Terjerat Benang Merah
20:48
PLAK!
PLAK!
Dua buah tamparan mendarat mulus di pipi chubby seorang gadis berbalut baju tidur.
"Ini apa!?!" Aren mencampakkan beberapa lembar foto berukuran 5r di depan wajah Nasya.
*Nasya berjongkok untuk melihat foto-foto itu. Bola mata Nasya melotot sempurna. Napasnya tercekat dengan dada yang bergemuruh hebat. Bagaimana, bisa Aren menemukan foto ini? Siapa, Siapa yang udah motoin gue!? Batin Nasya. *
Jemari lentik Nasya bergetar hebat menggenggam satu foto. Foto yang berpotret Nasya sedang berpelukan mesra bersama Alanza kemarin lusa di trotoar jala lalu.
"ANAK BODOH! NGGAK BERGUNA! BISANYA CUMAN BUAT MALU ORANG TUA!" teriak lantang seorang pria paruh baya yang masih mengenakan pakaian kantor.
"pah, ini salah paham Nasya, bisa jelasin," papar Nasya mencoba membela diri. "Ini... Ini nggak seperti yang..."
"Awsh, sakit pah." Nasya merintih kesakitan kala merasakan rambutnya di tarik kuat dari belakang.
"Sakit?" Aren tersenyum misterius. Membuat Nasya bergedik ngeri melihatnya.
Aren menggulung rambut Nasya di jemarinya, lalu menjambak rambut lembut milik gadis itu dan membenturkan ke dinding.
"Akh!" Nasya mengerang kesakitan. Tangannya mencekam tangan Aren agar berhenti menjambak rambutnya.
"Kenapa, kurang sakit hmm!?"
Nasya menggeleng cepat. Ayahnya sudah gila dengan senyuman di wajahnya. Kedua mata Aren seakan di butakan dengan bara amarah.
Bugh!
"Aakh." lirih Nasya kesakitan. Gadis itu melingkarkan tangannya di perut pipihnya. Mata Nasya terpejam merasakan sakit luar biasa di perutnya. Rintihan kesakitan seakan menjadi hal yang Aren suka.
"Masih kurang sakit!?" ujar Aren tersenyum seperti psikopat.
DUGH!
Badan Nasya terjatuh dengan kasar di atas lantai bermarmer. Pinggang gadis itu sengaja di terjang kuat dari belakang. Pria paruh baya itu bukannya merasa kasian dengan putrinya, Malahan ia dengan teganya menganiaya anaknya.
"Aaakh." Nasya memegangi tulang ekornya. Tendangan Aren lima kali lipat lebih sakit sampai rasanya tulang belakangnya ingin putus.
Aren sedikit berjongkok, menyamakan tingginya dengan sang putri.
"Pantas saja kau minta membatalkan pertunangan ini, ternyata pria itu alasannya," tutur Aren dengan tangan yang mengapit kuat sisi wajah Nasya. Memaksakan Nasya untuk memandangnya.
"Kau pantas di neraka," tuturnya dengan nada geram.
Perkataan Aren mungkin benar, mungkin juga salah.
"Jika aku tau bagaimana caranya ke neraka, maka aku akan melakukannya," balasnya Nasya dengan berani. Manik Nasya beradu tatap dengan mata coklat Aren.
Aren semakin menggeram dengan jawaban putrinya. Dia kira Nasya akan menangis tersedu-sedu memintanya untuk melepaskan diri, tapi kenyataannya Nasya malah menantang.
"Baiklah, aku akan membawamu ke neraka tanpa repot-repot gantung diri." Aren tersenyum misterius. Jika itu yang Nasya inginkan maka Aren dengan senang hati mengabulkan permohonannya.
Nasya tersenyum kecut. Dia sudah lelah dengan kejamnya dunia yang tidak berpihak padanya. Dia bosan dengan semua ketidakadilan Aren terhadapnya. Dia capek dengan kata-kata kasar yang hampir setiap saat Nasya dengar dari semua orang.
Tidak bisakah Nasya merasakan yang namanya kebahagiaan? Tidak bisakah gadis malang ini beruntung walau tentang percintaan?
Kenapa dunia seakan menolaknya untuk bahagia? Mengapa semesta menciptakan hidup penuh kesengsaraan untuk Nasya?
"Aakh." Nasya mengerang kesakitan kala tanpa aba-aba Aren mencekik lehernya.
Nasya memegangi tangan Aren yang mencekiknya. Rasa tercekat dan napas terhenti membuatnya seakan benar-benar akan menghadap ilahi.
"Kenapa, bukannya kau ingin MATI!?!" Aren menekankan kata terakhirnya untuk menyadarkan Nasya.
"Nggak usah belagak enggan hidup jika kau ingin mati." Aren mengangkat tubuh Nasya dengan satu tangannya.
Nasya hampir kehabisan napas. Dia di ambang kematian jika saja sebuah telepon berdering nyaring di saku Aren.
Drtt
Drtt
Bunyi dering telepon berhasil mengalihkan atensi Aren. Pria itu berdecak sebal saat suara dering itu kian menjadi. Dengan malas dia merogoh handphonenya dan mengecek siapa yang menelpon.
Gery Atmadja.
Secara spontan dia melepaskan tangannya dari leher Nasya. Aren menggeser ikon berwarna hijau. Mendekatkan benda pipih itu ke telinganya.
"Halo Ger, ada ap--" belum sempat Aren melanjutkan ucapannya, Gery lebih dulu memotong ucapan Aren.
"Kembalikan dana yang telah aku transfer padamu." ujar Gery dengan nada dingin.
Aren menutup matanya. Inilah konsekuensinya jika Aren berani menghianati Gery.
"Loh, bukannya kau sudah sepakat tidak akan meminta dana yang kau berikan, karna anak kita sudah bertunangan?" tanyanya seakan-akan dia tidak mengetahui apa-apa.
Terdengar decihan sinis dari sebrang sana. "Sayangnya kesepakatan itu tidak berlaku karena anak mu sendiri yang membatalkan pertunangan itu."
"Itu artinya apa, Kau harus ganti rugi dana yang aku berikan. Jika kau tidak bisa mengganti dana itu dalam kurun waktu dua minggu, maka mau tidak mau aku akan mengambil alih perusahaan mu."
Bak petir di siang bolong, rasanya semua pembuluh darah di tubuh Aren terhenti. Tubuhnya seketika menegang ketika pria itu kembali berucap.
"Haruskah aku melipat gandakan dana yang sudah ku beri?" tawa Gery di seberang sana.
Ancaman Gery kian berhasil membuat mata Nasya membola. Benarkah ayahnya melakukan hal sejenis ini? Nasya pikir ayahnya memintanya bertunangan pada Lingga hanya agar pria itu mau menandatangani kontraknya.
"Aku mohon jangan Gery, aku sudah tidak memiliki uang sepeserpun untuk membayar dua kali lipat dana yang kau beri." Aren memohon dengan muka memelas, meskipun Gery tidak dapat melihat raut wajahnya.
Tawa nyaring terdengar keras dari sebrang sana. Sialan! Pria itu menertawakan dirinya yang bodoh. Itu semua karna tingkah laku bodoh anaknya, karna dia dirinya harus di tertawakan. Lihat saja kau anak sialan! Batin Aren.
Dengan nafas berat dan sedikit menahan geram Aren kian berucap. "Baiklah aku akan mengganti dana itu sebelum waktu yang kau berikan, kau tidak perlu khawatir karna aku akan mengganti dana mu dua kali lipat." ucapnya mencoba menyakinkan Gery, padahal dirinya saja tidak yakin dengan ucapannya.
Bagaimana bisa ia yakin, uang yang telah Gery berikan sudah habis ia gunakan untuk mengembalikan uang para investor-investor yang melaba rugi.
"Baiklah, aku tunggu ya, jangan sampai kurang satu perak pun."
Tut! Tut!
Aren berbalik menatap tajam Nasya. "Anak sialan!"
PLAK!!
"Bikin malu!"
PLAK
"Bodoh!"
PLAK
"Tidak bisa diandalkan!"
PLAK
"Lebih baik kau mati!"
Tamparan keras yang bertubi-tubi itu, membuat Nasya hampir pingsan. Sudut bibirnya sudah mengeluarkan darah, pipinya yang putih bersih kini menampilkan tanda telapak tangan yang memerah.
*"Karena kau tidak jadi mati, maka aku akan buat kau di ambang kematian." *
Rasanya Nasya tidak kuat lagi sekedar berdiri. Gadis itu menyeka pelan sudut bibirnya yang terasa ngilu.
"Ku kira caramu membawaku ke neraka tanpa siksaan, tapi nyatanya caramu terlalu rendahan," ucap Nasya dengan berani. Entah datang dari mana keberanian itu hingga berhasil membuatnya berani melawan Aren.
"Anak kurang ajar seperti mu akan sangat di sayangkan jika mati tanpa siksaan."
***
Tolong Hargai karya penulis dengan memvote karyanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments