Elvira menangis sepanjang malam, ia tersedu dan dadanya terasa nyeri dan sulit untuk bernafas. Patah hati telah berhasil menghasilkan banyak kekecewaan dan menurunkan semangat hidupnya hingga ke titik terendah. Ia membenci Zayden karena mempermainkan perasaannya, tapi ia jauh lebih membenci dirinya sendiri karena percaya pada laki-laki itu.
"Kenapa dia begitu jahat?"
Itu adalah pertanyaan yang selalu Elvira ingin tanyakan. Betapa baiknya hubungan mereka di masa lalu dan betapa baiknya Elvira memperlakukan Zayden selama masa itu. Mereka hidup harmonis dan tidak ada pertengkaran. Tapi lihat hasilnya sekarang, mereka tidak berjodoh dan yang membuat Elvira menjadi lebih gila adalah ia tidak tau apa alasan Zayden meninggalkannya.
Apakah Zayden mencintainya?
Apakah Zayden mempermainkannya?
Apakah selama ini Zayden mencintai sahabatnya?
Atau apakah selama ini Zayden mendekatinya untuk dapat bersama sahabatnya?
Segala bentuk pikiran buruk terus bersarang dalam benak Elvira saat ini. Ia merasa bahwa kepergian Zayden menurunkan kepercayaan dirinya hingga titik yang tak bisa ia jangkau lagi.
Elvira bingung sekaligus kalut, tapi sayangnya keluarga tak memberinya celah untuknya bersedih. Tak ada satupun yang datang untuk memeluknya. Mereka masih sibuk bercengkrama sambil sesekali mengejek pilihannya. Elvira menyadari bahwa ia memang salah, tapi bisakah mereka mengatakan sesuatu untuk menyenangkan hatinya yang sedang sakit.
Butuh waktu lama bagi Elvira untuk melampiaskan kesedihan yang ia miliki. Tak lama ia pun tertidur dengan mata sembab serta rambut yang berantakan. Ia berharap setidaknya di dalam mimpi, ia dapat melupakan sejenak rasa sakit dari penghianatan sebelumnya.
Setelah pagi menjelang, Elvira pun bangun dari tidurnya. Ia menghapus semua jejak kesedihan yang ada. Hidup harus terus berjalan dan ia tau itu. Selama ia masih hidup maka tak ada waktu baginya untuk putus asa. Ia hanya perlu sembuh dengan bantuan waktu, setelah itu dia akan menyambut hidupnya dengan cara yang lebih baik.
Elvira membersihkan dirinya, ia lalu menggunakan baju kaos serta celana jins pendek. Ia segera turun ke lantai satu untuk sarapan bersama keluarganya. Tapi pemandangan tak terduga terlihat di meja makan. Semua orang berkumpul di meja makan dengan satu laki-laki asing di tengah. Ya, laki-laki asing itu adalah suaminya sendiri, Ivan.
Ivan langsung datang ke rumah Elvira pagi-pagi sekali tepat setelah ia menyelesaikan pekerjaannya. Ia bahkan tak tidur sepanjang malam hanya untuk menjemput istri kecilnya itu dan langsung membawanya pulang ke rumah mereka.
Rima yang melihat putrinya yang turun untuk sarapan langsung tersenyum sumringah.
"Owh, sudah bangun ternyata. Kemari lah suamimu datang untuk menjemput mu."
Mendengar hal itu Elvira langsung kaget, "menjemput?"
"Ya, kalian akan berangkat ke luar kota hari ini. Semua barang-barang yang kamu miliki akan kami kirim keesokan harinya."
Elvira benar-benar kaget saat mendengar pernyataan ibunya. Mereka terlihat begitu bahagia saat mendengar Elvira akan pergi dari rumah ini. Seolah mereka tak peduli tentang perasaan Elvira yang masih belum terbiasa dengan pernikahannya yang baru.
Ivan hanya tersenyum melihat wajah kaget Elvira. Ia sebenarnya ingin memberikan Elvira waktu untuk beradaptasi dengan pernikahan mereka. Hanya saja pernikahan ini di luar rencananya, jadi ia belum mempersiapkan apapun. Hampir semua jadwal penting di perusahaan akan dimulai besok pagi. Jadi ia tak memiliki waktu lebih untuk bersantai di kota ini.
