuk kedalam kamar mandi, lalu iapun mandi. Hanya sekejap iapun selesai, karena Mentari tidak mau Ferdinan dan orang tuanya menunggu lama.
"Sudah selesai? Mari makan dulu," tanya Marshanda.
Mentari mengangguk dan segera duduk. Mentari menoleh kiri kanan, seolah mencari seseorang.
"Papa masih tertidur, tidak enak untuk membangunkan nya," kata Marshanda seolah tahu apa yang dipikirkan Mentari.
Ferdinan juga sudah keluar dari kamarnya, dengan berlari kecil menuruni tangga dan langsung ke meja makan.
"Papa belum bangun, Ma?" tanya Ferdinan.
"Belum. Biarkan dia istirahat dulu," jawab Marshanda.
Mereka pun makan, Mentari mengambilkan nasi dan lauknya untuk Ferdinan. Kemudian baru untuk dirinya sendiri.
"Bagaimana pakaiannya?" tanya Ferdinan.
"Apa kamu yang pilih?" Bukannya menjawab, Mentari malah balik bertanya.
"Iya, aku," jawab Ferdinan.
Mentari seketika tersipu, karena d*l*man yang ia pakai ternyata juga pas. Ia malu karena Ferdinan tau ukurannya.
Padahal Ferdinan meminta pelayan toko untuk memilihkan nya. Ferdinan hanya memberitahukan ciri-ciri orangnya saja.
Tubuh Mentari tidak berubah, hanya bertambah tinggi badannya saja. Makanya pakaian itu bisa pas ditubuh Mentari.
Setelah selesai makan, mereka berkumpul diruang tamu sebentar. Karena Marshanda tidak bisa lama-lama meninggal kan suaminya.
Mentari juga masuk kedalam kamar, Ferdinan mengekor dibelakang Mentari.
"Ehh, kenapa kamu ikut? Bukannya kamarmu diatas?" tanya Mentari.
"Kamu lupa, sayang? Tadi kamu bilang ingin memeriksa aku," tanya Ferdinan.
"Ya sudah, ayo!" ajak Mentari. Kemudian keduanya keatas, kekamar Ferdinan.
"Berbaringlah," kata Mentari.
"Buka bajunya," titah Mentari.
Dengan patuh Ferdinan membuka bajunya. Tubuh atletisnya dan kulit putih bersih pun terlihat.
"Mengapa aku jadi berdesir saat melihat tubuhnya?" batin Mentari.
"Kok bengong?" tanya Ferdinan. Mentari pun tersadar.
Mentari segera memeriksa nadi Ferdinan dipergelangan tangannya itu. Kemudiaan Mentari mengeluarkan jarum perak akupunktur. Mentari menancapkan dititik tertentu dibagian tubuh dan kepala Ferdinan.
Selang setengah jam Mentari mencabut jarum tersebut. Dan Ferdinan secara perlahan memejamkan matanya. Karena ngantuk berat kini menderanya.
Akhirnya Ferdinan pun tertidur, Mentari dengan telaten menyelimuti tubuh Ferdinan. Dan mengecup bibir Ferdinan dengan lembut.
"Tidurlah, buang semua beban dalam pikiranmu, aku tau semua itu menjadi beban bagimu," ucap Mentari.
Tentu ucapan itu tidak akan didengar oleh Ferdinan. Karena ia sudah terlelap dan masuk ke alam mimpi.
Setelah itu Mentari pun keluar. Diujung tangga ia berpapasan dengan Marshanda.
"Mama belum tidur?" tanya Mentari.
"Tadi Mama ke kamar kamu, tapi kamu tidak ada. Jadi Mama ingin menyusul ke kamar Ferdinan, ternyata kamu sudah turun duluan," jawab Marshanda.
"Ada apa Ma?" tanya Mentari lagi.
"Mari duduk dulu," ajak Marshanda.
Mentari menatap dalam wajah Marshanda, tampak jelas raut wajah kesedihan ada disana. Mentari ingin bertanya, tapi ia urungkan. Biarkan Marshanda bercerita sendiri.
"Mama sempat khawatir dengan Ferdinan, selama ini dia tidak pernah bersentuhan dengan perempuan. Kamu lihat, kan? Dia selalu menggunakan sarung tangan karet?" tanya Marshanda. Mentari mengangguk.
"Saat dia keluar rumah selalu menggunakan sarung tangan karet. Agar terhindar dari bersentuhan dengan perempuan. Karena ia mengalami penyakit kulit saat bersentuhan," kata Marshanda.
Mentari masih setia mendengarkan, meskipun ia sudah tau dengan semua itu.
"Sekarang Mama sudah lebih tenang, karena ada seorang gadis yang bisa ia sentuh. Dan kamu adalah orang yang kedua yang bisa ia sentuh selain Mama," ucap Marshanda.
"Mama harap kamu mengerti maksud Mama," kata Marshanda.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Katarina Istinganah
ternyata mentari anak dari teman bapaknya Ferdinan mada sma
2024-11-29
1
Erna Masliana
lakukan aku mendukungmu 😁
2024-09-06
1
Santi Rizal
Ferdinand ga bisa nyentuh sembarang cewek...ini mah udah pasti setia tari
2024-08-22
2