Keesokan harinya, merekapun berkumpul untuk membahas kelanjutan hubungan Clara dan Arya.
"Jadi, semua fix, ya," ujar mamanya Arya.
"Iya atuh, jeng. Arya udah terima, Clara juga gitu, kita lanjutlah," sahut mamanya Clara.
"Lanjut." Clarapun bingung.
"Kami sudah sepakat kalau kalian besok tunangan,trus, hari Minggu kalian menikah."
"Hah?" Semoga saja saat ini jantungnya dalam keadaan baik-baik saja.
Meskipun ia tau dijodohkan, tapi tidak secepat ini juga kali nikahnya. Masa iya dalam beberapa hari ini status nya berubah menjadi seorang istri?.
"Tapi Pa, Ma, Om dan Tante, apa ga kecepetan banget, ya. Ini nikah beneran, loh," ujar Clara mengingat. Ya siapa tau aja, ibu-ibu dan bapak-bapak ini lupa, apa itu menikah.
"Iya, kami ingin cepet-cepet aja. Biar kamu ada yg jagain, Clara," ujar mama Arya.
"Dan Arya ada yang ngurusin." Tambah mama Arya, yang ditambah tatapan ga jelas dari putranya itu. "Dan satu lagi, Clara. Jangan panggil Arya dengan sebutan bapak terus dong, umur kalian kan cuman beda 4 tahun, panggil mas Arya aja." Jelas mamanya Arya yang cuma dibalas dengan anggukan enggak jelas. Apalagi yang akan ia lakukan selain itu.
Setelah semuanya beres, Laras malah memaksanya pergi bersama Arya untuk pergi membeli cincin tunangan. Dengan hati yang sangat di paksakan akhirnya ia turuti juga.
"Awas,ya, kalau bapak sampai ngasih tau orang satu kampus tentang ini semua," peringat Clara yang saat itu sedang berjalan dibelakang Arya. Tapi ucapannya tak mendapatkan respon apa-apa. Tapi ia yakin, kalau Arya mendengar ucapannya barusan.
Setibanya disebuah tokoh perhiasan, mereka berdua langsung disambut oleh pemilik toko.
"Eh, mas Arya. mau ambil pesenannya, ya?"
"Iya." angguk Arya mengiyakan.
"Ini siapanya, mas?" Tanyanya sambil menunjuk kearah clara yang berdiri disamping Arya. "Adiknya, ya, mas?" Tebaknya karena melihat Clara yang sedikit lebih pendek dari Arya.
"Ih, enak bener ni orang ngomongnya. Masa gue yang cantik, imut-imut gini dibilang adiknya si muka tembok." Batin Clara merutuki perkataan si pemilik toko.
"Kenapa? Biasa aja dong, mukanya," yang melihat ekspresi muka Clara yang tak terima kalau ia dikira adiknya.
"Ini, mas, cincinya," ujar pemilik toko yang kembali membawa sepasang cincin.
Arya tiba-tiba saja menarik tangan Clara dan itu membuatnya kaget.
"Eh, eh, mau ngapain?" Tanya Clara. Tapi Arya tetap memegang tangannya dan tertuju pada jari manis Clara.
" Udah pas atau belum?" Tanya Arya.
"Owhh, mau cobain cincin, kirain..."
"Gimana, udah pas atau belum?" Tanya Arya tanpa menatap kearah Clara.
"Iya."
"Duh, ini calon istrinya mas Arya. Maaf, saya kira tadi adiknya, mas. Soalnya pendek banget. Kok bisa sih,mas... Apa kecelakaan, ya, mas?" Tanyanya ga berhenti-berhenti yang hanya dijawab dengan tatapan tak suka dari Arya.
"Kecelakaan? Maksudnya, gue bunting, gitu? Anjirrr, Mulut ni orang pengen di tabok kayaknya. Dia kira gue ini cewek apaan". Gerutuk Clara dalam hati.
Maaf, mas," ujar si pemilik toko seolah tau arti dari ekspresi wajah Arya.
Setelah selesai untuk urusan cincin, Arya dan Clara kembali ke mobil. Dalam keadaan berdua di mobil beginilah, Clara menjadi sangat canggung.
"Ini kita mau kemana?" Tanya Clara yang menyadari kalau ini bukan arah jalan pulang menuju rumahnya.
"Makan, saya lapar," jawabnya dingin.
Bukan hanya Arya yang merasa lapar, Clarapun juga begitu. Pada pertemuan di cafe tadi, ia tak dipersilahkan untuk makan terlebih dahulu.
"Saya pikir, bapak nggak punya rasa lapar," ledek Clara sambil tertawa lepas.
"Saya juga manusia."
"Benarkah?" Tanya Clara bercanda. Tapi Arya malah membalasnya dengan tampang sangarnya.
"Bercanda kali, Pak." Clara menyadari tatapan yang ia terima dari Arya itu begitu menakutkan.
"Saya kan sudah bilang, jangan panggil saya dengan sebutan bapak," protes Arya untuk yang kesekian kalinya masalah panggilan Clara padanya.
" Iya, iya, maaf, Pak. Eh, maksudnya, mas," ulang Clara pada perkataannya, meskipun agak berat.
Keduanya berada disebuah cafe.
"Ini, menunya, mas, mbak," ujar seorang pelayan cafe sambil menyodorkan buku menu pada Arya dan Clara.
" Saya pesen salad, sama minumnya green tea," ujar Arya sambil menyodorkan kembali buku menu pada pelayan cafe dan menatap Clara seolah mau makan apa? Tapi enggak mungkin juga seorang Arya mengatakan itu langsung.
"Saya pesen, chicken saos teriyaki." Jawab Clara .
"Sebentar, mas, mbak," ucapnya sambil berlalu. Saat makanpun, Arya dan Clara tak bicara apa-apa. Apa yang akan dibicarakan, menurut Clara, Arya bukanlah lawan bicara yang baik.
"Bapak, vegetarian?" Tanya Clara membuka pembicaraan.
"Bukan." Jawabnya singkat.
"Trus kenapa?" Tanya Clara sambil menunjuk kearah piring Arya.
"Memangnya hanya seorang vegetarian yang boleh makan salad?" Tanya Arya balik.
"Hehe, iya, ya," balas Clara sambil cengengesan.
"Dan satu lagi. jangan pernah bicara disaat makan, itu sangat tidak sopan," jelas Arya mengingatkan, masih dengan tampang dinginnya yang menurut Clara sangat kelewat batas. Seperti tak punya ekspresi saja.
" Peraturan apa,itu?" Tanya Clara, tapi pertanyaannya malah dikacangin begitu saja oleh Arya.
Jam menunjukkan pukul setengah delapan malam. Aryapun mengantar Clara balik kerumahnya.
"Makasih, Pak, sudah mengantar saya kerumah dengan selamat," ucapnya yang sudah berada diluar mobil Arya.
"Sudah dibilang jangan panggil saya Bapak." Kesal Arya yang berada didalam mobil.
"Eh, iya, Bapak Arya," ledek Clara yang langsung kabur sambil tertawa. Entah kenapa, melihat tampang Arya, yang sedang kesal itu, membuatnya sangat terhibur.
"Malam." Teriak Clara saat menapaki kakinya diruang keluarga.
"Clara, jangan teriak-teriak." Semprot mamanya langsung, yang ternyata sudah menunggu diruang tamu.
"Eh, mama, kirain nggak ada orang. Papa juga," ujar Clara menyadari tak hanya mamanya yang ada disana, begitupun juga papanya.
"Gimana?" Tanya papanya.
"Gimana apanya, Pa? Tanya Clara balik.
"Yaelah, maksud papa gimana kamu sama Arya?"
"Biasa aja sih, Pa." Jawabnya
"Ganteng, kan, Aryanya?" Tanya mamanya senyum-senyum nggak jelas.
"Hmm, gini ya ma, Pa. Ya, memang, sih Arya itu ganteng. Tapi Papa, tau, kan, dia itu nyebelin pakek banget, Pa. Papa nggak mau ngerubah keputusan buat batalin ini semua?" Tanya Clara.