"Aku tau ini mendadak, tapi pekerjaan tak bisa ditunda. Aku minta maaf untuk itu, aku akan mencoba mencari jadwal kosong di masa depan untuk mengganti keterburuan kita hari ini."
Suara Ivan sangat lembut hingga membuat Elvira merasa sungkan untuk menolak. Mentalnya belum siap untuk berumahtangga dengan orang asing. Tapi apa boleh buat, ia sekarang sudah menikah. Mau tak mau ia harus ikut bersama suaminya kemanapun laki-laki itu akan pergi.
Rima yang melihat putrinya yang terbiasa keras kepala, hari ini melihat sisi lain Elvira yang berbeda dari biasanya. Elvira terlihat mengalah dan tidak meledak-ledak seperti biasanya. Hal itu membuatnya lega dan ia pun tersenyum semakin lebar.
"Mari kita bahas itu setelah sarapan. Hari ini sarapan kita begitu mewah, jadi ayo makan dengan lahap dan jangan biarkan aku mendengar suara keroncongan di perut kalian."
Mendengar hal itu semua orang langsung mengambil piring masing-masing dan Elvira segera duduk di samping Ivan. Mereka sarapan dan tak ada percakapan yang terdengar setelahnya.
Sesekali Elvira akan mencuri lihat ke arah Ivan dan laki-laki itupun melakukan hal yang sama. Mereka saling memperhatikan satu sama lain dan mulai menilai seperti apa sosok mereka yang sebenarnya.
'dia cukup tampan' ucap Elvira mencibir dalam hati.
Tingkah mereka telah berhasil masuk ke dalam penglihatan semua orang. Sesekali mereka tersenyum dan mengangguk satu sama lain sebagai isyarat untuk setuju. Ivan adalah laki-laki yang ideal untuk putri mereka Elvira.
Saat sarapan telah usai, Elvira segera masuk ke dalam kamarnya. Tapi yang tidak ia duga adalah Ivan ternyata mengikutinya dari belakang.
"Kenapa kamu mengikuti ku?"
"Aku mengikuti istriku, apa salahnya?"
Ekspresi Ivan terlihat polos dan tidak berdosa, sangat kontras dengan wajahnya yang tegas dan tajam. Hal itu membuat Elvira terpaksa hanya mengangguk setuju. Lagipula apa yang dikatakan Ivan adalah kebenaran, mereka suami istri sekarang. Jadi tidak masalah jika mereka berada di ruangan yang sama. Tapi siapa yang menyuruh laki-laki paruh baya seperti Ivan bertingkah menyebalkan saat masuk ke kamarnya.
Ivan masuk lebih dulu dari Elvira. Ia melihat banyak tisu berserakan di lantai. Hal itu membuat Ivan menatap Elvira dengan ekspresi berlebihan.
"Kamu masih menangisi Zayden?" Ucapnya dengan cara mengejek.
"Tidak!"
Melihat Elvira yang berbohong, Ivan semakin tertarik untuk menggoda lebih banyak. Wajah Elvira ketika berbohong begitu lucu hingga membuat Ivan ingin mencubitnya dengan gemas. Apalagi ditambah dengan rona merah alami di wajah gembul itu. Sangat lucu.
"Tidak usah menangisi Zayden lagi. Aku dapat meyakinkan mu, aku jauh lebih 'besar' darinya. Jadi kamu tidak akan menyesal menikah dengan ku."
Mendengar hal itu Elvira langsung memerah lebih banyak. Ia mungkin tidak berpengalaman, tapi ia tidak bodoh. Ia paham apa yang dimaksud besar di sini. Hal itu membuatnya malu dan mengambil bantal dan melemparnya ke arah Ivan.
"Sekali lagi kamu bercanda, aku akan menyuruh mu keluar." ucapnya tegas.
Ivan langsung tertawa keras, ia melihat wajah istrinya yang merah seperti kepiting rebus. Hal itu membuatnya puas dan berencana untuk melakukan nya lagi di masa depan.
Menikah dengan Elvira membawa warna baru dalam hidupnya. Walaupun itu bisa dikatakan sebagai sebuah insiden tidak terencana, tapi ia merasa ini adalah sesuatu yang menarik dan menyenangkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Lea
Usia 35 belumlah di bil paruh baya , dewasa /matang lebih tepatnya apa lgi Elvira jg udh lulus kuliah
2024-06-05
0