Bab 11

Di tempat lain terlihat Reza yang masih berkutat pada pekerjaannya. Melepas kacamatanya dan meletakkannya ke atas meja, tangannya memijit pangkal hidungnya.

Kemudian Reza menyandarkan punggungnya pada punggung kursi dan memijat lehernya yang lelah. Ia harus menyelesaikan pekerjaannya sebelum besok meeting dengan klien. Sementara, ia masih harus memikirkan mengenai masalah Mega.

Reza menatap layar notebooknya di mana ingatanya dibawa pada rekaman asusila Mega yang sekarang telah hilang. Meski begitu akibat yang ditinggalkannya pasti berdampak panjang. Perhatiannya teralihkan saat tiba-tiba ponselnya berdering. Mengambil ponselnya di atas meja, diusapnya layar mengangkat panggilan. "Halo."

["Aku sudah mencari tahu alamat pria itu. Kau ingin mengunjungi saat ini juga?"]

Reza terdiam cukup lama kemudian melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul 10 malam.

"Besok saja," jawabnya.

["Baiklah. Mengenai status yang kau pertanyakan, dirinya masih lajang. Pernah menikah tapi sekarang sudah bercerai dengan istrinya."]

"Hm. Cari tahu apa saja mengenai dirinya, teman-temannya, orang di sekitarnya dan siapa saja yang melakukan panggilan dengannya," perintah Reza.

Ia telah menyewa mata-mata untuk mencari tahu semua mengenai Tian, apa motifnya dan apakah ada orang lain yang mengendalikannya atau memang Tian memiliki dendam individu pada Mega atau keluarganya.

["Tanpa kau suruh aku sudah melakukannya. Sebaiknya segera ke tempatku jika kau ingin mengetahui semuanya. Bersikaplah seperti orang normal, jangan memikirkan pekerjaan terus menerus. Sekali-kali kau juga butuh memikirkan wanita."]

"Aku membayarmu. Jangan banyak bicara dan lakukan saja tugasmu," potong Reza dengan suaranya yang terdengar dingin. Niko, nama mata-mata yang ia sewa adalah temannya sendiri saat bangku SMA yang membuat Niko berani bicara tak sopan padanya sebagai menyewa jasa.

["Ya, ya, baiklah."]

---

Di tempat Niko, terlihat dirinya yang mematikan sambungan telepon. Menatap layar ponselnya, decakan ringan pun terdengar. "Tidak berubah," gumamnya. Saat ini ia berada di sebuah jalanan yang cukup sepi setelah sebelumnya mengintai rumah Tian.

Saat hendak menyalakan mobilnya, tiba-tiba perhatian Niko teralihkan saat kaca mobilnya diketuk dari luar. Dan saat hendak menurunkan kaca mobil, sebuah tembakan pun terdengar dengan kaca mobilnya yang berlubang.

---

Keesokan harinya Reza dikejutkan dengan kabar yang ia terima dari Niko bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit akibat luka tembak di bahu kanannya.

Mengetahui hal itu pun Reza segera ke rumah sakit menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Reza tak ingin mengambil resiko jika Niko mati dan ia belum mengetahui semua informasi yang Niko kumpulkan.

"Za?"

Langkah Reza terhenti saat berada di depan rumah sakit kala ibunya memanggil.

"Untunglah kau ke sini. Ibu mau pulang dulu tolong kau jaga adikmu, ya," ucap sang ibu yang mengira Reza datang ke rumah sakit untuk menjenguk adiknya. Pasalnya sejak Mega dibawa ke rumah sakit, baik Doni dan Reza sama sekali tak pernah datang melihat keadaannya.

"Hm," jawab Reza hanya dengan gumaman kemudian melanjutkan langkahnya tanpa mengatakan apapun lagi.

Arini mengarah pandangan pada Reza yang melangkah pergi. Anaknya itu tak perlu diragukan lagi, kemampuannya, kecerdasannya, bisa ia andalkan dan banggakan meski sifatnya yang terkesan dingin. Yakin Reza akan menjaga Mega, Arini melanjutkan langkahnya untuk pulang.

Reza terus melangkah hingga langkahnya terhenti di depan sebuah kamar. Membuka pintu di hadapan dan melangkah masuk ke dalam, hal pertama yang ia lihat adalah Niko yang duduk di tepi ranjang dengan bahu yang tampak diperban.

"Apa yang kau lakukan di sini? Aku sudah mau pulang," ucap Niko melihat Reza melangkah ke arahnya.

Reza hanya diam dan memperhatikan luka di bahu Niko.

"Jika bukan karena kau temanku, aku sudah mundur," ucap Niko tiba-tiba. Ini pertama kalinya dirinya ketahuan dan hampir kehilangan nyawa. la yakin, penembakan yang ia alami semalam ada hubungannya dengan tugas yang Reza berikan. Karena saat ini diriku hanya menangani kasus dari Reza.

"Kau bukan amatiran," sahut Reza.

"Tapi ini kali pertama aku mengalami ini," ujar Niko.

Reza hanya diam, ia tengah mencerna rentetan kejadian. "Apa orang itu adalah dia?" tanyanya.

Niko menatap Reza dengan raut wajah serius. " Aku tidak tahu. Tapi sepertinya masalah yang kau hadapi bukanlah masalah kecil," jawabnya. "Dan untuk penembakan ini, aku yakin orang itu sengaja sebagai peringatan. Jika mau, harusnya dia sudah menembak kepalaku," ucapnya kemudian.

---

Di tempat lain, terlihat Yoga yang duduk dalam mobilnya dan mengarah pandangan pada Arini yang terlihat memasuki mobilnya. Entah apa yang ia pikirkan, namun gumaman tak jelas terdengar samar lolos dari mulutnya.

Arini keluar dari minimarket dengan sekantong belanjaan di tangan. Ia sengaja mampir ke minimarket sebelum pulang untuk membeli sesuatu. Namun saat baru beberapa langkah keluar dari minimarket, seseorang tanpa sengaja menabraknya membuatnya jatuh begitu juga kantong belanjaannya.

"Ah! Hei! Apa kau buta?!" teriaknya memaki orang yang menabraknya karena orang itu berlalu begitu saja. Ringisan pun terdengar lolos dari mulutnya dengan tangan memegangi pinggang. Meski wajahnya terlihat lebih muda dari usianya, namun fakta usia yang tak lagi muda membuatnya seperti mengalami patah tulang hanya karena jatuh yang tak seberapa.

"Anda baik-baik saja?"

Arini mendongak mendengar suara dan tangan yang terulur. Entah apa yang ia pikirkan, namun ia terdiam melihat siapa yang mengulurkan tangan.

"Anda baik-baik saja?" tanya Yoga kembali kemudian tanpa persetujuan membantu Arini kembali berdiri.

"Nyonya, apa yang terjadi?" Tepat di saat itu sopir Arini datang dan terlihat cemas melihat majikannya bersama seorang pria muda.

"Dari mana saia kau?!"

"Maaf, Nyonya. Saya dari kamar mandi," jawab Pauri, sopir Arini tersebut. Ia pun segera memungut belanjaan majikannya yang saat ini tergeletak di tanah.

"Awh!" Ringisan terdengar lolos dari mulut Arini dengan tubuh yang oleng merasakan kakinya yang sepertinya terkilir. Tapi, dengan sigap Yoga menahan tubuhnya. "Kakiku," ucapnya.

Tanpa mengatakan apapun, Yoga menggendong Arini ala bridal style dan meminta Pauri membuka pintu mobil. Sontak hal itu sempat membuat Arini terkejut.

Dengan hati-hati Yoga menurunkan Arini mendudukannya ke kursi penumpang. Kini polisi Arini duduk di kursi dengan kaki menggantung di luar. "Sepertinya kaki anda terkilir," ucap Yoga seraya berlutut dengan satu kaki dan memeriksa kaki Arini.

"Apa yang mau kau lakukan?" tanya Arini namun sebelum Yoga menjawab, dirinya lebih dulu mengurut kaki Arini yang terkilir membuatnya menjerit. Namun jeritannya perlahan menghilang saat dirasa kakinya sudah lebih baik dari sebelumnya setelah Yoga obati.

Yoga mendongak menatap Arini dari posisi." Bagaimana? Sudah lebih baik?" tanyanya.

"Terima kasih. Sudah lebih baik," jawab Arini dengan mencoba menggerakkan kakinya. Ngomong-ngomong siapa namamu?" tanyanya kemudian. Entah di mana namun ia merasa pernah melihat pria muda yang menolongnya saat ini.

Yoga tersenyum kecil. "Yoga."

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto

Imam Sutoto

top markotop story lanjut

2024-04-05

1

stevani_29

stevani_29

semangat kak up nya

2023-10-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!