Hari terus berganti, jam terus berputar. Tak terasa, kini waktupun telah berganti menjadi pagi kembali.
Clara terbangun saat adzan subuh berkumandang. Mata Clara berusaha menetralkan cahaya yang masuk. Terasa asing saat dia berhasil melihat sepenuhnya ruangan itu. Dia menatap ke samping, karena merasakan tangan kekar seseorang memeluk perutnya. Setelah seperkian detik dia baru sadar kalau tangan itu milik suaminya.
"AAA, MAS NGAPAIN AKU?" Arya yang tadinya tidur langsung terbangun dengan kalang kabut. Ia menatap kanan kiri, melihat penyebab istrinya berteriak.
"Kenapa kamu berteriak?" tanya Arya setelah merasa tidak ada apa-apa.
"Kenapa aku disini? Bukankah aku semalam ada di kamar sebelah?" Arya menghembuskan napasnya dengan kasar, hanya karena itu istri kecilnya membangunkannya di pagi hari.
"Kamu yang datang kesini."
"Mana ada, semalam aku menonton drakor. Terus aku tertidur, mana mungkin aku bisa disini." Arya hanya mengedikkan bahunya acuh. Dia langsung berbaring kembali dan menarik selimutnya.
Clara yang langsung berfikir kalau Arya yang membawanya ke kamar langsung menarik selimut pria yang sudah menutupi seluruh tubuhnya.
"Mas kan yang bawa aku kesini?" tanya Clara dengan menaiki tubuh pria itu.
"Nggak," jawab Arya dingin.
"Bohong, Mas pasti yang udah bawa aku kesini? Mas ngapain aku saja, bilang." Clara menatap Arya seperti menginterogasi.
"Nggak ada."
"Mas jangan bohong, semalam aku di kamar sebelah jadi mana bisa aku ke kamar ini. Sedangkan aku nggak mau ketem ___"
Bruk!
Arya lansung menarik Clara hingga jarak wajah mereka jadi beberapa senti.
"Kalau saya yang bawa kamu kesini kenapa? Masalah? Nggak kan."
"Ish, Mas tu emang ya... dasar mesum. Aku nggak mau tidur sama Mas." Clara menatap tajam mata Arya.
"Benarkah? Tapi semalam kamu terus memeluk saya dan tidak mau melepaskannya."
"Bohong, nggak mungkin aku meluk-meluk Mas."
"Nggak percaya, bahkan semalam kamu sudah berada di bawah saya tanpa busana." Mata Clara langsung membulat mendengar ucapan Arya.
"Mas, apa Yang mas lakukan sama ak ___"
"Terserah saya mau melakukan apa. Kamu istri saya, dan seluruh tubuh kamu adalah milik saya."
"MAS!"
"Bahkan semalam kamu memanggil saya dengan sebutan Aryaaa."
"Mas, jangan ngomong seperti itu. Aku yakin mas itu bohong, buktinya aku masih pake baju sampai sekarang." Clara melihat baju tidurnya yang terlihat kusut.
"Itu saya yang memaksa kamu, semalam kamu tidak ingin di pasang baju tapi saya terus memaksa supaya kamu tidak kedinginan." Clara langsung mendelik mendengarnya. Sejak kapan dia tidak mau pakai baju?
"Kamu tau kamu sangat cantik semalam, apalagi tanpa baj ___"
"Cukup mas!"
"Kenapa cukup? Semalam saja kamu terus meminta."
Plak!
"Berhenti mas, jangan bahas itu lag ___"
"Benarkah? Tapi saya sangat suka, disaat dirimu memanggil saya dengan sebutan Aryaaaa."
Arya langsung tertawa terbahak-bahak melihat istrinya yang berlari ke kamar mandi. Setelah pria itu menggigit pipinya, Clara langsung berlari ke kamar mandi. Arya bukannya marah malah tertawa. Dia berhasil mengerjai istrinya, wajah gadis itu sangat gemas jika sedang malu.
Pukul 06 pagi sarapan sudah siap di meja makan, keluarga sudah berkumpul disana. Kecuali Arya.
"Dimana suami mu clara?" tanya Laras pada menantunya itu. Clara menggeleng pelan, dia masih kesal pada Arya.
Suara hentakan sepatu, langsung mengalihkan netra mereka. Clara yang melihat orang itu langsung membuang muka. Arya berjalan arogan menuju meja makan. Semua pelayan menunduk, mereka sangat menghormati pria itu.
"Menurut prediksi, seorang istri yang memalingkan wajah dari suaminya lehernya akan patah." Mendengar itu Clara langsung menatap Arya. Prediksi apa itu? Bahkan dia baru mendengarnya. Laras dan hendri yang mendengarnya hanya terkekeh pelan. Kedatangan Clara membawa pengaruh besar pada Arya. Pria itu sekarang banyak bicara.
