Pesta telah usai dan keluarga Handoko dapat tersenyum sumringah hingga akhir. Semua orang puas dengan menantu mereka yang terlihat tampan dan mapan. Jauh lebih baik dari Zayden yang hanya sarjana tanpa pekerjaan tetap.
Tuan Budi Handoko pun langsung menepuk bahu Ivan dan tersenyum senang.
"Ayo menantu, kita akan pulang ke rumah."
"Maaf ayah, aku tidak bisa ikut bersama kalian. Ada beberapa pekerjaan yang perlu diselesaikan di hotel. Setelah pekerjaan ku selesai, aku akan langsung mengunjungi kalian di rumah." ucap Ivan sopan.
"Kalau begitu, jangan lupa hubungi kami."
"Baik Ayah."
Setelah itu Tuan Handoko menatap putrinya dengan tatapan tidak puas. Kalau saja pernikahan ini batal, maka dapat dipastikan bahwa Elvira akan langsung diusir dari rumah atau setidaknya diasingkan dari keluarga. Akan tetapi beruntung kedatangan Ivan menyelamatkan Elvira dari kemarahan sang ayah. Akan tetapi Handoko tetap saja merasa kecewa atas pilihan awal putrinya untuk menikahi Zayden.
"Kenapa kamu diam saja, Elvira beri salam pada suamimu."
"Ya, Ayah." Elvira pun mendekat pada Ivan dan berpamitan. "Aku akan pulang."
"Ya, hati-hati. Aku akan menemui mu setelah pekerjaan di hotel selesai." Setelah itu itu Ivan mencium kening Elvira dan mengantar keluarga besar itu menuju tempat parkir.
Elvira pun mengikuti keluarganya untuk pulang ke rumah. Sedangkan Ivan memilih untuk menginap di hotel. Keduanya berpisah dan Elvira dapat melihat bahwa Ivan tak beranjak dari tempatnya berdiri sampai mobil keluarganya benar-benar menghilang.
Di dalam perjalanan semua orang tersenyum dengan sumringah dan ada kebahagiaan terpancar di dalamnya. Kebahagiaan itu bukan milik Elvira, ia masih duduk di pojokan dan enggan untuk berbicara. Tak ada satupun dari keluarganya yang menyinggung tentang kegagalannya menikah bersama Zayden. Seolah Zayden tak pernah ada dan pernikahan itu memang seharusnya dilanjutkan bersama Ivan.
Kegagalan pernikahan bukanlah sesuatu yang mudah untuk nya, ia mendapatkan pengganti yang lebih baik tapi rasa kecewa tak bisa hilang. Perasaan itu terus menggerogoti nya hingga membuatnya lelah dan tak bertenaga. Hanya saja tak ada satupun dari keluarganya datang untuk menghibur perasaannya yang sedang bersedih.
Elvira kembali mengingat bagaimana Ivan memeluknya dan menghiburnya. Itu membuat perasaannya kembali menghangat, setidaknya Ivan lebih peduli padanya dibandingkan keluarganya sendiri.
"Elvira, ibu berharap ini terakhir kali kamu membuat keluarga kita seperti ini. Kita beruntung karena Ivan mau bertanggungjawab untuk adiknya, kalau tidak kita semua akan sangat malu." ucap Ibunya memperingatkan.
Mendengar hal itu beberapa sepupu mulai berkomentar.
"Benar, selama ini Elvira terlalu dimanjakan hingga tak bisa berfikir dengan jernih. Bagaimana bisa dia mau menikah dengan Zayden, laki-laki itu baru lulus kuliah dan belum memiliki pekerjaan yang mapan. Hidup dengannya akan membawa kesengsaraan di masa depan. Beruntung Ivan mengambil alih, aku dengar Ivan adalah seorang pengusaha kaya di luar kota."
"Benarkah? Betapa beruntungnya Elvira menikahi Ivan, setidaknya mereka tidak akan kekurangan makanan di masa depan. Hidupnya terjamin dan mereka akan memiliki anak-anak dengan pendidikan yang memadai. Sehingga kelak tidak akan mengikuti jejak ibunya."
Mereka langsung tertawa bersama. Para sepupu Elvira pada dasarnya adalah wanita yang berumur 5 atau 6 tahun di atas Elvira. Mereka sukses dengan pekerjaan mereka masing-masing. Yang satu menjadi notaris dan yang satunya lagi menjadi pengacara dan bekerja di firma hukum milik Ayah Elvira.
Memiliki pekerjaan dengan kualitas terbaik bukan sesuatu yang mudah. Mereka perlu menggunakan orang dalam untuk mendapatkan sebuah pijakan. Tapi Elvira yang memiliki koneksi paling kuat justru mengabaikannya dan memilih jalur yang berbeda. Hal itu membuat yang lainnya merasa bahwa Elvira sangat bodoh dan mereka sedikit sakit hati. Apalagi saat mendengar bahwa Elvira akan segera menikah dengan kekasihnya tepat setelah lulus kuliah.
Bagi mereka Elvira berpikiran pendek dan impulsif. Sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain dan tidak mengerti resiko yang akan ditanggung di masa depan. Mereka bahkan enggan untuk menasehatinya bahkan terkadang mengejeknya. Mereka tidak suka melihat Elvira yang menikah tanpa persiapan finansial yang matang.
Dulu ketika sepupunya mengatakan hal seperti ini, Elvira akan marah dan menantang mereka habis-habisan. Ia tidak segan untuk berkelahi dengan mereka, bahkan hingga tak bertegur sapa. Tapi setelah Zayden meninggalkan nya, ia langsung tersadar bahwa apa yang dikatakan mereka sebenarnya adalah sebuah kebenaran. Ia harusnya tak menikahi Zayden begitu cepat dan mengorbankan masa depannya dengan begitu mudah.
Untuk menghindari keributan Elvira pun hanya diam dan menghiraukan mereka yang terus berbicara soal Ivan. Setelah sampai di rumah, Elvira langsung bergegas masuk ke kamar. Ia pun melihat handphonenya di atas meja dan sekarang ia ingat bahwa selama proses pernikahan ia tak membawa benda kecil itu.
Saat ini Elvira membuka handphone-nya, satu nama telah tertera di atasnya. Saat nama Zayden disebut hatinya kembali goyah. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Elvira selalu menginginkan bahwa Zayden menyesal untuk meninggalkannya. Ia tidak ingin mengakui bahwa dirinya memang benar-benar salah dalam memilih pasangan hidup. Ia masih optimis bahwa ia selalu ada di hati laki-laki itu.
Elvira memberanikan diri membuka satu pesan dari Zayden.
'maaf'
Itu adalah kata singkat yang dikirimkan Zayden untuknya. Hal itu membuat perasaannya menjadi kalut dan marah. Dari semua hal yang telah Zayden lakukan untuknya, laki-laki itu hanya mengungkapkan kata maaf dan pergi meninggalkannya tanpa berbalik. Zayden bahkan tak perlu bersusah-susah untuk menulis alasan kepergiannya. Dia bahkan memilih untuk pergi bersama sahabatnya sendiri tanpa sebuah penyesalan.
Elvira merasa 3 tahun hidupnya begitu sia-sia. Ia merasa tertipu dan sangat bodoh karena mempercayai orang yang salah. Bukan hanya itu, ia merasa begitu terhianati oleh sahabatnya sendiri. Wanita itu bahkan tak mengiriminya satu pesan pun karena telah pergi bersama calon suaminya. Sebenarnya yang lebih menyakitkan adalah keduanya adalah orang yang paling ia sayangi dan paling ia percayai selama ini.
Elvira menangis di dalam kamarnya, sekali lagi ia harus menangisi laki-laki yang sama. Laki-laki yang mengisi hidupnya selama 3 tahun. Laki-laki yang meninggalkannya tanpa alasan dan pergi bersama sahabatnya sendiri. Laki-laki itu adalah Zayden, adik dari suaminya saat ini.
Malam itu ditakdirkan menjadi malam yang panjang, dimana Elvira mengeluarkan semua emosinya yang ia pendam selama ini. Rasa sakit atas pengkhianatan dari dua orang paling berharga dalam hidupnya. Kalau saja Ivan ada di tempat ini, mungkin Elvira akan menjadi lebih lega karena bisa bercerita lebih banyak padanya, atau sekedar memeluknya untuk menenangkan diri. Entah sejak kapan Elvira merasa bahwa memang Ivan lah orang yang paling ia butuhkan saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments