Bab 16

Reza hanya diam tak lagi membuka suara. Apapun yang Yoga katakan, tak akan mengurangi rasa curiganya kecuali mereka bisa menunjukkan makam kedua orang tua mereka dengan benar. Jika dua orang itu hanya pembohong tak mungkin merek mengetahui makam Detya dan Winda, pikirnya.

Setelah hampir satu setengah jam perjalanan, akhirnya mobil yang Reza kendarai sampai di depan pemakaman. Keempatnya segera turun dari mobil begitu juga kedua orang tuanya yang baru saja tiba beberapa menit setelah dirinya sampai.

"Kalian sudah siap?" ujar Baskoro setelah berdiri di samping Yoga dan Yume palsu.

Reza melirik sang ayah. "Kenapa tidak membiarkan mereka yang berjalan lebih dulu? Walau sudah lama, tentu mereka tak kan lupa makam orang tua sendiri, bukan?" ucapnya dengan penekanan di akhir kalimat.

Baskoro melirik Yoga hingga akhirnya Yoga palsu memimpin mereka menuju makam. "Reza benar, bagaimana mungkin aku lupa makam orang tua sendiri?" Kemudian mulai melangkah diikuti Yume, Reza, Doni, Baskoro dan Arini di belakangnya. Sementara Mega tetap di rumah tak ikut dengan mereka karena perintah sang ayah.

Hampir 15 menit berjalan akhirnya mereka sampai di depan makam Detya dan Winda dengan nama keduanya yang tertulis pada nisan.

"Aku datang, ayah, ibu," ucap Yoga palsu di depan makam Detya. Sementara Yume palsu berdiri di depan makam Winda. Keduanya menunjukkan kesedihan mendalam bahkan Yume palsu terlihat mengusap air mata di ujung matanya. Akting yang sangat sempurna.

Reza tak berhenti mengamati sikap, juga raut wajah Yoga dan Yume palsu dan sesekali menatap nisan Detya dan Winda. Kini kecuriannya cukup berkurang setelah Yoga dan Yume palsu tersebut bisa menunjukkan makam kedua orang tua mereka dengan benar.

Meski begitu dirinya tak akan berhenti menyelidikinya. Bukan tanpa alasan, ia sempat mengira keduanya mungkin ada kaitannya dengan kejadian yang dialami Mega.

Mengingat mereka datang tak lama setelah insiden itu terjadi. Tapi entah kenapa, ia merasa gerak-gerik ayahnya terasa mencurigakan membuatnya tak yakin akan dugaannya itu. Tak mungkin ayahnya bekerja sama dengan seseorang yang ingin mempermalukan keluarga mereka bukan?

Tiba-tiba perhatian Reza tertuju pada makam di samping makam kedua orang tua Yoga yang tanahnya masih basah. Bahkan bunga di atasnya pun tampak masih segar.

---

Di tempat lain terlihat Yoga yang berteriak dan mengamuk menghancurkan apa saja di depan mata. Bagaimana tidak? Dirinya mendapati makam Yume telah dipindahkan tanpa sepengetahuannya dan itu semua ulah Baskoro.

Pamannya yang gila harta itu memindahkan makam Yume entah ke mana membuat Yoga frustasi. Bahkan jika bukan karena ayah angkatnya, dirinya sudah mendatangi rumah Baskoro dan menembak kepalanya.

"Argh!" Yoga berteriak hingga suaranya serak. Mengambil tongkat baseball dari dalam lemari, digunakannya untuk memukul meja kaca dalam ruangan hingga hancur berserakan.

Tepat di saat itu pintu ruangan terbuka menunjukkan ayah angkatnya yang tampak tenang melihat apa yang Yoga lakukan. Ruangan yang biasanya Yoga gunakan untuk bersantai, hancur berantakan bagai terkena angin topan.

Prang!

Lagi, Yoga kini memukul lemari kaca membuatnya hancur bahkan pecahannya sampai mengenai wajahnya. Setetes darah pun menetes dari luka terlempar pecahan kaca. Namun ia tak peduli. Yang ia butuhkan saat ini adalah pelampiasan. Rasanya ia ingin ke rumah Baskoro dan membunuhnya. Bukan hanya Baskoro, tapi juga seluruh keluarganya.

"Apa seperti ini caramu menghadapi masalah?" kata ayah angkat Yoga yang berdiri di belakang Yoga.

Nafas Yoga tersengal. Wajahnya terlihat menyedihkan di mana kemarahan, kesedihan, kebencian, tercetak jelas di wajahnya yang basah karena air mata. Dirinya tak mengerti kenapa ayah angkatnya tetap memintanya bersabar. Menurutnya apa yang Baskoro lakukan sudah keterlaluan.

Yoga berbalik dan mengacungkan ujung tongkat baseball tepat di depan wajah ayah angkatnya. "Ayah mau aku bersabar seperti apa lagi ?! Mereka tak bisa dimaafkan lagi!" teriaknya.

Ayah angkat Yoga menangkup ujung tongkat baseball dengan satu tangan dan menurunkannya perlahan. "Kau ingin membunuh mereka sekarang? Terserah padamu jika kau ingin melakukannya dan membuat mereka mati dengan mudah. Setelah apa yang mereka lakukan, kematian yang mudah bukanlah ganjaran sepadan."

Yoga terdiam menatap ayah angkatnya dengan mata yang kian basah oleh air mata. Hingga perlahan terdengar suara 'klang' saat tongkat baseball dari tangannya jatuh ke lantai marmer di bawahnya.

Perlahan Yoga pun merosot dengan kedua lutut mencium lantai. Kedua tangannya terangkat menutupi wajah dengan tangis yang terdengar pilu. Sementara ayah angkatnya hanya diam menatap Yoga dengan pandangan tak terbaca.

la tahu bagaimana perasaan Yoga, kebenciannya, kemarahannya, tapi membunuh musuh secara terang-terangan sama saja memberi mereka hadiah karena mati dengan mudah.

Dan tentu ia tak akan membiarkannya. Keluarga Baskoro harus mati pelan-pelan. Yoga harus bisa membuat mereka memilih kematian yang menyedihkan daripada hidup dalam kesengsaraan.

---

Yoga berjalan memasuki hotel dengan pandangan sulit diartikan. Sorot matanya yang tampak tajam menatap lurus ke depan. Hingga akhirnya ia berdiri di depan sebuah pintu kamar hotel berwarna coklat, tangannya terlihat mengambil sesuatu dari dalam saku jas. Tepat di saat itu pintu di hadapannya terbuka membuat seseorang yang berdiri di sana begitu terkejut saat melihat Yoga.

"Kau? Siapa kau? Mau apa kau di sini? Menyingkir," ucap pria itu mengusir Yoga. Namun bukannya menurut, Yoga justru mendorong pria itu kembali masuk ke dalam kamar.

"Hei!" teriak pria itu tak terima. Namun saat Yoga mengeluarkan pistol dan mengacungkan tepat ke arahnya, tubuhnya gemetar seketika. "Ka- kau, siapa kau sebenarnya? Apa maumu?" tanya pria itu dengan tubuh gemetar hebat. Kedua tangannya terangkat ke udara tanda menyerah tak akan melakukan perlawanan.

Yoga hanya diam tanpa melunturkan raut wajahnya yang amat datar bahkan terkesan dingin.

"Di mana," kata Yoga dengan baritonnya yang terdengar dingin. Bahkan aura kehitaman seolah menguar dari tubuh.

"A- apa maksudmu? Di mana apanya? Siapa?" tanya pria itu ketakutan terlebih saat Yoga melangkah ke arahnya. Keringat dingin pun tampak mengalir deras melewati pelipis.

"Makam yang kau pindahkan waktu itu," jawab Yoga. Sebenarnya ia tengah menahan mati-matian emosi diri. Jika tidak tentu kepala pria di hadapannya kini pasti telah berlubang. Dan jika itu terjadi, ia tak bisa menemukan petunjuk di mana Baskoro memindahkan makam Yume.

Pikiran pria itu seolah terbuka. "A- apa maksudmu? Makam apa? Aku sama sekali tak mengerti." Namun ia justru berpura-pura tak tahu.

Mendengar itu, Yoga hanya diam dan kembali melangkah mendekati pria itu. Pria itu pun melangkah mundur dengan keringat kian mengalir deras. Jika ia mengaku dan mengatakan yang sebenarnya, bisa saja Baskoro akan membunuhnya.

Tapi, inilah kesempatannya, jika ia bisa membawa pria yang tidak ia kenal itu pada Baskoro, pasti Baskoro akan sangat senang menemukan seseorang yang mencari makam yang dipindahkan. Karena dirinya juga ditugaskan untuk menemukannya.

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto

Imam Sutoto

mantuul Thor lanjut

2024-04-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!