Permintaan Frischa dan Rencana Penangkapan Reni dan Teman-temannya

Setelah mendengar penjelasan dari Cherly, papa Frans begitu tersulut emosi. Laki-laki yang sudah begitu ia percaya tega melukai hati sang putri tercinta.

Papa Frans pun langsung masuk ke dalam ruangan Frischa, tanpa mengucap sepatah katapun papa Frans langsung menarik tubuh Evan keluar dari ruangan Frischa.

Bugghh!!

Bugghh!!

Dua bogeman mendarat di perut Evan.

"Om.." Pekik Evan menahan kesakitan.

"Itu pukulan untuk laki-laki kurang ajar sepertimu. Beraninya kau menyakiti hati anakku. Setelah apa yang sudah anakku lakukan untukmu, kau membalasnya seperti ini. Benar-benar biadab kau. Bugghh... bugghh.." Papa Frans begitu tersulut emosi. Karena perbuatan Evan, ia sampai tega mengusir dan tidak mempercayai anaknya sendiri.

"Pa...sudah pa...bisa ini rumah sakit" Lerai sang istri dengan memeluk papa Frans.

"Gara-gara laki-laki ini, papa tega menampar Frischa. Gara-gara laki-laki ini papa tega mengusir dan tidak mempercayai Frischa, ma.." Ucap papa Frans dengan terisak.

Papa Frans benar-benar terpukul dengan semua yang terjadi. Dia sudah benar-benar merasa bersalah terhadap putrinya sendiri.

"Om...saya minta maaf. Ampuni saya om. Saya hanya di jebak oleh Reni om. Saya tidak berniat menyakiti Frischa." Ucap Evan dengan memohon pada papa Evan.

"Pergi dari sini. Bawa permintaan maafmu itu, Karena anak saya tidak membutuhkan permintaan maafmu. Urusi saja istrimu itu dan tunggu saja panggilan dari polisi untuk kalian" Ucap papa Frans kemudian menarik tangan istrinya untuk masuk kembali ke dalam ruangan Frischa.

"Om..tante..ijinkan saya untuk tetap di sini. Saya hanya ingin melihat Frischa dan menunggu sampai dia sadar" Ucap Evan dengan wajah memelas.

"Silahkan pergi sendiri atau saya panggilkan satpam untuk mengusirmu?" Ucap papa Frans dengan nada dingin.

"Willy, usir manusia ini. Om tidak ingin melihatnya lagi" Ucap papa Frans ketika melihat Willy datang.

Willy hanya mengangguk dan menyeret Evan keluar dari rumah sakit.

"Lepaskan saya. Kau tidak berhak untuk mengusir saya, bangsat!" Ucap Evan dengan emosi ketika Willy menyeret tubuhnya keluar.

"Ini permintaan om Frans. Jangan sampai saya membuatmu lebih parah dari ini" Ancam Willy pada Evan.

Dengan berat hati akhirnya Evan pun berlalu menuju ke arah mobilnya.

"Akhhh...sial!!" Teriak Evan dalam mobilnya.

"Aku harus mencari cara lagi untuk bisa bertemu dengan Frischa tanpa sepengetahuan mereka" Ucap Evan kemudian melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit.

*****

"Pa...ma..." Panggi Frischa dengan terbata-bata. Ia mulai membuka matanya secara perlahan.

"Pa..ma..kakak sadar" Ucap Fanya ketika mendengar suara sang kakak memanggil papa dan mamanya.

"Sayang...nak, kamu sudah bangun" Ucap papa Frans mengusap kepala Frischa dengan penuh kasih sayang.

"Ha...haus pa" Ucap Frischa pelan dan terbata-bata.

Mama Frischa langsung memberikan minuman pada Frischa yang sudah di siapkan.

"Renal, panggilkan dokter dulu. Katakan kakakmu sudah sadar" Ucap sang mama pada Renal.

Dengan sigap Renal pun keluar dan menuju ke ruangan dokter.

Tidak menunggu lama, dokter dan perawat pun datang dan langsung memeriksa keadaan Frischa.

"Syukurlah, pasien sudah membaik dan akan segera di pindahkan ke ruangan pemulihan yah. Suster mohon di bantu untuk memindahkan pasien" Ucap dokter dan mendapat anggukan dari suster.