"Ck, menyebalkan." Clara menyuapkan nasi ke mulutnya dengan kesal. Tatapannya tidak lepas dari suami yang sedang asik memakan sarapannya.
•••••000•••••
Clara, Vera dan Hani kini berada di taman kampus. Mereka sedang mengerjakan tugas. Seorang laki-laki berjalan mendekati mereka.
"Hay," sapanya. Ketiga gadis itu langsung menoleh pada laki-laki tersebut.
"Boleh gabung?" tanyanya.
"Ngg ___"
"Boleh," potong Clara. Gadis itu langsung menggeser tubuhnya untuk memberikan ruang buat laki-laki itu.
"Makasih cantik," ujar Saka. Laki-laki tampan dan banyak di sukai perempuan.
Vera memutar bola mata malas mendengar ucapan Saka, pria itu sangat suka caper.
"Lagi ngapain nih?" tanya Saka pada mereka. Khususnya pada Clara. Pria itu menyukai Clara sejak SMA. Mereka satu sekolah dan Saka merupakan kakak kelas.
"Ngerjain tugas yang di kasih dosen," jawab Clara dengan tersenyum. Senyum yang selalu memabukkan Saka. Gadis itu tidak pernah berpaling dari hatinya, entahlah padahal Saka tau Clara tidak pernah menyukainya. Clara gadis yang polos, dia tidak paham bagaimana rasanya jatuh cinta yang sesungguhnya.
"Ooo, boleh bantu nggak."
"Dih, kita mampu," ketus Hani. Vera dan Hani tidak menyukai Saka. Karena pria itu terlalu caper menurut mereka.
"Gue nggak nanya sama lo." Vera nampak acuh, dia lebih memilih membaca bukunya.
"Butuh bantuan nggak Clara?" Clara menggeleng pelan sambil tersenyum.
"Clara, jangan senyum terus," tegur Hani. Clara langsung mengubah raut wajahnya menjadi biasa saja.
Mereka bertiga asik mendiskusikan tugas mereka. Sedangkan Saka hanya memperhatikan wajah cantik Clara.
"Cantik bangat sih," puji Saka dalam hati.
Tes!
Satu cairan kental, jatuh ke buku yang di pegang Clara. Sontak membuat mereka kaget.
"Clara, astaga hidung lo," teriak Hani. Vera yang melihat itu langsung mengambil tisu dari tasnya. Sedangkan Saka juga ikutan panik.
"Darah, Han," lirih Clara. Gadis itu langsung menutupi hidungnya. Vera langsung memberikan tisu itu pada Clara, dengan cepat dia langsung menghapus darahnya. Namun, bukannya berhenti darahnya semakin banyak.
"Kok nggak berhenti?" panik vera.
"Clara, kita ke rumah sakit aja yah." Clara menggeleng pelan mendengar ucapan Saka. Dia sudah biasa menerima ini, bahkan teman-temannya juga sudah sering melihat darah yang keluar dari hidungnya. Bukan apa-apa, Clara tidak boleh lelah jika itu terjadi hidungnya akan mengeluarkan darah.
"Clara, are you oke?" tanya Hani. Clara mengangguk pelan. Vera yang melihat tubuh Clara mulai melemah, langsung memeluk sahabatnya itu.
"Clara, lo mau pulang? Gue anterin yah." Hani langsung menepis tangan Saka saat pria itu menyentuh bahu temannya.
"Lo kok kasar banget jadi cewek, gue cuma peduli sama Clara," ucap Saka tak terima.
"Nggak perlu, Clara masih ada kita."
"Itu beda, gue cuma ingin peduli sama Clara."
"Nggak penting, mending lo pergi dari sini."
"Lo ngusir gue? Dasar cewek aneh."
"Iya gue ngusir lo, apa ngak ter ___"
"Han, Clara pingsan." Ucapan Hanipun langsung berhenti ketika Vera berteriak melihat Clara menutup mata yang berada di pelukan Vera.
"Astaghfirullah, Clara"
Arya yang di kantor hanya menatap kosong pintu yang tertutup itu. Entah kenapa hatinya agak gelisah, otaknya memikirkan istri kecilnya.
"Ck, kenapa saya memikirkannya? Apa saya jatuh cinta padanya? Tapi, tidak mungkin secepat itu," monolognya. Pria itu tidak yakin, kalau dia mencintai Clara. Bahkan dia menikahi Clara karena perjodohan. Tidak mungkin jatuh cinta, sedangkan sebelumnya dia belum pernah merasakan.
"Menyebalkan sekali, gadis itu membuat saya gagal fokus seharian." Hari ini Arya di buat pusing dengan bayang-bayang Clara. Pria itu rela membatalkan rapat, gara-gara otaknya hanya fokus pada Clara. Bahkan saat sekretarisnya berbicara pun, yang dia sebut adalah nama Clara.
"Omg, saya merindukannya." Pria itu langsung membuka galeri yang ada di HP nya, ia terkekeh pelan ketika mengingat semalam dia mengambil foto istrinya saat tidur. Dia suka Clara yang tidur, terlihat cantik dan damai.
Tangannya beralih pada aplikasi hijau, mencari nama kontak yang baru saja dia minta selesai acara akad. Terpampang tulisan 'Istri Arya' di kontak itu. Dia kembali terkekeh, kenapa dia bisa sealay ini.
Tanpa ragu dia memencet gambar telepon. Berdering? Berarti Clara sedang aktif. Jantungnya berdebar tak karuan entah kenapa.
Tak lama kemudian handphone Arya tiba-tiba saja berbunyi yang menandakan bahwa adanya telepon masuk. Saat di lihatnya ternyata nomor yang meneleponnya itu tidak memiliki nama yang otomatis itu adalah nomor baru.
Awalnya Arya ragu ingin mengangkat telfon itu, tetapi setelah di pikir-pikir alangkah baiknya jika di angkat terlebih dahulu siapa tahu itu penting baginya. Entah itu sebuah kabar atau hal penting lainnya. Tanpa pikir panjang, Aryapun mengangkat telepon itu.
"Ap ___"
"Hallo, ini siapa ya."
Arya sedikit heran, saat mendengar suara orang lain yang menurutnya tidak asing dengan suara itu.
"Hallo, apa ada orang?"
Hani yang ada di sebrang sana, merasa familiar dengan suara itu. Sontak sahabatnya Clara itu kaget ketika membuka kontak, tak sengaja melihat kontak dengan nama 'dosen killer(suamiku)' dengan emoticon love. Tanpa pikir panjang merekapun menyalin nomor itu dan menelepon nya melalui handphone Hani. Saat mendengar suaranya merekapun kaget. Karena mereka sangat mengenali suara itu.
"Pak Arya?"
"Ini siapa?"
"E... Hani Pak."
"Kenapa kamu menelepon saya? Bagaimana bisa nomor saya ada di kamu?" Tanya Arya.
"Anu pak, dapet dari handphone nya Clara."
"Hah?"
Aryapun kaget mendengar hal itu. Ia berpikir bagaimana nanti teman-temannya Clara tau kalau mereka itu ternyata suami istri.
"Maaf Pak sebelumnya, Bapak sudah menikah ya? Dengan Clara?" Tanya Hani pada Arya.
Aryapun diam terpaku, ia bingung ingin menjawab apa. Karena tidak ada pilihan lain akhirnya ia pun mengakuinya.
"Iya, Clara itu istri saya."
"What?"
"Kenapa kamu menelepon saya?"
Hani tak menggubris, ia melihat Clara yang masih belum sadar di berangkar rumah sakit. Dengan sedikit kaget saat mengetahui bahwa Clara sudah menikah dengan Arya dosennya itu.
"Hani."
Hani tersadar saat suara Arya terdengar membentak.
"Clara masuk rumah sakit Pak."
Deg!
Hati Arya terasa nyeri mendengar penuturan Hani. Kenapa bisa istrinya masuk rumah sakit?
Tut!
Telpon dimatikan oleh Arya, dia langsung berjalan keluar dengan tergesa-gesa. Sambil menuju parkiran itu ia menelepon, memberitahukan kepada orang tuanya keadaan yang menimpa Clara sekarang.
Tut Tut Tut.....
"Halo Ar, kenapa?"
"Ma, Clara sekarang ada dirumah sakit." Ucapnya dengan panik.
"Apa? Kok bisa? Yaudah kalau gitu mama mau siap-siap dulu berangkat ke sana. Kamu share lock aja lokasinya dimana."
"Iya mah, ini Aryapun juga buru-buru mau kesana."
"Nanti kalau sekiranya tidak rawat inap bawa pulang kerumah mama aja ya."
"Iya ma, yaudah Arya berangkat dulu ma."
"Iya Ar, hati-hati ya nak."
Arya mematikan teleponnya.
Pria itu tidak memikirkan hal lain, sekarang yang ada di fikirannya adalah Clara. Kenapa dengan gadis itu? Arya sangat khawatir.
Sapaan yang dia dapatkan dari karyawannya tidak dia pedulikan, bahkan sekretarisnya saja yang memanggilnya tidak dia pedulikan. Ia semakin mempercepat jalannya, menuju parkiran. Sebelum nya dia mengetik pesan, menanyakan di rumah sakit mana Clara di rawat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments