Bab 2

"Terima kasih." Yoga berterima kasih pada wanita paruh baya yang memberinya upah setelah membawakan belanjaannya ke becak motor yang telah menunggu. Saat ini Yoga tengah berada di pasar dan mencoba peruntungannya dengan menjadi kuli panggul.

Membawakan belanjaan ibu-ibu ke motor mereka. Meski tahu yang menggunakan jasanya hanya karena iba, ia tidak peduli yang terpenting ia bisa mendapat uang guna membeli obat untuk Yume. Yume mengalami demam tinggi setelah semalam hujan mengguyur. Bahkan sebenarnya ia pun saat ini dalam kondisi yang kurang sehat.

"Nak, tunggu!" panggil wanita paruh baya yang sebelumnya menggunakan jasa panggul Yoga.

Yoga yang hendak pergi kembali berbalik. "Iya, Bu?"

"Sepertinya kau masih muda, kau tidak sekolah?" tanya wanita itu seraya mengamati Yoga dengan saksama.

Yoga menggeleng. "Tidak,"

"Orang tuamu?"

"Mereka sudah meninggal."

Seketika raut iba tercetak di wajah wanita tersebut. Wanita itu mengeluarkan beberapa lembar uang pecahan sepuluh ribu dan memberikannya pada Yoga. "Ini, ambillah," titahnya.

Yoga tampak ragu. "tapi, Bu."

"Tidak apa-apa. Ibu ikhlas," kata wanita itu dengan senyum tulus yang merekah. "Rumah ibu tidak jauh dari sini, kapan-kapan datanglah ke rumah," tawarnya setelah dengan terpaksa Yoga menerima uang itu dari tangannya. Yoga tentu tak akan menyiakan kesempatan, dengan uang itu ia bisa membeli selimut bekas agar Yume tidak kedinginan juga obat.

"Terima kasih. Baik, Bu," jawab Yoga dengan menundukkan kepala.

Setelahnya wanita itu pun pergi sementara Yoga segera pergi ke apotek membeli obat untuk Yume juga membeli selimut bekas.

Sesampainya di rumah, tak seperti biasa, wajah Yoga menunjukkan kegembiraan. Ia telah membawa selimut dan obat serta makanan di tangan. "Yume pasti senang," batinnya tanpa melunturkan raut kebahagiaan di wajah.

"Kakak pulang...."

"Kakak sudah pulang?" sambut Yume yang sesekali terbatuk.

Yoga segera menghampiri sang adik dan menunjukkan apa yang ia bawa. "Kakak membelikanmu obat. Kakak juga membelikanmu makanan. Kakak juga membelikanmu selimut," ucapnya dengan antusias.

Yume begitu terkejut melihat kakaknya membawa banyak barang. "Kakak, dari mana kakak mendapatkan semua ini? Kaak mencuri lagi?" tanya Yume di mana raut wajahnya tampak sendu. Jika bisa, ia tak ingin kakaknya mencuri lagi karena tak ingin kakaknya kembali dipukuli.

"Tidak, Yume. Tadi kakak jadi tukang panggul membantu ibu-ibu di pasar membawa belanjaan. Jadi kakak dapat uang dari mereka sebagai bayaran ," jawab Yoga seraya mengeluarkan nasi bungkus dari kantong plastik dan membukanya untuk Yume.

"Pasar? Bukankah sangat jauh dari sini, Kak?" Karena setahu Yume pasar terdekat dari sana berjarak 5 km.

"Bukankah kau tidak suka kakak mencuri?"”

"Tapi... Yume khawatir terjadi sesuatu dengan kakak," cicit Yume menatap nasi bungkus dengan lauk ayam dan tempe di depannya.

"Kau tenang saja, Yume, kakak baik-baik saja.Nah, sekarang ayo makan dan minum obat," bujuk Yoga seraya menyendok nasi dan ayam dan menyuapkannya pada Yume.

"Kakak mana?" tanya Yume karena hanya melihat satu nasi bungkus.

"Kakak tadi sudah. Jangan pikirkan kakak," jawab Yoga tanpa melunturkan senyum tipisnya.

"Kakak bohong. Kalau kakak tidak makan, Yume tidak mau makan." Sama seperti biasa, Yume akan menggunakan ancaman yang sama jika kakaknya berbohong sudah makan.

"Tapi kakak benar-benar sudah makan, kau tidak mendengar perut kakak berbunyi, kan?" ujar Yoga yang sebenarnya berbohong.

Uang sisa obat dan selimut bekas hanya cukup untuk membeli satu bungkus nasi. la hanya makan tomat jelek yang ia minta dari penjual di pasar untuk mengganjal perutnya. "Ayo makan lah," bujuknya.