Sepeninggalan dokter, mata Frischa seakan-akan sedang mencari seseorang. Melihat mata sang anak seperti sedang mencari seseorang, papa Frans pun makin mendekat ke Frischa

"Kamu kenapa sayang?" Tanya papa Frans.

"Mmmmm...Willy dan Bastian mana pa?" Frischa kembali bertanya pada papa Frans.

"Mereka ada diluar sayang" Ucap sang mama.

"Boleh panggilkan mereka masuk ma, ada yang mau Frischa sampaikan ke mereka" Ucap Frischa pada sang mama dan mendapat anggukan dari sang mama.

"Pa..Bastian yang sudah membawa Frischa ke sini. Kalau bukan dia, mungkin papa sudah tidak akan bertemu Frischa lagi. Jadi Frischa mohon, jangan berkata kasar lagi yah pa" Ucap Frischa pada papa Frans dengan lirih.

"Iya sayang. Maafkan papa yang sudah membuatmu kecewa" Ucap papa Frans kemudian mencium kening Frischa.

***

"Nak, Frischa mau bertemu dengan kalian" Ucap mama Adel pada Bastian.

Bastian hanya melihat ke arah Willy, ketika mendapat anggukan kepala dari Willy, mereka pun akhirnya ikut masuk ke dalam ruangan Frischa.

"Hai, Cha.." Sapa Bastian ketika sudah berada di dekat Frischa.

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Willy.

"Aku baik-baik saja, yah walaupun masih terasa nyeri di bagian perut." Ucap Frischa dengan senyuman manisnya.

"Cepat sembuh yah" Ucap Bastian kemudian.

Frischa hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya ke arah Bastian.

"Bas... makasih yah sudah membawaku ke rumah sakit. Entah bagaimana keadaanku kalau sampai kamu tidak datang pagi itu ke kos" Ucap Frischa pada Bastian.

"Sama-sama, Cha. Aku akan selalu ada di saat kamu butuh walaupun kamu tidak menyampaikan padaku."

Frischa kembali tersenyum mendengar ucapan Bastian. Hatinya begitu tenang dan berbunga-bunga.

"Will..Bas..aku minta tolong sama kalian. Lanjutkan pencarian Vhia dan Cherly yah. Dan aku mau membuat laporan ke kantor polisi. Bukti kita sudah banyak" Ucap Frischa pada Willy dan juga Bastian.

"Kamu tenang saja. Cherly sudah berada di sini. Dan mengenai laporan itu, pengacara keluarganya Bastian sudah siap untuk mendampingi kita. Yang sekarang terpenting adalah kesehatan kamu. Masalah ini biar kami berdua yang tangani. Oke." Ucap Willy sambil menoel hidung sang sahabatnya itu.

"Panggilkan Cherly, Will" Ucap Frischa.

Tak lama Cherly pun muncul bersamaan dengan Irlan. Keduanya langsung berhamburan ke arah Frischa dan memeluk sahabatnya itu.

"Cha, aku kangen. Maaf aku baru datang sekarang. Maaf aku terlambat, Cha" Ucap Irlan dengan terisak.

"Cha, cepat sembuh. Maaf aku tidak bisa membawa pulang Vhia bersamaku. Maafkan aku, Cha" Ucap Cherly dengan terisak juga.

Semua orang yang berada di dalam ruangan itu pun terharu melihat ketiga sahabat itu menangis.

"Sudah ahhh... cengeng sekali yah kita. Sudah tua loh" Ucap Frischa dengan tertawa ke arah kedua sahabatnya itu.

****

"Om akan membantu mengurus masalah ini. Om ingin menebus kesalahan om karena sudah terperdaya oleh hasutan bukti murahan itu" Ucap papa Frans ketika berada di luar ruangan Frischa bersama dengan Willy dan juga Bastian.

"Terima kasih om. Om tenang saja, soal pengacara sudah ada. Pengacara keluarga saya akan membantu kita" Ucap Bastian.

"Terima kasih, nak. Dan maafkan kesalahan om padamu. Om sangat malu." Ucap papa Frans pada Bastian dengan tatapan penyesalan.

"Sudahlah om. Itu hanya masa lalu dan saya sudah memaafkan om. Tidak baik menyimpan dendam terlalu lama om" Ucap Bastian dengan tersenyum.

"Jadi langkah apa yang pertama harus kita lakukan?" Tanya papa Frans pada kedua pemuda itu.

"Kita kan sudah mengantongi beberapa bukti. Di tambah lagi Cherly pun sudah memberikan alamat penyekapan Vhia. Jadi kita langsung ke sana saja om" Ucap Willy.

"Baiklah. Kalau begitu kita segera ke kantor polisi dan meminta bantuan dari pihak polisi" Ucap Papa Frans penuh semangat.

Ketiga pria beda generasi itu pun beranjak dari rumah sakit menuju ke kantor polisi untuk membuat laporan terhadap Reni, Anjela, Evan dan juga kakaknya Reni.

Setelah sampai di kantor polisi mereka pun memberikan beberapa bukti pada polisi. Dan beberapa polisi pun sudah disiapkan untuk melakukan penggrebekan.

****

"Ren, aku mohon. Lepaskan aku. Kenapa kamu jadi begini?" Ucap Vhia pada Reni.

"Tutup mulutmu itu. Kalau saja kau dan Cherly tidak membuka rahasia itu, aku tidak akan berbuat senekat ini" Bentak Reni pada Vhia penuh kemarahan.

"Kau akan mendapatkan balasan yang lebih dari ini, Ren. Ingat Frischa itu masih sahabat kita." Ucap Vhia penuh penekanan.

"Sahabat? Sahabat kamu bilang.. Hahahaha... Aku tidak Sudi mempunyai sahabat seperti dia. Kau paham!" Ucap Reni dengan menarik rambut Vhia dengan kasar.

"Akhhh...sakit Reni..."Pekik Vhia menahan sakit di kepalanya.

Reni pun melepaskan tangannya dari rambut Vhia. Ia pun keluar dari ruangan itu dan menuju ke arah dapur.

"Anjela..kamu hubungi Lena dan juga Evan. minta mereka berdua ke sini" Ucap Reni kita sudah berada bersama Anjela.

"Mereka sudah dalam perjalanan ke sini, Ren. Lagian aku heran sama sepupumu dan si Evan itu. Ini kan ide mereka, tapi yang mengurusi ini kita berdua saja" Ucap Anjela dengan sinis pada Reni.

Tak lama kemudian, bunyi ketukkan pintu terdengar. Anjela bergegas untuk membuka pintu. Karena yang dia tau itu adalah ketukkan dari Lena dan juga Evan.

"Lama banget sih bukanya" Ucap Lena ketika melihat Anjela membukakan pintu.

"Eh..aku bukan pembantumu yah" Ucap Anjela pada Lena dengan jengkel.

"Ahh.. sudahlah. Mana sih Reni?" Tanya Lena dengan angkuhnya.

"Ada di belakang" Ucap Anjela dengan malas.

"Laki kok kayak banci. Mau saja di perintah sama perempuan gila itu" Sungut Anjela ketika melihat Evan hanya diam dan mengikuti langkah sang istri.

"Hai, Ren. Bagaimana sama tahanan kita yang satu itu?" Tanya Lena ketika sudah berada di dekat Reni.

"Ada tuh di kamar. Yang satunya berhasil lolos" Ucap Reni dengan santai.

"A-a-apa? Lolos? Kalau kita ketahuan bagaimana, Ren. Kalian berdua ini yah menjaga dua manusia lemah itu saja tidak bisa" Ucap Lena membuat Reni dan Anjela tersinggung.

"Ehh jaga yah mulutmu. Kamu pikir kita berdua tidak ada urusan. Aku juga punya urusan. Lagian kenapa tidak kau minta tolong saja sama suamimu ini untuk menjaga Vhia dan Cherly" Ucap Anjela dengan tatapan amarah.

"Suamiku yah harus ngurusin aku" Ucap Lena dengan santai.

"Oh..sudah jadi Suami-suami Takut Istri nih, Van. Perasaan waktu sama Frischa bukan begini nasibmu " Ucap Anjela dengan tersenyum sinis pada Evan.

Evan yang mendengar ucapan Anjela pun menjadi sedikit terpancing emosinya.

*Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!