Bab 12

Untuk sepersekian detik mata Arini terlihat melebar mendengar Yoga menyebutkan namanya. Tapi saat Yoga mengatakan kata selanjutnya, Arini terdengar menghela nafas.

"Prayoga Daniel," ucap Yoga berbohong menyebutkan namanya. Belum saatnya Arini tahu bahwa keponakan yang dulu disia-siakan, masih hidup kembali untuk membalas dendam.

"Tentu saja tidak mungkin Yoga. Yoga pasti sudah mati. Walaupun masih hidup, anak itu pasti tak mungkin jadi setampan ini," batin Arini tanpa melepas pandangan sedikitpun dari Yoga. Yoga terlihat tampan dan rapi walau hanya memakai celana jeans warna biru dan kemeja yang lengannya dilipat sampai siku.

"Bagaimana aku mengucapkan terima kasih?" ucap Arini dengan nada suara lebih lembut dari biasanya.

"Tidak perlu. Kalau begitu aku permisi. Lain kali sebaiknya anda lebih berhati-hati," kata Yoga yang berbalik hendak pergi. Namun baru mendapat langkah pertama, suara Arini membuatnya menoleh.

"Ini kartu namaku, tolong ambillah. Jika kau butuh sesuatu, mungkin aku bisa membalas kebaikanmu," ucap Arini seraya memberikan kartu namanya

Yoga menatap kartu nama di tangan Arini dalam diam kemudian menerimanya. "Terima kasih ." Setelahnya ia kembali berbalik dan melangkah pergi dari sana.

Arini masih menatap kepergian Yoga dalam diam. Sampai perhatiannya teralihkan saat suara Pauri terdengar.

Sementara Yoga terlihat memasuki mobilnya, menatap kartu nama di tangan, dan seringainya pun terlihat merekah.

---

Di tempat lain tepatnya di kantor Baskoro, terlihat dirinya yang menatap selembar kertas di tangan dengan gigi terdengar bergemeletuk. Sampai tiba-tiba teriakan kemarahannya terdengar kala meremas kertas itu dan melemparnya ke tempat sampah.

Surat itu adalah surat pembatalan kerja sama yang dikirimkan kolega bisnisnya. Padahal kerja sama mereka belum sempat berjalan namun sudah dibatalkan sepihak dengan alasan video asusila Mega yang tersebar. Video aslinya mungkin sudah musnah tapi, tidak dengan video rekaman para tamu kala itu.

"Argh!" Baskoro kembali berteriak dengan tangan menyapu meja membuat lembaran kertas dokumen pun berserakan di lantai. "Benar-benar anak sialan!" geramnya dengan kepalan kedua tangan yang menekan pinggiran meja.

Sorot matanya menunjukkan kemarahan meluap teringat bagaimana anak perempuan satu-satunya itu mempermalukannya di depan rekan-rekan bisnisnya, di depan semua orang. Tahu begini ia kirim saja Mega ke luar negeri dan melarangnya kembali.

Niat hati ingin menjadikan Mega kartus AS yang dapat ia manfaatkan bagi kelangsungan bisnisnya, yang ia dapat justru sebaliknya.

Suara ketukan terdengar membuat perhatian Baskoro teralihkan sejenak. Dan saat pintu ruangan terbuka, tangan kanannya melangkah memasuki ruangan dengan membawa sebuah surat kabar di tangan.

"Tuan, ada kabar mengenai almarhum tuan Detya," ujar tangan kanan Basoro tersebut seraya memberikan surat kabar yang ia bawa.

Sebelah alis Baskoro terlihat meninggi dan menerima surat kabar itu dengan sedikit kasar. Dan saat melihat apa yang tertulis dalam surat kabar tersebut, dahinya terlihat berkerut.

---

Reza berjalan menuju kamar Mega dirawat setelah dari kamar Niko. Dan saat telah berdiri di depan pintu kamar Mega, tangan yang hendak menarik gagang pintu berhenti di udara.

la masih memikirkan pembicaraannya dengan Niko barusan. Jika dugaannya benar, orang di balik semua ini mengincar keluarganya. Tapi, siapa? Dan karena apa? Apakah ada hubungannya dengan pekerjaan sang ayah?

Hela nafas Reza terdengar samar.

Menarik gagang pintu, ia pun melangkah memasuki kamar. Namun, seketika matanya melebar saat melihat Mega berdiri di depan jendela.

"Mega!" teriak Reza melihat adik perempuannya hendak naik ke jendela. la segera berlari dan menangkap tubuh Mega dari belakang sebelum Mega berbuat nekat.

"Apa kau gila?!" teriaknya disertai deru nafas memburu. la tak tahu lagi apa yang akan terjadi jika terlambat sedikit saja. Kedua tangannya mencengkram kuat bahu Mega dan berteriak di depan muka.

"Jangan pernah melakukan hal bodoh dengan mengakhiri hidupmu!"

Sorot mata Mega yang sebelumnya kosong, perlahan terlihat hidup dengan air mata menggenang. Bibirnya terlihat bergetar diikuti suara tangis yang mulai terdengar.

Reza segera membawa Mega dalam pelukan. Jika Mega mati ia tak dapat menggali informasi. Mega menangis meraung dan memeluk kakaknya erat dengan tubuh gemetar. la tak sanggup kembali teringat apa yang terjadi padanya tepat di hari ulang tahunnya.

Reza melepas pelukan dengan kedua tangan kembali mencengkram bahu Mega. "Dengar! Dengarkan kakak! Kematianmu tak akan membuat waktu kembali berputar! Kematianmu tak akan bisa menghapus ingatan orang-orang! Jangan pernah berpikir bodoh lagi untuk mengakhiri hidupmu sia-sia!"

"Ta-tapi, Kak. Ma- masa depanku hancur. Masa depanku hancur!" Mega menangis tersedu memikirkan masa depannya.

Bukan hanya itu, tapi juga memikirkan apa yang akan ayahnya lakukan. Ia tahu ayahnya menaruh harapan yang besar padanya, tapi karena kebodohannya, mungkin ayahnya berniat membunuhnya.

"Tidak. Kau tak akan mengalaminya. Kakak akan melakukan sesuatu," bujuk Reza dengan mengusap air mata Mega. "Yang harus kau lakukan hanya menuruti apapun yang kakak katakan lanjutnya.

Mega masih menangis dengan isakan terdengar pilu. Sampai akhirnya perlahan ia mengangguk dan kembali memeluk sang kakak.

Tiba-tiba Mega mendongak menatap Reza. "Semua ini salahnya, Kak. Semua ini salahnya! Aku mau dia bertanggung jawab karena semua terjadi karena kesalahannya!" racaunya.

Reza hanya diam dan mengangguk sebagai jawaban. Sebagai kakak Mega, dirinya sudah sangat hafal sifat adiknya dan adiknya itu sama sekali tak berubah. Apapun, entah memang terjadi karena kesalahannya atau tidak, Mega akan selalu menyalahkan orang lain.

Reza memejamkan mata sejenak kemudian mengusap kepala Mega memberinya ketenangan. Untuk saat ini emosi Mega masih belum stabil membuatnya tak bisa meminta keterangan. Tepat di saat itu pintu ruangan terbuka membuat Reza melirik si tersangka lewat ekor mata.

"Apa yang kalian lakukan?"

Doni memasuki ruangan menatap Reza dan Mega dengan pandangan aneh.

Reza melepas pelukan, mengusap air mata Mega dan membantunya berdiri. Dibantunya Mega berjalan menuju ranjang dan merebahkannya dengan hati-hati.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Doni yang telah berdiri di sisi ranjang.

Mega hanya diam dan masih berusaha menahan isak tangisnya. Doni yang melihat itu mendengus kemudian melirik sang kakak.

"Dengannya kalian seperti saudara sungguhan. Sementara denganku, kau bahkan nyaris tak sudi melihatku," batin Doni saat kembali mengarah pandangannya pada Mega. Kedua tangannya yang tersembunyi dalam saku hoodienya terkepal kuat. Tahu begini ia tak akan sudi menjenguk Mega.

Reza membenahi simpul dasinya. "Aku harus ke kantor. Tetaplah di sini," ucapnya pada Doni.

Gigi Doni terdengar bergemeletuk dengan desisan tertahan samar terdengar. Kemudian ia berbalik sebelum kakaknya lebih dulu pergi. “Untuk apa? Dia bahkan tak sudi bicara denganku," ucapnya yang kemudian melangkah menuju pintu.

Reza hanya diam menatap punggung Doni yang semakin menjauh. Ia tak tahu kenapa tapi selalu merasa ada jarak tak kasat mata antara mereka bertiga.

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto

Imam Sutoto

top deh

2024-04-05

1

Hekmah Santi

Hekmah Santi

Oh.. Tuhanku... /Sob//Sob//Sob/...

2023-12-02

1

Budi Efendi

Budi Efendi

lanjutkan thorrr

2023-10-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!