Yume membuang muka dan hanya diam. la benar-benar tak akan makan jika tidak dengan kakaknya.

Melihat itu dengan terpaksa Yoga menyuapkan nasi itu ke dalam mulutnya sendiri. "Lihat, kakak makan, jadi kau juga harus makan." la kembali mengambil sesendok nasi dan ayam lalu menyuapkannya pada yume.

Yume yang melihatnya akhirnya mengukirkan senyuman dan bersedia menerima suapan sang kakak. Senyumnya pun mengembang membuat hati Yoga menghangat. Dan hari itu menjadi hari membahagiakan bagi keduanya setelah sekian lama mengingat mereka bahkan lupa kapan terakhir kali bisa makan nasi dan ayam.

Keesokan harinya Yoga kembali ke pasar dan menjajakan diri untuk membantu mengangkat barang. Kadang ada yang memberinya upah kadang ia hanya mendapat kata terima kasih. Namun ia tak menyerah, ia tetap menunggu dengan sabar hingga mendapat pelanggan atau setidaknya orang yang iba melihatnya. Sampai ia kembali dipertemukan dengan wanita yang kemarin memberinya uang lebih.

"Nak, tolong bawakan belanjaan ibu, ya," pinta wanita berusia sekitar 40 tahunan tersebut.

Dengan sigap Yoga segera membawa belanjaan wanita itu ke becak motor yang telah menunggu di mana pengemudi becak motor itu tampak tak suka melihat Yoga. Bukan tanpa alasan, jika pria paruh baya itu yang membawakan belanjaan, ia bisa mendapat uang lebih.

"Nak, kau mau ke rumah ibu? Ibu ada pakaian bekas mungkin kau mau memakainya," kata wanita itu. la iba melihat Yoga yang tak pernah mengganti bajunya yang sudah koyak.

Yoga tampak ragu namun pada akhirnya bersedia karena berpikir mungkin ada baju juga untuk adiknya. Akhirnya ia ikut bersama wanita itu menaiki becak motor ke rumahnya. Wanita itu benar, rumahnya tak jauh dari pasar hanya sekitar 1 km.

Sesampainya di rumah wanita itu, ia segera mempersilahkan Yoga masuk ke dalam rumah. Sebenarnya Yoga tak enak hati melihat bagaimana penampilannya yang lusuh dan kotor namun wanita itu tetap menyuruhnya masuk ke dalam rumah.

Sesampainya di dalam rumah, Yoga mengedarkan pandangan ke penjuru rumah yang baru pertama ia masuki. Meski tak sebesar rumahnya dulu, tapi rumah itu cukup besar untuk seseorang yang tinggal sendiri.

Ya, wanita itu mengatakan dia tinggal sendiri karena suaminya merantau sementara ia tak memiliki anak. Mungkin itu alasannya membawanya ke sana, batin Yoga. Yoga pun sempat berharap mungkin wanita itu mau mengadopsinya juga Yume. Namun ia segera mengenyahkan pikiran itu tak ingin kecewa jika itu tak terjadi.

Wanita itu keluar dari sebuah kamar dan membawakan Yoga handuk. "Mandilah dulu, Nak.Ibu akan menyiapkan bajunya untukmu," perintahnya.

"Tapi, Bu...”

"Tidak apa-apa. Anggap saja rumah sendiri. Ibu tidak punya anak, jadi ibu senang kau ada di sini."

Dengan ragu Yoga menerima handuk tersebut dan pergi ke kamar mandi sesuai arahan wanita itu.

Baru saja Yoga menanggalkan pakaiannya, tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka menampilkan wanita itu yang tersenyum padanya. Yoga begitu terkejut dan berusaha menutupi tubuhnya. "Ma- maaf, Bu. Aku belum selesai," ucapnya seraya membalikkan badan memunggungi wanita itu.

Wanita itu mengabaikan ucapan Yoga dan tetap masuk ke dalam kamar mandi. "Ya Tuhan, Nak. Kenapa dengan tubuhmu?" Wanita itu justru menatap sekujur tubuh Yoga yang penuh jejak luka dan lebam kebiruan. Tangannya bahkan menyentuh jejak luka di punggung Yoga.

Demi apapun, Yoga sangat malu, namun pikiran polosnya membuatnya membiarkan wanita itu menyentuh lukanya.

"Ibu akan membantumu membersihkan tubuhmu," ucap wanita itu yang membuat Yoga tak tahu jika seulas senyum amat sangat tipis terukir di bibir wanita itu.

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto

Imam Sutoto

semangat thor lanjut

2024-04-05

1

Hiu Kali

Hiu Kali

gassss thor... sop ilernya sudah okeh ini...

2023-10-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!