Memori

Kini waktu menunjukkan dirinya. Hari telah berlalu, berganti di pagi hari yang cerah. Matahari menampakkan diri. Memposisikan dirinya di atas langit. Pelan.

Pukul enam pagi.

Alarm waktu berbunyi dering. 05.30. Tidak lebih atau kurang. Sangat pas ditunjukkan di dalam jam weker berbentuk kotak hitam. Dengan cahaya yang mengelilingi, di dalam.

Tubuhku, ikut bergerak. Membalik badanku.

Aku mengayunkan tangan, mencoba meraih kotak waktu. Suara " Klik " terdengar. Jariku mulai menekan tombol di atas.

Aku berbalik, kembali ke posisi tadi. Menutup setengah badan, dengan selimut. Menutup kedua mataku. Mulutku sedikit membuka, membuat air liur itu, mulai menetes.

" Nduk, bangun. " Suara ketukan pintu dari Mbok Yem.

" Iya, mbok. " Aku sedikit membuka mataku.

" Bangun, nduk. Cepat turun. " Mbok yem memerintah. Dan, segera pergi dari sini.

Teguran tadi, segera membangunkan Abimana. Menghempaskan selimut, kemudian merenggangkan tubuhku yang malas, dan segera bangun dari kasur. Mengambil baju dari dalam lemari, segera menuju kamar mandi yang letaknya masih di lantai dua. Seperti rutinitas harian. Kemudian mengenakkan baju lengan pendek, yang digantung hanger.

Aku menuruni anak tangga di depan.

" Selamat pagi, nduk. " Mbok Yem menyapaku, disaat dia sibuk menyajikan panci panas dengan kedua tangan nya.

" Pagi juga, mbok. " Aku menggeret kursi.

" Rio, daritadi masih dikamar mbok? " Aku bertanya.

" Iya. Anaknya masih siap-siap. "

Namun, siapa sangka bahwa orang yang tadi dibicarakan, telah muncul. Sambil membawa tas yang dirangkul.

" Pagi, mbok. " Sapa Rio, ikut menarik kursi.

Mbok Yem ikut menoleh dengan raut wajah yang tersenyum, dan kembali sibuk di dapur.

" Kau tak berangkat hari ini? " Rio menyendok kuah sayur, menyajikan diatas nasi panas.

Aku menoleh saat meminum dari gelas yang di-isi teh hangat. " Tidak. Aku tak pergi. "

" Okelah, kau bisa jaga rumah atau temani Mbok Yem disini, kalau mau. "

Aku mengambil lauk di hadapan.

Mengunyah sesuap nasi, dengan beragam hidangan yang tersaji diatas meja.

Rio menoleh jam tangan, yang terpasang di lengan kirinya. Dirinya segera beranjak. Mendorong kursi yang diduduki.

" Aku pergi dulu. "

" Ya. Oke. "

Rio berjalan melewati diriku. Menenteng tas, lalu meninggal Rio di dalam rumah.

"Mbok, aku berangkat. " Teriak Rio.

" Iya, nduk. Hati-hati. " Balas Mbok Yem, dari belakang.

Mesin motor mulai dinyalakkan. Lampu depan kembali hidup. Memeriksa belakang motor, lalu perlahan, bergerak mundur. Kemudian, bergeser arah ke depan, dengan kedua kaki yang ikut naik.

Dia telah pergi.

Kini, hanya kami berdua yang menetap di rumah ini. Aku dan Mbok Yem. Rasanya seperti dirumah sendiri.

...»»——⍟——««...

Aku kembali mendatangi meja makan, ikut membereskan alat makan yang tadinya berantakan.

Mbok Yem, baru saja keluar dari ruang dapur, melangkah cepat di sampingku.

" He... Gausah nduk. Biar mbok yang bersihin. " Mbok Yem menepis tanganku.

" Kan saya ikut bantu aja, mbok. " Aku menjawab.

" Udah, kamu ke kamar aja sana. Sudah jadi kerjaan mbok disini. "

" Iya mbok. " Abimana mengangguk, lalu berbalik arah dan menaiki tangga. Sedangkan mbok Yem, mulai membersihkan peralatan makan tadi.

Abimana mendatangi lantai dua.

Saat diriku ingin membuka pintu, aku melihat adanya ruangan kecil, dekat kamar Rio Dewantoro. Hanya tempat yang dilapisi penutup pintu sederhana, yang menjadi penghalang.

" Coba saja, deh. " Abimana bergerak maju.

Aku menyingkirkan kain penutup. Masuk ke dalam, lalu menutup lagi.

Kotak kardus, ber-ukuran besar dan kecil yang berserakan di lantai. Jika dilihat secara detail, tidak ada debu sedikitpun yang menutup kotak ini.

Rak besar dengan barang-barang ikut tersusun rapi, dengan label nama sesuai jenisnya.

" Mbok Yem sangat suka bersih-bersih. " Aku mengamati. Aku kembali melanjutkan kata, "Lebih baik, aku kembali. " Gumam Abimana.

Disaat aku, ingin kembali keluar. Sesuatu menyilaukan mataku. Aku membuka kardus yang terbuka.

" Apa ini? " Ucapku, memegang kotak berkaca, dengan foto didalam.

Foto tiga orang siswa, yang berdiri. Anak perempuan dengan pose dua jari, berdiri di tengah, sedangkan kedua laki-laki itu berdiri di samping perempuan tadi. Ikut tersenyum. Di belakang mereka, terdapat kolam dengan air yang dalam.

Aku memperhatikan, serius.

" Ini... Aku? " Abimana menunjuk foto lelaki berkacamata.

Aku menggeleng, tak terima.

Abimana meneruskan kepada kedua orang di dalam foto. " Ini... Apa jangan-jangan perempuan waktu itu? Sama anak lelaki ini, apa dia... Anak yang sekarang bersamaku?"

Abimana semakin tak percaya, yang dilihat. Kemudian membalik foto itu. Sebuah tulisan bercetak miring, berada di pojok bawah.

" Jangan lupakan kami"

Tertanda. Rio, Abimana, Anjani

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!