Bab 19

Baskoro memegang selembar kertas hasil otopsi di tangan. Dokter telah menjelaskan bahwa diyakini mayat yang dimakamkan benarlah Alex, anak buahnya. Anak buahnya berhasil melacak lokasi seseorang yang menelponnya. Dan saat ditelusuri, panggilan itu berasal dari sebuah makam yang bertuliskan nama Alex pada nisan, anak buah Baskoro yang Yoga bunuh hari itu.

Walau telah dimakamkan dengan layak, namun kondisi tubuhnya sudah tak bisa dikenali membuat Baskoro melakukan otopsi. Dan saat hasil telah keluar, sebulir keringat lolos dari mulutnya.

"Ini tidak bisa dibiarkan," geram Baskoro dengan meremas kertas di tangan. Setelahnya dirinya segera pergi dari rumah sakit dan mengadakan pertemuan dengan keluarga besar.

Dan di sinilah mereka sekarang, berkumpul di tempat pertemuan biasa jika ada hal yang perlu dibicarakan mengenai permasalahan harta yang telah Detya tinggalkan.

"Apa? Apa kau yakin semua ini ulah Yoga?" tanya Hendri dengan keterkejutan jelas tercetak di wajah setelah sebelumnya mendengar apa yang Baskoro katakan.

"Aku masih belum yakin. Tapi, jika bukan dia, siapa lagi?" jawab Baskoro.

"Kalau begitu apa mungkin kematian Leony kemarin juga ada hubungannya dengannya? Dia pasti berniat balas dendam pada kita!" sahut Marta hingga bangkit dari duduknya.

"Kau yakin, Yah? Terakhir kali kau bertemu dengannya bukankah dia jadi gelandangan?" tanya Arini yang ragu jika Yoga adalah dalang di balik ini semua.

Mengenai Mega, artikel tentang kematian kedua orang tua Yoga dan kematian Leony, semuanya terjadi hampir di saat bersamaan, jika dalang itu semua adalah Yoga, bagaimana dia melakukannya?

"Mbak Arini benar. Jika semua masalah yang terjadi hampir bersamaan ini adalah ulahnya, dari mana dia bisa mendapat banyak uang untuk melancarkan aksinya? Dia tidak punya apa-apa," timpal Hendri.

"Lalu, jika bukan dia, siapa lagi?" kata Baskoro yang sepertinya benar-benar yakin penyebab masalah yang datang akhir-akhir ini adalah Yoga.

"Bisa jadi rekan bisnismu. Dan untuk Leony, kau dengar sendiri kan Mbak, polisi bilang dia mengemudi dalam keadaan mabuk. Apapun bisa terjadi saat orang mabuk mengendarai mobil," ucap Hendri pada Marta.

"Diam kau! Kau tahu apa?!" bentak Marta. Bagaimanapun dirinya belum bisa melupakan kematian anak bungsunya mengingat anak bungsunya itu belum lama meninggalkannya untuk selamanya. "Jika anak sialan itu ada di balik semua ini, aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri!"

"Mbak, sudah. Sabar, Mbak," bujuk Novi yang duduk di sebelah Marta. Ia berusaha menenangkan Marta dengan menepuk ringan bahunya dan mengajaknya kembali duduk. Namun suara lantang Marta justru kembali terdengar.

"Semua ini salahmu! Seharusnya waktu itu kita habisi saja mereka! Semua ini pasti tak akan terjadi! Kita tetap bisa hidup dengan tenang!" teriak Marta dengan menunjuk Baskoro tepat di tengah mukanya.

Johan, suami Marta, hanya diam tak berniat setidaknya menenangkannya. Selama ini dirinya hanya mengikuti Marta apapun keputusannya. Hampir sama seperti Novi yang mengikuti suaminya. Namun, Johan tak peduli pada Yoga atau Yume. Dirinya mendukung apapun yang istrinya lakukan agar mereka bisa hidup enak namun tak ingin ikut campur atau terlibat.

"Mbak, sudah. Jangan salahkan kakak. Sekarang yang harus kita pikirkan adalah bagaimana caranya menemukannya dan menghabisinya. Aku tidak mau mati sia-sia atau kehilangan semua yang telah kita dapat selama ini," ujar Hendri.

"Bagaimana mungkin aku bisa tenang? Kau tidak peduli karena kau tidak punya anak!" bentak Marta.

