...'Berbicara dengan diri sendiri, bertanya dengan diri sendiri dan jawab sendiri. Adalah satu hal yang menyenangkan bagi mereka yang memiliki penyakit jiwa'...
.......
.......
.......
.......
Seorang gadis berbalut selimut tebal masih meringkuk di dalam kamarnya tanpa memikirkan deringan jam Beker di samping nakas. Deringan jam Beker seakan tidak mengganggu tidur nyenyak seorang gadis. Bahkan sinar matahari kini telah menampakkan dirinya. Manik biru laut itu seakan tidak terganggu dengan sinar matahari yang saat ini sudah meninggi menyilaukan matanya. Hingga satu suara berhasil membuat tidur nyenyak gadis itu terbangun.
'Brakk!'
"NASYA!! BANGUN LO!" suara cempreng itu sungguh memekakkan telinga gadis yang masih bergelut dengan selimut tebalnya.
Nasya berbalik membelakangi gadis itu dan menutup seluruh badannya dengan selimut.
Gadis yang baru saja membangunkan Nasya adalah Tasya, kakak kandungnya. Walaupun hubungan keduanya tidak begitu dekat namun, Tasya masih memiliki hati untuk membangunkan adiknya yang kebo ini.
Nasya tidak tahu apa jika hari ini adalah hari Senin? Hari di mana para murid harus datang tepat waktu karena akan melaksanakan upacara bendera.
Tasya menggoyangkan kuat lengan Nasya dengan harapan agar Nasya segera bangun."Bangun, pe'a'!!"
Nihil! Gadis itu masih setia membalut dirinya dengan selimut tebal. Kelihatannya Tasya akan mengambil langkah untuk Nasya agar kembarannya bangun.
"NASYAAAAA, BANGUN NGGGAK LO! GUE SIRAM PAKE AIR WC NTAR!" Tasya melangkahkan kakinya menuju WC di kamar gadis itu.
Nasya berdecak sebal. Kembarannya yang satu ini sungguh cerewet sekali. Dengan sangat terpaksa Nasya membuka selimut tebal yang membungkus tubuh mungilnya. Dia bersimpuh manis di tengah kasurnya. Nasya menatap sebal kearah kembarannya yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan membawa segayung air berniat akan menyiram dirinya.
"BANGUN!!"
Nasya mengerling matanya malas. "Resek!"
Walaupun Nasya sudah bangun namun ia masih tidak bergerak dari tempat tidurnya. Diam sambil Bengong mengumpulkan setengah nyawanya. Bahkan matanya masih enggan sekedar menyipit.
Tasya bersedekap dada. Menggoyang kepalanya ke kanan dan ke kiri. Sungguh adiknya ini tidak tahu waktu! Padahal sebentar lagi gerbang sekolah akan segera di tutup. Namun dia masih saja diam.
"Lo mau sampai kapan gitu doang?! Nggak liat apa udah jam berapa?!" teriak Tasya mengagetkan Nasya yang masih setengah menutup matanya.
Nasya berdecih sinis. Gadis itu mengeliat ke arah jam beker yang berada di atas nakas.
Matanya yang tadi setengah terbuka kini terbelalak kaget bahkan mulutnya menganga lebar saat melihat jarum jam yang menunjukkan pukul 06: 40 pertanda gerbang sekolah akan segera tertutup.
"Sial! Kenapa Lo nggak bangunin gue dari tadi sih?!" Nasya menyingkap selimutnya dan segera beranjak dari kasurnya.
"Heh! Gue dari tadi juga udah bangunin elo, 'ya emang dasar Lo nya aja yang kebo!!" teriak Tasya tidak terima.
"Gue bukan kebo!"
Brak!!
Hanya butuh lima menit untuk Nasya selesai mandi. Ralat bukan mandi. Dia hanya membasuh wajahnya dan menyikat giginya saja.
Tasya yang saat ini sudah merepet tidak jelas di depan pintu sambil bersedekap dada menatap garang Nasya. Bukannya bantuin malah marah-marah nggak jelas. Dasar kembaran durhaka! Batinnya.
"Buruan! gue tungguin di mobil!" Tasya berjalan dengan langkah gontai keluar rumah.
Nasya keluar dari kamar lalu menuruni satu persatu anak tangga dengan langkah mendugas. Kakinya berjalan mendekati meja makan dengan mengambil sepotong roti lalu menggigitnya tanpa di beri selai.
Nasya kemudian berjalan keluar dari rumah dan menghampiri mobil putih yang sudah terparkir di depan halaman rumah.
Setelah melihat kembarannya sudah masuk mobil, Tasya langsung saja menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Jarak rumah dan sekolah memang cukup jauh, butuh 25 menit untuk sampai di sekolah. Hal itu yang membuat Tasya memarahi Nasya sepanjang jalan.
Padahal mereka tidak satu sekolah.
Itu tentu saja membuat Indra pendengaran Nasya panas karena harus mendengarkan ocehan gadis itu. Jengah dengan kembarannya, Nasya menyumbat telinganya dengan earphone.
°°°
Sebuah mobil Ferrari berhenti tepat di depan gerbang SMA Serbia. Terlihat jelas jika gerbang yang menjulang tinggi itu sudah tertutup rapat. Nasya pun menghela napas kasar. Cepat-cepat Nasya keluar dari mobil Tasya. Tasya meninggalkan Nasya yang masih terdiam menatap gerbang sekolahnya.
Dua saudara kembar itu memang tidak satu sekolah. Itu karena Aren yang tidak mau jika Tasya satu sekolah dengan Nasya entah apa alasan pria itu sehingga dengan tega memisahkan keduanya.
Tasya sendiri bersekolah di SMA Mervia, SMA terfavorit nomor satu di kota Bandung. SMA dengan fasilitas lengkap dan memadai. Tidak bisa sembarang orang yang bisa bersekolah di sana. Para murid yang bersekolah di SMA Mervia rata-rata anak dengan IQ yang tinggi. Tentu saja Tasya selalu di utamakan di banding Nasya. Tasya selalu lebih di sayang Aren di banding Nasya.
Nasya menggeret langkahnya menuju tembok belakang sekolah. Tanpa ada perasaan takut sedikit pun Nasya langsung memanjat tombok rata di bawah pohon mangga. Gadis itu memang sering sekali melewati jalan ini jika sudah terlambat. Maklum lah langganan terlambat.
Hap!
Kaki Nasya mendarat sempurna di atas tanah. Gadis itu celingukan mencari tas yang tadi dia lempar. Dahi Nasya berkerut ketika tasnya tidak di temukan di mana-mana.
"Lo nyari ini?" suara berat itu berhasil membuat Nasya mendongak ke atas. Nasya mengepal kuat jemarinya.
"Nggak usah ngambil tas orang bisa nggak!?" teriaknya menahan kesal.
"Nggak usah terlambat bisa, nggak!?" Pria itu mengikuti nada bicara Nasya. Oh tak lupa dengan raut wajah datarnya yang amat menjengkelkan itu.
Nasya benci situasi ini. Dia benci saat dirinya terlambat dan harus di hukum oleh pria sialan di depannya.
Dia, Alanza Andromeda, Ketua OSIS di SMA Serbia. Nasya jelas saja membencinya setelah berkali-kali dia terlambat dan tidak di hukum. Tapi kini setelah Alanza yang menjabat sebagai ketua osis baru jadi langsung menargetkan Nasya.
“Lo terlambat 5 menit 45 detik."
Penuturan Alanza berhasil membuat Nasya menjatuhkan rahangnya. "Lo ngitung detik nya juga?"
"Gue sebagai ketua osis harus mendisiplinkan siswi nakal kayak elo." Ucapan Alanza sukses mendapatkan decakan sebal dari Nasya.
Enak saja dia ngatur-ngatur memangnya siapa dia. Batin Nasya dalam hati.
"Heh, Ketua osis baru jadi! Gue seumur-umur sekolah di sini baru kali ini gue di hukum." Nasya bersedekap dada memandang sinis Alanza.
"Jelas lah mereka nggak hukum elo, orang Lo Php-in," balas Alanza sarkasme.
Nasya tidak bisa mengelak. Ucapan Alanza memang benar tapi Nasya bukan php seperti yang di artikan orang-orang. Lagi pula Nasya hanya meminta hadiah bukan php. Bukan salahnya dong jika Nasya tidak mengakuinya sebagai pacar. Lagi pula dari mana juga pria ini tahu.
"Lo!" Alanza menunjuk Nasya dengan jari telunjuknya. "Berdiri hormat di tiang bendera sampai istirahat!"
Bola mata Nasya melotot sempurna. "Heh! Lo mikir lah kalo ngasih hukuman! Lo pikir gue capek apa berdiri di depan tiang bendera."
Nasya jelas tidak terima jika Alanza harus menghukumnya dengan hormat di tiang bendera. Hukuman macam apaan itu? Pikirnya.
"Se minimalnya jangan sampai istirahat lah! Nggak tau panas apa? Bisa gosong muka mulus gue," ujar Nasya tidak terima.
Sedangkan pria datar itu, pedulikah? Ohh jelas tidak. pria itu hanya menatap datar gadis di depannya. Jika Alanza pacar Nasya maka bisa di pastikan pria ini akan Nasya putuskan detik itu mereka jadian.
'Dih! Apaan dah otak gue mikirnya begituan.' batin Nasya melempar jauh-jauh pemikiran itu. 'Lagian cewek mana yang bakalan tahan sama sifat cool-nya, Alanza' batin Nasya kembali.
Sadar jika ternyata mereka saling pandang, Nasya berdeham. Detak jantungnya berdegup tidak normal. Entah perasaan Nasya saja atau memang bener, jika Alanza memberinya tatapan begitu dalam.
'mungkin perasaan gue doang! Iya perasaan lo doang, Na!' batin Nasya.
"Woy!" Nasya melambaikan tangannya ke depan Alanza. Dia masih setia dengan tatapan dalamnya.
"Kalo lo diam doang gue pergi nih! Berasa ngomong sama batu gue, sumpah!" Kakinya kemudian berbalik, berniat untuk ke kantin karena tadi pagi ia hanya makan roti sepotong.
Alanza menajam ketika gadis itu berniat menghindar dari hukuman yang telah ia berikan "Lo pergi berarti lo pengen dapat surat panggilan orang tua dari kepala sekolah!"
Sial. Mana berani Nasya jika ancamannya sudah orang tua yang datang ke sekolah. Bisa-bisa dia sudah kena hajar sebelum berbicara. Dengan tangan terkepal kuat Nasya berbalik menatap wajah menyebalkan Alanza.
"Oke, gue hormat di tiang bendera." finalnya lalu berjalan menuju lapangan. Berdiri di depan tiang bendera untuk 3 jam kedepan, lebih baik di banding harus mendapatkan surat panggilan dari kepala sekolah.
"Awas aja kalo Lo sampai kabur." Alanza memandangi punggung Nasya yang berjalan menuju lapangan.
"Hmm," balasnya dengan deheman singkat.
"Udah sono Lo ngapain mantengin gue!?" Kesal Nasya saat Alanza malah mengikutinya dan menatapnya dari depan
"Awas! ntar lo naksir lagi sama gue," ucap Nasya dengan pd-nya lalu mengibas rambutnya ke kebelakang.
Alanza menatap jengah gadis itu. "Nggak usah ke pede-an! Gue cuma nggak mau Lo kabur dari hukuman aja."
Malu. Satu kata yang mendominasi Nasya.
"Udah sono lo, gue jamin sama lo kalo gue nggak bakalan kabur dari hukuman." Nasya mengibas-kibas kan tangannya seolah mengusir Alanza.
Yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Alanza. Pria itu segera pergi menjauh dari hadapan Nasya.
Sedangkan gadis itu sudah misuh-misuh tidak jelas sembari menghentakkan kakinya kesal. "Ketos SIALAN! Gue sumpain istrinya cabe-cabean!"
***
* Nasya Audrey Mahesa
*when Nasya kalo mode kalem
* Alanza Andromeda
Alanza mode serius
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
kevvv
auuuuu suka bangetttt
2025-02-01
0
emi_sunflower_skr
Bikin jantung berdebar!
2023-10-16
0