"Gimana rasanya masakan ibu?" tanya Ivan.
"Sebenarnya masakan ibu tidak seenak itu. Tapi aku suka saat ibu memasak makanan untukku." jawab Qilla dengan wajah yang sumringah, ia terus tersenyum seolah mengatakan bahwa setiap suapan yang ia rasakan adalah sebuah kebahagiaan.
Ivan pun ikut tersenyum, ia tahu bahwa putrinya sangat merindukan sosok seorang ibu di dalam hidupnya. Dan ia merasa bahwa Elvira adalah sosok yang tepat untuk dijadikan sebagai istri sekaligus ibu dari anaknya.
"Kalau begitu biarkan ibu memasak lebih banyak makanan lagi. Supaya masakan ibu makin hari makin enak, jadi Qilla bisa merasakan masakan ibu setiap hari. Qilla suka kan saat melihat ibu memasak?" tanya Ivan membujuk dan hal tersebut langsung diangguki oleh Qilla.
"Ibu tidak harus pandai memasak. Tapi Qilla senang ibu memasak untuk Qilla dan ayah. Qilla sekarang punya seorang ibu dan Qilla sekarang tidak perlu lagi merasa cemburu dengan teman-teman Qilla yang lain. Ibu Qilla juga sangat cantik, jadi guru-guru tidak perlu menitip salam pada ayah lagi di sekolah."
Mendengar jawaban putrinya, Ivan pun tertawa lucu. Semenjak para guru mengetahui bahwa Qilla tidak memiliki ibu dan Ivan adalah seorang duda, para guru mulai sibuk untuk mencari perhatian padanya. Ivan bukannya terlalu percaya diri, tapi pada kenyataannya ia memang tampan. Walaupun umurnya terbilang matang, wajahnya masih bisa disandingkan dengan laki-laki yang berumur 20an tahun. Apalagi ditambah Ivan memiliki kekayaan yang bisa dikatakan berlimpah.
Ivan pun mengusap rambut putrinya dan tersenyum bangga.
"Anak Ayah memang sangat luar biasa, ayah harap Qilla nanti saat dewasa bisa belajar dari ibu tentang banyak hal. Walaupun ayah sebenarnya tidak berharap Qilla menjadi cepat dewasa, karena di mata ayah, Qilla selalu menjadi putri kecil ayah yang manis." ucap Ivan dengan mata yang sedikit sendu.
Bagi seorang ayah, tidak ada hal yang lebih menakutkan daripada melihat putrinya menjadi lebih dewasa. Akan tetapi Ivan tau bahwa anaknya sangat kuat, terlepas dari semua kekurangan yang dimiliki oleh putrinya, ia selalu bersyukur bahwa Qilla memiliki pemikiran yang terbilang matang. Anak ini memiliki pemikiran yang positif dan selalu menganggap segala sesuatu dengan kacamata kebaikan.
Tidak sulit untuk membuat Elvira dan Qilla memiliki hubungan yang harmonis, karena pada dasarnya keduanya memiliki sikap yang hampir sama. Mungkin jika Qilla dewasa nanti, dia akan terlihat seperti Elvira.
Tak lama Ivan pun memeluk putrinya sambil tersenyum dengan perasaan yang bangga. Akan tetapi senyum itu perlahan menyusut saat ia merasakan bahwa tubuh putrinya lebih hangat dari biasanya. Ia pun membelai dahi Qilla dan betapa kagetnya ia saat merasakan bahwa Qilla sepertinya sedikit demam.
"Kenapa tubuh Qilla panas? Apakah kepala Qilla terasa pusing sekarang?"
Anak itu tidak terlalu memperhatikan tubuhnya, jadi ia mengabaikannya untuk waktu yang cukup lama. Jadi saat ayahnya bertanya, ia pun baru menyadari bahwa kepala sedikit pusing dan penglihatannya sedikit berkunang-kunang. Jadi ia pun menganggukkan kepala pada sang ayah.
Ivan tau bahwa putrinya memiliki banyak kekurangan terutama dalam hal kesehatan, jadi ia sangat memperhatikan betul-betul bagaimana kesehatan sang Putri. Akan tetapi akhir-akhir ini Qilla dapat dikatakan sangat sehat dan sangat jarang sakit. Hal tersebut membuat Ivan merasa khawatir dan panik tentang keadaan putrinya. Apalagi saat ia melihat ada ruam-ruam berwarna merah di beberapa bagian kulit anaknya.
"Apakah ini gatal?"
"Sedikit."
Ivan pun menggendong sang Putri dengan perasaan khawatir dan membawanya ke kamar tidur miliknya. Setelah itu ia pun memanggil pelayan untuk menelpon dokter yang biasa menangani Qilla.
"Panggil dokter untuk segera kemari. Juga siapkan air hangat dan kain bersih."
Saat itu pula pelayan pun langsung bergegas untuk pergi dan menyiapkan air hangat. Hal tersebut membuat Elvira kaget dan heran mengingat ia baru saja selesai membersihkan sisa masakannya yang berada di dapur.
"Apa yang terjadi?"
"Nona Qilla sepertinya sedang sakit jadi kami disuruh oleh tuan untuk segera menelpon dokter, juga menyiapkan air hangat dan kain bersih."
Mendengar hal itu Elvira pun bergegas untuk melihat keadaan putrinya. Saat ia sampai di kamar, Elvira dapat melihat bahwa putrinya terlihat lemah dan wajahnya sedikit memerah karena demam.
"Apa yang terjadi? Kenapa Qilla tiba-tiba merasa sakit dan demam, bukankah tadi dia sehat-sehat saja?"
Walaupun Ivan merasa khawatir akan keadaan putrinya, tapi itu tidak membuatnya mengabaikan pertanyaan sang istri. Ia segera menjawab dan berusaha untuk mencari kalimat baik agar Elvira tidak sepanik dirinya.
"Aku juga tidak tau. Saat aku berbicara dengannya, dia terlihat baik-baik saja. Akan tetapi saat aku memeluknya, aku merasakan bahwa tubuhnya lebih hangat dari biasanya. Setelah aku memperhatikan dengan baik-baik, ternyata dia demam dan ada beberapa ruam merah di sekujur tubuhnya."
Mendengar hal itu Elvira pun menjawab. "Apakah Qilla memiliki alergi terhadap makanan tertentu?"
"Ya, dia memiliki alergi terhadap beberapa jenis makanan laut. Seperti udang, lobster dan kepiting."
"Apakah ebi juga termasuk?"
Mendengar pertanyaan sang istri, Ivan pun langsung menyadari bahwa sepertinya masakan Elvira mengandung sesuatu yang tidak cocok untuk dikonsumsi putrinya.
"Apakah kamu memasak ebi?"
"Ya, mungkin kamu tidak memperhatikannya karena aku menghancurkannya sebelum mencampurnya dengan sambal."
Ivan pun langsung terdiam, ia tidak mungkin marah pada sang istri mengingat Elvira tidak pernah tahu bahwa putrinya mengalami alergi terhadap makanan itu. Akan tetapi ia juga tak bisa menghibur Elvira mengingat bahwa wanita itulah yang membuat makanan tersebut.
"Ayo kita bicarakan lagi setelah Dokter datang dan memastikannya."
Setelah itu keduanya pun diam, mereka kini fokus pada kesehatan Qilla yang terlihat memprihatinkan. Tak lama, pelayan pun datang membawa baskom berisi air hangat dan kain bersih.
Ivan pun segera melepas pakaian putrinya, ia mengompres semua bagian tubuh putrinya yang terkena ruam. Hal tersebut dengan tujuan agar tubuh putrinya tidak terlalu gatal dan panasnya sedikit turun.
Elvira pun merasa bersalah karena kemungkinan besar bahwa masakannya lah yang membuat sang anak menjadi seperti itu. Akan tetapi saat ia memperhatikan bagaimana cara Ivan memperlakukan putrinya, saat itu juga Elvira merasa bahwa ia sepertinya tidak salah pilih suami. Laki-laki itu terlihat begitu telaten dalam merawat anaknya, Dia memiliki kesabaran dan perhatian yang cukup.
Apalagi Ivan tidak mengabaikannya hanya karena khawatir kepada putri kandungnya. Hal tersebut membuat Elvira berkesimpulan bahwa Ivan adalah orang yang bijaksana dan adil. Dia tahu bagaimana cara memperlakukan seseorang dan tahu bagaimana cara bersikap dengan baik. Bahkan jika makanannya tak terasa enak ia akan memilih kalimat paling baik untuk membuatnya tidak terpuruk dan berusaha serta termotivasi untuk membuat makanan yang lebih enak lagi.
Sepertinya ketidakberuntungan yang dimiliki Elvira telah habis saat ia bersama Zayden, dan keberuntungan yang ia miliki telah ia gunakan secara maksimal saat ia menikahi Ivan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Timbul ruam2 merah setelah makan,Untung aja Ivan tdk menuduh Elvira meracuni anaknya seperti di novel2 lain, Karena dia pikir isteri tdk menerima kehadiran anak tiri,,Tapi untungnya Ivan dan El tdk kayak gitu ya..
2024-01-28
0