Seketika raut wajah endri tampak marah. Dirinya memang belum memiliki keturunan, tapi tak seharusnya kakak iparnya itu berkata demikian. "Jaga ucapanmu!" balasnya dengan suara tak kalah keras. Dirinya paling sensitif jika pembicaraan sudah menyangkut anak.

"Apa! Pada kenyataannya kau memang tak punya keturunan! Kau dan istrimu itu mandul! Jadi kalian tak akan mengerti bagaimana rasanya kehilangan seorang anak!"

Novi menutup mulut mendengar apa yang Marta katakan. Memangnya siapa yang mau mandul? Memangnya siapa yang tidak ingin punya anak? Dirinya ingin, suaminya pun ingin, tapi mereka bisa apa jika keinginan itu belum terkabul? Bahkan mereka telah melakukan proses bayi tabung, namun sudah dua kali percobaan, hasilnya tetap nihil. Novi sampai sempat berpikir, itu semua terjadi karena perbuatannya pada keluarga Yoga.

Tiba-tiba Novi bangkit dari duduknya dan tanpa mengatakan apapun segera keluar dari ruangan.

"Nov, Novi! Tunggu!" panggil Hendri namun percuma, Novi tetap pergi dari sana.

"Lihat apa yang kau lakukan!" bentaknya pada Marta dengan tangan terkepal kuat.

"Apa?! Memangnya ada yang salah dengan ucapanku?! Bahkan harusnya kalian itu tidak mendapat bagian sepeserpun karena tidak bekerja sama sekali!"

"Marta! Cukup!" potong Baskoro yang merasa Marta telah keterlaluan. Dan lagi di saat seperti ini yang harus mereka lakukan adalah bersatu, bukannya sebaliknya.

Marta terdiam, sampai akhirnya ia perlahan menjatuhkan bohongnya ke sofa yang sebelumnya ia duduki. Bentakan Baskoro seolah menyadarkannya, bahwa ucapannya telah menyakiti hati Novi.

"Setelah ini kau juga akan kehilangan Agam! Agar kau tahu rasanya tidak punya anak!" teriak Hendri yang kemudian segera pergi dari sana menyusul sang istri.

Mendengar itu Marta kembali naik pitam. "Jika terjadi sesuatu dengan anakku, kau orang pertama yang akan aku cari!" teriak Marta.

"Marta! Cukup! Jika kau masih bicara lagi, akan kuambil semua yang kau miliki!”

Mendengar bentakan Baskoro, Marta kembali hanya diam.

"Sekarang yang harus kita lakukan adalah bersatu dan menghabisi dalang itu! Bukan bertengkar karena masalah sepele."

"Apa? Kakak bilang sepele? Leony mati kakak bilang sepele?!"

"Sampai hari ini kita belum punya bukti, jadi jangan menyalahkan orang lain," ujar Baskoro.

Marta hanya diam menatap Baskoro dengan pandangan tek terbaca. Kemudian ia bangkit dari duduknya dan melangkah keluar ruangan diikuti suaminya di belakangnya.

"Bagaimana ini, Yah?" tanya Arini yang bisa membaca situasi dan kondisi.

Baskoro hanya diam berkutat pada pikirannya sendiri. Otak cerdas dan liciknya seolah bekerja bahwa saat ini orang misterius yang menerornya pasti senang karena berhasil membuat mereka terpecah belah.

---

Di tempat lain, terlihat Yoga yang menekan earphone wireless yang terpasang di telinga. Saat ini ia tengah dalam perjalanan menuju suatu tempat sembari mendengar percakapan Baskoro dan kawanannya sebelumnya.

Dirinya berhasil menyusup ke rumah yang hanya digunakan mereka untuk bertemu saat membahas sesuatu dan berhasil meletakkan perekam suara di bawah meja. la bersyukur dipertemukan dengan ayah angkatnya, karena dengan bantuannya dirinya bisa membalas dendam. Dan semua dapat berjalan lancar hanya dengan uang.

"Sudah siap?" tanya Yoga entah pada siapa di seberang sana.

["Kau tenang saja. semua berjalan sesuai rencanamu.]"

Yoga memejamkan mata sejenak dan menjawab, "Baiklah, terima kasih." Lau hendak mematikan sambungan telepon namun suara wanita di seberang sana menghentikannya.

["Tunggu! Jangan lupakan janjimu.]"

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto

Imam Sutoto

gile keren banget

2024-04-06

0

Budi Efendi

Budi Efendi

lanjutkan

2023-10-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!