"Sayangnya, enggak. Papa malah tambah semangat ngeliat sifatnya Arya."
"Papa nyebelin!" Kesal Clara meninggalkan mama dan Papanya yang malah makin bersemangat tentang perjodohan gila ini.
"Jangan tidur larut malam. Besok kamu tunangan loh, jam sepuluh." Teriak mamanya.
Ia bisa mendengar teriakan mamanya itu dengan jelas, tapi ia abaikan saja.
Bagi pasangan yang akan bertunangan atau menikah dengan rasa cinta, mungkin dia takkan bisa tidur semalaman tapi tidak dengan Clara, ia malah tak bisa tidur memikirkan itu semua karena ia hanya sekedar suka, belum ada perasaan cinta. Semoga saja kejadian ini hanya mimpi belaka.
•••••000•••••
Yap, benar kali. Hari ini adalah hari pertunangannya dengan Arya. Hah, dunia ini benar-benar sudah tak berada diposisi yang seharusnya. Begitu juga dengan pemikiran kedua orang tuanya yang ikut bergeser dari porosnya.
"Clara... Bangun." Suara mama yang heboh berteriak-teriak dipintu kamarnya Clara.
"Clara!!!"
"Iya," jawab Clara segera bangun dan berjalan untuk membuka pintu kamarnya.
"Aduhhh, Mama ngapain, sih, teriak-teriak nggak jelas." Jawab Clara sambil mengucek-ngucek matanya yang masih mengantuk.
"Sudah jam delapan Clara dan kamu masih saja tidur. Kamu lupa hari ini adalah hari pertunangan kamu sama Arya." Mamanya langsung heboh mengomel seperti sebuah mobil yang remnya blong.
"Mama bilang, lupa? Mama tau semalem aku nggak bisa tidur, cuman mikirin tunangan yang ga jelas ini.
"Nggak jelas kamu bilang? Jelas-jelas ini udah ada didepan mata kamu. Jadi, ya, nikmatin aja. Sudahlah, sana kamu mandi dan siap-siap. Dan ini baju yang akan kamu pakai." Jelas Mamanya sambil meletakkan dress berwarna putih dan hels diatas tempat tidur.
Selesai mandi ia segera mengenakan baju yang di sediakan mamanya tadi. Disaat itu, tiba-tiba ponselnya berdering.
"Hadehhh, si Vera nelfon lagi," keluh Clara saat melihat nama Vera lah yang tertera dilayar ponselnya yang berdering.
"Ya, ver."
"Lo nggak masuk?"
"Iya, mau ke acara tunangannya sepupu gue." Ucap Clara, berbohong.
"Tapi, besok masuk, kan?"
" Iya besok gue masuk kok."
"Ya udah, bye."
"Bye."
"Gue mau menghadiri tunangan sepupu gue. Hello.... jelas-jelas gue yang tunangan," gerutu Clara sambil menghentakkan kakinya dengan kesal.
Jam setengah sepuluh Clara dan keluarga besar menuju ke tempat acara yang sudah ditentukan. Entah kapan orang tuanya mempersiapkan semua ini. Yang jelas, semuanya sudah beres saja.
"Wawww... Clara, sayang, kamu cantik banget," puji Tante laras terhadap penampilan Clara.
"Bener kan, Ar?" Tanya Tante laras pada arya yang berada disebelahnya, yang dibalasnya dengan tatapan dinginnya pada Clara.
"Lumayan, cantik." Batinnya
"Nggak salah pilih kita," tambah Hendri papahnya Arya.
"Makasih, Om, Tante," ucap Clara.
"Ayo, jeng, duduk dulu," ajak laras pada sari Mamanya Clara.
Sementara Clara, ia malah lebih memilih duduk di pojokan daripada kumpul sama emak-emak, dan bapak-bapak. Karena menurutnya itu sangat membosankan.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Mamanya memanggil dari kejauhan. Saat ia hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba seseorang langsung menabraknya
Brughhhh
"Omaygat." Umpatnya kesal, apa lagi melihat siapa orang yang menabraknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments