{¹³} Warning!!

..."Lo pikir gue apaan sampe harus kasih dia dulu baru dia ngerebutin gue."  ...

...•...

...•...

...•...

...•...

Sepasang kekasih baru saja pulang dari pasar malam. Keduanya terlihat begitu bahagia dengan senyum yang mengukir indah wajah keduanya.

"Kamu nggak mau masuk dulu, Ga?" tanya Ayu saat tiba di depan gerbang rumahnya.

"Nggak usah, sayang hari ini aku mau pulang cepet," balas Lingga mengelus surai sang pacar dan menepuknya pelan.

"Yaudah kalo gitu aku masuk, 'ya sayang."

Cup!

Sebelum pergi Ayu memberinya kecupan singkat di bibir Lingga. Lalu lari terbirit-birit membuka gerbang. 

Lingga menggeleng. Pacarnya begitu manis dengan segala tingkah laku kocaknya. Sangat berbanding terbalik dengan tunangannya yang bahkan sangat lemah dan tidak selembut Ayu. Ah, tunangannya itu akan kembali di hajar Aren karna ketahuan selingkuh darinya.

Setelah memastikan Ayu masuk ke dalam rumah, Lingga menghidupkan mesin motornya untuk segera pergi.

Di perjalanan pria itu tak henti-hentinya memamerkan senyum bahagia yang begitu kentara. Lingga mengingat jelas bagaimana raut wajah imut Ayu saat dirinya menyatakan cintanya lagi di dalam biang Lala.

"Sayang, aku mencintaimu melebihi cintaku pada diriku sendiri mau, 'kah kamu menerima cincin ini, sayang?"  Lingga berjongkok di depan Ayu dengan tangan memegang kotak cincin berlian.

Ayu terdiam cukup lama Hingga akhirnya bersuara.

"Tunanganmu? Kasihan dia."

Wajah belas kasihan Ayu semakin membuat Lingga terpesona. Sekali lagi pria itu jatuh di dalam pesona rupawan  Ayu.

"Sayang, jangan pikirkan dia. Dia itu nggak pantes jadi tunangan aku, yang pantas itu kamu sayang." Lingga mengelus sisi wajah Ayu. Tatapan cinta begitu terlihat di mata keduanya.

Cup!

Sebuah benda kenyal berhasil menempel di bibir tipis Ayu. Keduanya berciuman panas yang membawa keduanya bergairah. Melupakan jika mereka berada di dalam biang lala.

Terlalu fokus melamun sampai tanpa sadar dia sudah di jegat oleh seseorang di depannya. Pria dengan wajah datar dan terkesan angkuh berdiri memblokir jalannya dengan motor Kawasaki Ninja H2-nya.

Lingga mengarah padangan ke sekitar ternyata keadaan sekitar jalanan sangat sepi. Tidak ada rumah yang ada hanyalah pepohonan yang menjulang tinggi. Lingga melepas helm-nya yang menutupi hampir seluruh wajahnya.

Pria itu yang menjegat jalanan Lingga menarik paksa tubuhnya dari atas motor. Akibatnya tubuh Lingga jatuh ke tanah dengan motornya masih menyala yang juga ikut menimpa dirinya. Pria itu menarik paksa Lingga agar berdiri lalu memberinya bogeman mentah di wajahnya tanpa tahu apa kesalahannya. 

Tiga buah bogeman mentah berhasil menyapa wajah mulus Lingga. Sudut bibirnya terasa dikoyak paksa dan luka lebam di pipi dan di matanya yang begitu sakit.

"Sekali lagi lo buat dia tergores, nyawa lo balasannya." Ancam Alanza dengan nada penuh penekanan. Seringai miring tercetak saat Lingga jatuh terkapar di atas tanah.

Lingga menyeka darah segar di pipinya. Sialnya Lingga harus di pukul tanpa mengetahui apa kesalahannya.

"Maksud lo apaan!?!!" Lingga berdiri dengan sedikit sempoyongan berjalan mendatangi Alanza.

"Lo masih belum ngerti juga apa maksud gue?!" Alanza paling benci menjelaskan sesuatu. "Nih gue jelasin."

Hasilnya Lingga yang kembali di pukul secara membabi buta. Badannya jatuh terkapar dengan semua luka lebam yang menghiasi wajahnya.

"Lo ini siapa? Kenapa lo jegat gue dan nyerang gue?!!" kali ini tak kan Lingga biarkan pria itu menghajarnya lagi. Badannya babak beluk karna alasan yang tak dia ketahui.

"Heh! Elo, 'kan yang buat semua tanda siksaan di badan, Nasya!?!" Alanza menarik kasar kerah leher Lingga mendekatkan wajah keduanya agar pria itu  mendengar.

Seringai miring tercetak di bibirnya. "Ouh, jadi elo cowok yang  belain si jal...."

"Tutup mulut sialan lo itu! Dia bukan j*l*ng!" Api amarah membara di matanya. Alanza paling anti jika ada seseorangyang menyebut gadisnya j*l*ng.

Bibir Lingga pecah saat pria itu kembali memberinya dua buah bogeman mentah di sana.

"Di kasih apaan lo sama dia sampe nurut abis?" Lingga menyeka cairan kental di bibirnya. Kakinya mencoba agar berdiri walau hampir terjatuh.

Malam ini Alanza membantai habis tunangan Nasya. Setelah pria itu melihat keadaan Nasya yang jauh dari kata baik-baik saja hatinya seakan tergerak untuk membalas perlakuan buruk tunangan Nasya padanya.

Alanza mencengkram erat kerah leher Lingga." Heh! Harusnya lo ngaca! J*l*ng sesungguhnya ada di diri pacar lo!!"

Seringai miring terbit di bibi Lingga. "Lo pikir pacar gue itu j*l*ng? Dia itu setia! Nggak kayak cewek yang lo rebutin."

"Oh, 'ya? Bagaimana jika ternyata pacar lo ketahuan ngenj*l*ng? Gue pastiin lo bakal nangis kejer." Alanza menyentak kasar tubuh Lingga ke aspal.

Wajah penuh dengan lebam Lingga sudah menjadi jawaban jika dirinya kalah tenaga dengan Alanza. Pria itu hampir saja membunuhnya dengan serangan bertubi-tubi tanpa henti.

"Dan kita lihat saja seberapa setianya jala...."

Sekali lagi, Alanza memberi Lingga Bogeman mentah. Sepertinya Lingga ini adalah pria lemah dengan mulut lemes-nya.

"Stop bilang dia j*l*ng kalo lo masih mau ngelihat dunia."

Lingga memuntahkan cairan kental berwarna merah tepat setelah Alanza memberinya pukulan di perutnya.

'Sialan! J*l*ng itu bahkan di lindungi oleh orang kuat' batinnya dengan memegangi perutnya.

Kali ini Lingga kalah. Sejatinya Lingga hanya bisa menindas yang lemah dengan kata-katanya saja. Selain itu dia adalah lelaki banyak omong yang hanya bisa menindas Nasya. Karna pada dasarnya Lingga tidak pintar untuk adu otot apa lagi adu jotos.

Deruman motor sport menjauh meninggalkan Lingga yang terkapar di jalanan. Rasanya untuk berdiri saja Lingga sangat sulit.

"Kalo gitu akan gue batalkan pertunangan sialan ini."

*******************

07 : 49

Pagi ini Nasya kembali terlambat. Kakinya sudah lelah untuk terus berlari mengelilingi lapangan dalam sepuluh kali putaran. Pagi ini tepat di mana Nasya terlambat Alanza memberinya dua pilihan. yang pertama berjemur di bawah terik matahari atau berlari mengelilingi lapangan sebanyak sepuluh kali. Langsung saja Nasya memilih untuk berlari mengelilingi lapangan di banding harus menjemur wajahnya.

"Hah....hah......hah..... Capek." Nasya menopang tubuhnya dengan memegangi lututnya. Dadanya naik turun seperti habis di kejar-kejar warga karena telah mencuri.

Semua organ tubuh Nasya melemas dua penopang badannya tidak kuat lagi untuk berdiri. Hasilnya dia terjatuh di tepi lapangan. Tangannya bergerak mengipasi wajahnya yang kepanasan.

Mengelilingi lapangan sebanyak sepuluh kali adalah salah satu cara untuk kurus. Tapi, tubuh Nasya bahkan jauh dari kata gemuk dia memiliki tubuh yang sedang.  tidak kurus apa lagi gemuk. Jadi bisa di pastikan setelah ini dia akan kurus secara instan Mengingat bahwa lapangan sekolahnya seluas stadion sepak bola.

Tidak seluas itu juga, sih tapi separuhnya.

Nasya akui dia jarang berolah raga jadinya seluruh bagian tubuhnya merasakan sakit yang luar biasa terutama di kaki. Betisnya merasakan jika urat hijau kebiru-biruan menegang. Nasya men-selonjorkan kakinya ke depan berharap agar rasa sakit itu segera hilang.

"Jarang olahraga, 'ya gini jadinya." Monolog pada diri sendiri. Sebenarnya Nasya itu paling suka senam atau lari kecil keliling komplek, tapi kadang-kadang rasa suka itu tertimbun dengan rasa magernya. Jiwa mager Nasya akan meronta-ronta jika dia berolah raga di akhir pekan.

Pernah sekali Nasya berolahraga agar tinggi badannya naik, tapi bukannya tinggi badan yang dia dapat. Gadis itu malah memborong es krim karna tergeliur dengan warna es krim yang beragam.

Jujur saja Nasya itu paling tidak tahan jika sudah ada es krim. Dia ganti alih menyukai es krim setelah kematian ibunya. Nasya jadi memiliki trauma tersendiri jika membeli permen kapas.

Manik biru laut itu mendapati siluet seseorang dari arah depan. Dia dengan senyum miring yang tercetak jelas di wajahnya datang menghampiri Nasya.

"Hai, Nasya." Gadis itu memamerkan seringai manis di wajahnya. Tak lupa tangannya yang melambai ke arah Nasya.

Dia Ayu. Nasya cukup tau gadis itu begitu membencinya entah apa alasannya Nasya juga tidak tahu. seharusnya yang benci itu Nasya, karna gadis itu sudah berhasil merebut tunangannya. Tapi untuk semua perlakuan Ayu, Nasya ikhlas lahir batin. Iya, Nasya ikhlas kok sangking ikhlasnya dia ingin sekali menebas leher Ayu.

"Mau apa lo!?" Nasya ingin sekali berdiri tapi kakinya sangat kram. Nasya hanya takut saja jika gadis itu dengan Tidak punya jiwa kemanusiaan langsung menendang kakinya.

"Santai, gue nggak bakal nendang lo kok tapi kalo elo resek kayaknya akan gue lakuin," ucap Ayu seolah dia tahu isi hati Nasya.

Gadis itu menyamakan tingginya dengan Nasya. Ayu mengamati setiap inci wajah Nasya. Dia seakan mencari sesuatu yang elok di lihat.

"Modelan kayak lo ada yang suka?" Seringai manis berubah miring setelahnya. "Lo kasih apaan Revan, sampe dia ngerebutin elo?!"

Ayu mengapit pipi Nasya dengan satu tangannya. Seperti di siram bensin dan di beri pematik, api bara api di dadanya membara dengan pandangan dingin menyeruak masuk di mata biru Nasya.

Tangan Nasya menyentak Ayu, rahang seperti di pecahkan oleh gadis ini kala gadis itu.

"Lo pikir gue apaan sampe harus kasih dia dulu baru dia ngerebutin gue."  Tatapan meruncing bak bambu yang baru di asah Nasya lontarkan pada Ayu.

"Ouh, lo berani ngelawan gue?!" Ayu menarik surai Nasya dengan sangat kasar lalu menjambaknya menggunakan kedua tangannya.

Nasya tak sebodoh itu untuk diam saja. Dia juga membalas perlakuan Ayu dengan menarik rambut pirangnya sekuat tenaga. Seluruh tenaganya dia arahkan untuk menjambak gadis itu.

"Jauhi Revan, kalo lo mau gue lepasin!" Teriak Ayu.

Nasya mengernyit dahinya sejak kapan juga dia dekat-dekat dengan pria tengik itu. "Kalo gitu jauhi Lingga, kalo lo pengen gue jauhi, Revan."

Nasya harus mendapatkan feedback yang sempurna untuk kelangsungan hidup. Lagi pula dari dulu Revan yang selalu mendekatinya bukan Nasya yang gatal mendekati pria itu.

"Sialan!!" Ayu jelas tidak mau, Lingga itu daging empuk untuknya memanfaatkan pria itu. Jika dia memutuskan Lingga maka dunianya akan hampa.

Seringai miring tercetak di bibir Nasya. "Gue pikir lo cewek cantik dengan segala kelembutannya, tapi nyatanya hati lo lebih busuk dari bangkai ayam."

Kedua tangan memegangi rambut satu sama lain dengan teriakan nyaring berhasil membuat orang-orang mengalihkan pandangannya ke arah lapangan. Guru yang mendengarnya pun kian berlari keluar untuk menengahi kedua gadis itu.

"HEY! APA YANG KALIAN LAKUKAN, HUH?!!" pak Memet keluar dari kelasnya dia menghampiri keributan. "LERAI MEREKA!" teriak pak Memet pada murid yang hanya melihat.

Pada murid pun mencoba untuk melerai kedua gadis yang saling menjambak. Meski susah tapi pada akhirnya jambakan tersebut terlepas.

Dada naik turun dengan mata setajam elang yang hendak menerkam mangsanya Nasya lontarkan pada Ayu. Tak ingin berlama-lama Nasya segera pergi dari sana. Sudah cukup rambutnya di Jambak habis-habisan sama gadis gila modelan Ayu.

"Cantik-cantik sinting!!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!