Will move to a new house

Paginya Zia langsung mempersiapkan baju kerja suaminya kemudian beralih membersihkan tubuhnya. Beberapa jam kemudian ia keluar sudah dengan seragam kantornya, ia akan kembali ke perusahaan dikarenakan mendadak mendapat masalah di perusahaannya.

"Kamu akan kemana sudah rapi begitu?" tanya Aaron.

Zia menatap Aaron dengan lembut "Perusahaan, ada sedikit masalah jadi aku harus memeriksa itu".

Aaron mengangguk paham "Jangan dulu pergi".

Kening Zia mengerut "Kenapa? Balasnya.

"Sekarang tugasmu adalah memasangkan saya dasi, lalu kau akan saya antar ke perusahaan" balas Aaron datar, tanpa menunggu balasan dari Zia ia langsung masuk ke kamar mandi.

Zia menatap pintu yang baru saja tertutup itu dengan bingung "Kenapa aku harus memasangkan dia dasi? Bukankah dia bisa sendiri?" tanyanya pada diri sendiri.

Tak berselang lama, Aaron keluar dengan stelan celana hitam dan kemeja putih yang sudah disiapkan oleh Zia. Beruntung Zia memilih stelan yang biasa ia gunakan, sebenarnya ada berbagai warna, namun tak ada dari satu itu yang digunakan oleh Aaron, Aaron hanya menggunakan warna hitam, abu, dan biru kehitaman.

Zia hanya menatap Aaron dalam diam, Zia masih terpikir akan permintaan Aaron. Memasangkan dasi? Dia bisa-bisa saja, namun apakah Aaron tak bisa memasang sendiri? Kenapa harus dia?.

Sebelah kening Aaron terangkat "Kenapa kau diam saja? Kemarilah! Pasangkan saya dasi dan keringkan rambut saya".

Zia tersentak kaget, tanpa sepatah kata ia berjalan mendekati Aaron yang sudah duduk didepan meja rias. Sebelum pernikahan mereka, Bella adalah orang yang menata kamar Aaron seperti itu, sampai-sampai ada meja rias khusus untuk Zia.

Zia mulai mengeringkan rambut Aaron menggunakan hair dryer, setelah selesai ia langsung menata rambut Aaron seperti biasa yang selalu ia lihat. Aaron pun berdiri, dan tanpa banyak kata Zia langsung memasangkan dasi itu pada Aaron, setelahnya ia membantu Aaron memakai jas sesuai perintah Aaron.

***

Dalam mobil itu tak ada kata yang keluar dari bibir pengantin baru itu, Aaron sibuk menyetir dan Zia hanya terus menatap kedepan.

"Besok kau harus ikut dengan saya" ucap Aaron tiba-tiba.

Sontak Zia langsung menatap Aaron dengan bingung "Kemana?".

"Rumah baru, rumah itu hanya saya dan kamu juga beberapa pelayan" balas Aaron datar.

Zia pun mengangguk paham, ia tak mau banyak protes asalkan tak mengganggu Aaron sendiri.

***

Saat ini, Zia sudah duduk dalam kursi kebesarannya. Ia duduk sambil fokus dengan berkas-berkas penting yang harus ia tanda tangan.

Tokk...tokk...tokk.

Zia menghela nafas kasar, lalu menatap pintu itu "Apa Gina tuli? Aku sudah mengatakan bahwa jangan sampai ada yang menggangguku!" ucapnya kesal. Ia sudah meminta kepada Gina sang sekertaris agar supaya jangan dulu mengganggunya, namun baru beberapa menit ia duduk sudah terdengar pintu diketuk.

"Masuk!" dengan malas ia menjawab.

Masuklah Azura, sepertinya wanita itu akan menagih penjelasannya kepada sahabatnya "Kau terlalu sibuk sampai-sampai aku dibiarkan berdiri lama diluar?" ucapnya berjalan mendekat ke Zia. Lalu ia duduk di kursi tepat didepan Zia.

Zia menatapnya dengan malas "Kenapa kau bisa masuk?" tanya Zia kembali.

Kening Azura terangkat dengan kedua tangannya yang terlipat didepan dada "Jangan menanyakan itu, aku datang kesini karena kamu berhutang penjelasan kepadaku!".

Ucapannya mampu membuat Zia terdiam lama [Apa yang harus aku katakan? Aku juga tidak bisa berbohong padanya] batinnya.

"Zia? Are you oke?" cemas Azura.

Mengangguk. Zia menjawab "I'm oke".

