Bab 13

Reza melirik Mega yang seolah tak peduli. Adiknya itu masih tenggelam dalam masalahnya sendiri tak peduli telah menyakiti hati Doni. Sementara Doni juga tak tahu sitasi, harusnya sebagai kakak Doni bisa sedikit lebih dewasa dan bisa memposisikan diri saat adiknya tengah dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Tiba-tiba perhatian Reza teralihkan saat ponsel dalam saku kemejanya bergetar. "Halo," ucapnya setelah mengusap layar.

["Dia tidak ada di rumahnya, Bos."]

Dahi Reza terlihat berkerut mendapat laporan dari seseorang yang ia suruh mengintai rumah Tian.

["Menurut sumber, dia pergi ke luar negeri tadi pagi."]

Reza menggenggam kuat ponsel yang menempel di telinga. la kalah cepat. Tian telah kabur sebelum ia mengorek informasi darinya. Merasa muak, Reza segera mematikan sambungan telepon dan satu-satunya petunjuk saat ini adalah Mega.

---

Di tempat lain terlihat Yoga yang duduk di dalam mobilnya dan mengarah pandangannya pada perkampungan yang dulu menyimpan banyak kenangan. Tempat itu terlihat berubah dari terakhir kali ia berada di sana. Namun, sama sekali tak mengubah kenangan buruk yang pernah ia rasakan. Bahkan kenangan buruk itu seolah kembali terlihat jelas di depan mata.

Yoga membuka kaca mata hitamnya, mengeluarkan kartu nama milik Arini dan menatapnya dengan pandangan tak terbaca. Setelahnya ia pun memutuskan pergi dari area itu menuju suatu tempat.

Setelah satu jam lebih perjalanan, akhirnya Yoga sampai di depan area pemakaman umum. Keluar dari mobilnya, ia melangkah memasuki pemakaman dengan membawa keranjang kecil berisi bunga. Dan sampailah Yoga di depan makam kedua orang tuanya dan Yume.

Yoga menatap tiga nisan orang paling berharga dalam hidupnya dengan pandangan tidak terbaca." Selamat siang, ayah, ibu, Yume," gumam Yoga yang kemudian membersihkan makam ketiganya dari ranting dan daun serta rumput liar.

Setelahnya ia duduk bersila di samping pusara Yume, menaburkan bunga kemudian memanjatkan doa. Setelah selesai, diusapnya nisan Yume dengan mata yang tampak basah. "Kakak tahu kau pasti bahagia di sana. Kau sudah berkumpul dengan ayah dan ibu ." Senyum tipisnya mengembang namun bibirnya terlihat bergetar.

Setiap kali teringat Yume, air mata seolah tak dapat ia bendung. Padahal sudah berlalu bertahun-tahun, tapi ingatan kesengsaran yang Yume alami masih membekas dalam hati. "Andai saja saat itu kakak bisa lebih cepat menyelamatkanmu," gumamnya. Pasti Yume masih ada bersamanya dan dapat merasakan bahagia.

"Kakak tidak tau apakah kau, ayah dan ibu akan marah atau mendukung kakak." Yoga menarik nafas panjang dan berusaha menahan air mata yang telah menggenang. "Tapi, kakak tidak bisa berhenti. Pembalasan dendam baru dimulai. Kakak akan memberi mereka pelajaran agar mereka sadar sebelum menjemput ajal."

Ini sudah biasa setiap Yoga mengunjungi makam kedua orang tuanya, ia akan menceritakan banyak hal di depan makam Yume. Yoga akan datang berkunjung setiap satu bulan sekali. Meski tengah sesibuk apapun, ia akan menyempatkannya.

"Setelah ini mungkin kakak akan jarang mengunjungimu. Tujuan kakak akan mulai menyita waktu. Tapi kakak janji, sebisa mungkin kakak akan datang." Setelah itu Yoga bangkit dari duduknya dan menaburkan bunga di atas makam kedua orang tuanya.

Beberapa saat kemudian, seseorang datang ke makam dengan membawa bunga di tangan. Sampai tiba-tiba ia menghentikan langkahnya saat melihat bunga di atas makam kedua orang tua Yoga serta Yume. Melanjutkan langkahnya, diperhatikannya bunga yang tampak masih segar. "Sepertinya belum lama," batinnya. Ia mengedarkan pandangan mencari seseorang yang baru saja datang namun tak menemukan siapapun. Yoga telah pergi dari sana sekitar setengah jam yang lalu.

Pria itu melangkah dan berdiri di depan makam ayah Yoga kemudian meletakkan bunga yang ia bawa. "Bagaimana kabarmu di sana, Kak? Maafkan aku setelah sekian lama baru mengunjungimu. Aku hanya ingin meminta izin darimu," ucapnya seraya melirik makam Yume.

---

"Katakan saja, kakak tidak akan marah padamu ." Saat ini Reza tengah duduk di kursi di sisi ranjang menatap Mega dengan raut wajahnya yang tenang, Sementara Mega duduk di atas tempat tidurnya dengan bersandar kepala ranjang.

Sudah dua hari sejak hari ia mengunjungi Mega hari itu, Mega telah diizinkan pulang karena kondisinya yang membaik. Mega masih diam dan menatap perban yang membalut pergelangan tangan. la masih bingung bagaimana cara menjelaskannya pada kakaknya.

Jika ia menjawab sesuai kenyataan, sama artinya ia membuka aibnya sendiri di depan kakaknya.

Sesekali Mega melirik sang kakak. Ia terlihat ragu dan cemas. Namun, pada akhirnya ia membuka suara menceritakan semuanya mengenai Tian.

"Aku bertemu dengannya di klub," cicit Mega.

Reza hanya diam, ia sama sekali tak terkejut mendengar adiknya mengatakan demikian.

"Sejak dari sana hubungan kami semakin dekat.

Dan aku... kami ...." Mega tak sanggup mengatakan kata selanjutnya.

Ia malu, juga takut jika kakaknya tahu ia telah rusak. Meski di sisi lain ia ingin kakaknya membuatnya membalas dendam pada Tian. Reza memejamkan mata sejenak. Ia sudah tahu apa yang akan Mega katakan dan memilih segera ke inti pembahasan.

"Yang ingin kakak tau, bagaimana hubunganmu dengannya. Apakah ada orang lain di balik hubungan kalian? Seseorang yang mungkin menjadi penyebab kalian memiliki hubungan," jelas Reza." Kau yakin dia tidak hanya ingin memanfaatkanmu?"

Mega tertunduk lesu. "Saat itu dia yang menghampiriku. Dan mengenai itu... aku tidak tahu. Jika uang, sepertinya tidak. Tian tidak pernah meminta apapun kecuali...." Lagi, Mega tak dapat melanjutkan kata-katanya. 

Namun melihat bagaimana kakaknya sangat serius, ia menelan ludah dan melanjutkan apa yang ingin ia katakan.

Mega memejamkan mata dengan tangan terkepal kuat. "Kegadisanku."

"Sampai akhirnya berakhir pada kejadian kemarin?" sahut Reza dengan suaranya yang terdengar dingin.

Mega mengangguk dan menoleh menatap sang kakak. "Semua terjadi karena Tian memaksaku, Kak! Dia memaksaku! Jika Tian tidak memaksaku saat itu semua tak akan terjadi! Kakak harus menemukan siapa yang merekam dan menyebar video itu Kakak juga harus memberi pelajaran pada Tian!" ucap Mega penuh emosi.

"Kau ingin kakak membunuhnya?"

Namun, saat empat kata tersebut lolos dari mulut Reza, Mega terdiam. Dirinya memang membenci Tian dan menyalahkannya karena insiden kaa itu, tapi apakah membunuh Tian adalah keinginannya?

Raut wajah Reza menjadi amat datar menatap Mega. "Kau ingin kakak membunuhnya?" tanyanya sekali lagi. "Atau, kau masih berpikir kembali pada lelaki seperti dirinya?"

Suara Mega seolah tertahan di tenggorokan dengan bibir terlihat bergetar.

Reza memilih mengalihkan pembahasannya mengenai Tian dan kembali pada pokok utama. "Dia punya teman? Kau mengenalnya?"

"Aku tidak tahu. Satu-satunya temannya yang kutahu adalah Raven. Dia datang di pesta waktu itu padahal aku tidak mengundangnya, aku juga tidak mengundang Tian," jawab Mega menjelaskan sesuai kebenaran. Sampai detik ini ia tak menyadari bahwa semua telah direncanakan dengan matang hanya untuk menjebaknya.

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto

Imam Sutoto

buset mantap gan lanjutkan

2024-04-05

1

Rina Yulianti

Rina Yulianti

begitulah jika memberi nafkah keluarga hasil dari mencuri alias uang haram maka tidak akan ada ketenangan dalam hidup mereka

2024-02-17

1

Hekmah Santi

Hekmah Santi

intiny balas dendam tp kok sering menyudutkan pihak 2 tertentu.. /Cake//Rose//Wilt//Bomb/..

2023-12-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!