Azura mengangguk paham "Sekarang jelaskan padaku" ucapnya kembali yang langsung membuat Zia kembali terdiam. Sejujurnya, Zia tak tahu harus menjawab apa. Ingin berbohong, tapi Azura adalah sahabatnya. Mereka bahkan bersahabat sudah dari kecil! Dan Zia sendiri sudah menganggap Azura sebagai saudaranya sendiri.

Azura yang sadar akan itu memilih untuk bangkit lalu berjalan mendekati Zia, ia mengelus bahu Zia dengan lembut "Cerita saja Zia, kamu jangan mencoba untuk berbohong. Aku adalah sahabatmu, bahkan aku sudah menganggap dirimu sebagai saudaraku. Aku saja tak pernah berbohong kepadamu, aku selalu terbuka kepadamu. Sekarang giliran mu, bukankah kita harus terbuka satu sama lain? Kita ini sudah berteman sejak kecil Zia, aku tahu semuanya tentang dirimu".

Zia menghela nafas berat, ia berdiri lalu berjalan mendekati jendela kaca "Aku menikah bukanlah atas dasar cinta, melainkan sebuah perjodohan dan perjanjian bahwa aku akan bertemu dengan papa dan mamaku".

Mendengar itu membuat Azura melongo tak percaya "What?!" ia berjalan mendekat, memutar tubuh Zia untuk menghadap kepadanya "Zia? Apa kau sudah gila? Perjodohan apa? Bagaimana kau mengenal mereka? Dan janji? Janji untuk mempertemukan kamu dengan Om Nick dan Tante Alyssa?".

Zia mengangguk pelan "Iya..".

Azura menggeleng tak menyangka "Aku benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiranmu Zia! Bagaimana bisa kau menikah hanya Karena sebuah perjanjian itu? Lalu bagaimana bisa perjodohan? Kau benar-benar membuatku bingung!".

"Zura... Pada saat itu, aku tak sengaja membantu mama Bella...dan pada saat itu juga mama Bella memintaku untuk menikah dengan Aaron, sekaligus ia akan membantumu untuk mencari kedua orang tuaku. Dan juga Aaron berkata bahwa ia akan mempertemukanku dengan mereka" jelas Zia.

"But, Zia come on! We can look for them together! Bukan seperti ini! Apa ka-...".

"Tapi Aaron mengenal papa dan mamaku! Begitupun sebaliknya! Terlebih lagi, ternyata mama aku adalah sahabat mama Bella" potong Zia membuat Azura melongo tak percaya.

"Lalu bagaimana jika suatu saat kau kesulitan dengan pernikahan tanpa cinta itu?" tanya Azura.

Zia menghela nafas berat, pandangannya ia alihkan kesamping "Pergi lalu menjauh".

"What?!" Zura semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran sahabatnya itu "Jika pada akhirnya begitu, lantas mengapa kau menerima pernikahan itu Brixzia? Secara tidak sengaja, kau sendiri yang menggali lubang penderitaanmu!".

"Jika suatu saat suamiku jatuh cinta kepadaku, maka aku akan tetap meneruskan pernikahan ini. Tapi, jika kebalikannya maka aku akan meninggalkannya" Ia menatap Azura dengan sendu "Sejak Aaron sah menjadi suamiku, sejak saat itu juga aku sudah bersumpah dan berjanji bahwa aku akan mencintai, berbakti dan menghargai Aaron sebagaimana suamiku sendiri".

Azura semakin melongo "Kau serius? Aku benar-benar tidak mengerti denganmu Zia!" ia kembali duduk di kursi yang sempat ia tempati tadi "Kau benar-benar gila, sebenarnya kita bisa mencari Om Nick dan Tante Alyssa sendiri, tidak perlu bantuan dari orang lain yang meminta imbalan yang sangat gila!".

Zia pun kembali duduk ke kursinya, ia menatap Azura dengan sendu "Sudahlah Zura, biarkan aku menjalani hidupku. Setidaknya aku masih baik-baik saja, jika aku sudah menyerah, maka aku akan mengatakannya padamu".

Azura menghela nafas kasarnya "Baiklah!" lalu Azura menatap Zia dengan dalam "Kau harus janji oke? Hidup dengan baik! Jika sudah menyerah, kau bisa menghubungiku! Aku akan kembali ke negaraku, hubungi aku jika kamu perlu bantuan. Aku siap membantumu".

Zia mengangguk paham "Terimakasih Zura! Aku berjanji kepadamu, I really promise".

To be continued...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!