Apocalypse Virus
Malam itu, Surabaya terasa lebih sunyi dari biasanya. Lampu-lampu di jalan raya yang biasanya gemerlap, sekarang redup dan hampir mati. Ari dan adiknya, Siti, berjalan melewati jalan yang sepi menuju mal terbesar di kota ini, Tunjungan Plaza. Mereka berdua telah menghabiskan beberapa hari terakhir di dalam rumah mereka yang terletak di pinggiran kota, berusaha untuk menghindari kerusuhan yang terjadi di pusat kota. Namun, mereka tidak bisa tinggal di sana selamanya, persediaan makanan mereka mulai menipis.
Ari yang memegang tangan adiknya mencoba tersenyum untuk memberikan keberanian. "Kita akan segera sampai, Siti. Semua akan baik-baik saja."
Namun, ketika mereka tiba di depan pintu masuk mal, pandangan mereka berubah. Biasanya, mal ini ramai dengan orang-orang yang berbelanja, tertawa, dan menikmati waktu mereka. Namun, sekarang suasana sangat berbeda. Mal yang seharusnya gemerlap kini tampak gelap dan menakutkan.
Ari memutuskan untuk masuk melalui pintu belakang, berharap akan lebih aman. Mereka berdua melangkah ke dalam mal yang sepi. Itu adalah mal besar dengan lantai marmer yang mengkilap dan deretan toko yang berjajar di sepanjang lorong. Pada malam ini, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar. Ini bukan tempat yang mereka kenal.
Mereka berdua berjalan menuju pusat mal, mencari toko swalayan untuk mendapatkan persediaan makanan. Tapi ketika mereka tiba di sana, pemandangan yang mereka temui mengguncang mereka. Rak-rak yang seharusnya dipenuhi dengan makanan kini kosong. Barang-barang berserakan di lantai, dan pintu-pintu freezer terbuka dengan makanan yang terbuang.
Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah yang tidak wajar. Langkah-langkah itu bergema di koridor mal, terdengar seperti langkah kaki yang tidak manusiawi. Ari merasa bulu kuduknya berdiri, dan dia memegang erat tangan adiknya.
Ketika mereka berbalik untuk melihat, pandangan mereka mematung. Ada sosok-sosok yang berjalan dengan lambat menuju mereka. Sosok-sosok itu buram dan pucat, dengan mata yang kosong dan wajah yang terluka. Mereka tampak kelaparan dan kehausan.
Ari segera menyadari bahwa mereka tidak menghadapi manusia biasa. Mereka menghadapi zombie. Sesuatu yang hanya terdengar dalam cerita horor dan film. Tetapi ini adalah kenyataan yang mengerikan.
"Ayo, Siti," bisik Ari sambil menarik adiknya menjauh dari gerombolan zombie yang semakin mendekat. Mereka berlari melewati lorong-lorong mal yang terdengar gemuruh langkah kaki zombie yang tak berujung. Mereka mencari tempat persembunyian dan berharap ada tempat yang aman dalam mal yang begitu besar ini.
Inilah awal dari perjalanan mereka di dalam mal yang dulu mereka kunjungi dengan sukacita, sekarang menjadi tempat yang menakutkan dan dipenuhi oleh ancaman yang tak terbayangkan. Ari dan Siti akan berjuang untuk bertahan hidup di tengah-tengah malam yang kelam di Surabaya, mencari tempat yang aman dan mungkin, jawaban atas pertanyaan mengapa semua ini terjadi.
Ari dan Siti berlari sekuat tenaga, mencoba menghindari serbuan beberapa zombie yang semakin mendekat. Mereka menyusup masuk ke toko sepatu yang terbuka, lalu melalui pintu belakang menuju lorong yang lebih tenang. Detak jantung mereka berdua berdegup keras, dan mereka berusaha menjauh dari zombie yang kelaparan itu.
Setelah melarikan diri selama beberapa menit, Ari dan Siti tiba di depan pintu darurat yang mengarah ke luar mal. Ari mendorong pintu itu, dan angin malam yang sejuk menyambut mereka. Mereka keluar dan berlari menuju rumah kosong yang terlihat di seberang jalan. Itu adalah rumah kosong dengan pintu dan jendela yang terbuka. Mereka tahu bahwa ini adalah kesempatan terbaik untuk bersembunyi sejenak dan merencanakan langkah selanjutnya.
Mereka masuk ke dalam rumah kosong itu, dan Ari segera menutup pintu dengan hati-hati. Mereka berdua duduk di lantai yang berdebu, mencoba untuk menenangkan diri mereka sendiri. Siti bergetar, dan Ari merangkulnya erat.
"Aku tahu ini menakutkan, Siti, tapi kita harus tetap tenang," kata Ari dengan suara pelan. "Kita akan istirahat sejenak di sini dan mencari tahu apa yang harus kita lakukan selanjutnya."
Siti menatap kakaknya dengan mata penuh ketakutan. "Kenapa ini terjadi, Ari? Kenapa semua orang berubah menjadi seperti itu?"
Ari merenung sejenak sebelum menjawab, "Aku tidak tahu pasti, Siti, tapi kita harus mencoba bertahan hidup. Itu yang terpenting sekarang. Kita harus menjauhi zombie-zombie itu dan mencari tempat yang aman."
Mereka berdua merenung dalam keheningan. Suara langkah kaki zombie yang menyeramkan terdengar redup dari luar. Ari mencoba memikirkan rencana. "Aku pikir kita perlu mencari senjata, sesuatu yang bisa melindungi kita dari zombie. Dan kita juga harus mencari makanan dan air."
Siti mengangguk setuju. "Tapi bagaimana kita bisa melakukannya, Ari? Semua toko tampaknya telah dirampok, dan kita tidak tahu bagaimana cara menggunakan senjata."
Ari mengusap rambut adiknya dengan lembut. "Kita harus mencari solusi, Siti. Pertama, kita perlu mencari toko yang belum dirampok. Mungkin ada beberapa barang yang tersisa. Kedua, kita perlu mencari senjata dan belajar cara menggunakannya. Aku akan melindungimu, Siti, tidak peduli apa."
Mereka berdua menghabiskan beberapa saat untuk merencanakan langkah selanjutnya. Setelah itu, mereka keluar dari rumah kosong itu dengan hati-hati, memastikan tidak ada zombie yang terlihat. Mereka memutuskan untuk mencari toko swalayan terdekat yang mungkin belum dirampok.
Saat mereka berjalan-jalan di jalan-jalan yang sunyi, mereka melihat pemandangan yang mengejutkan. Bangkai-bangkai mobil terbengkalai di jalan, dan tumpukan barang-barang tergeletak di mana-mana. Kota yang pernah mereka cintai sekarang hancur dan penuh dengan kehancuran.
Mereka akhirnya tiba di toko swalayan kecil yang terletak di sudut jalan. Ari berharap ada persediaan yang tersisa di dalamnya. Mereka berdua masuk ke dalam dengan hati-hati, senjata improvisasi yang mereka temukan di rumah kosong tadi siap digunakan jika diperlukan.
Mereka merasa sedikit lega saat melihat beberapa rak makanan yang belum dirampok sepenuhnya. Ari dan Siti mulai mengumpulkan makanan dalam tas plastik sambil berbicara tentang rencana mereka selanjutnya.
"Tadi aku melihat toko perlengkapan rumah tangga di sebelah sini," kata Ari. "Mungkin kita bisa menemukan beberapa alat yang berguna di sana, dan kemudian kita perlu mencari tempat yang lebih aman untuk bersembunyi."
Siti mengangguk dan menambahkan, "Dan kita juga harus mencari orang lain, Ari. Mungkin ada yang masih selamat dan bisa membantu kita."
Mereka meninggalkan toko swalayan dengan persediaan makanan yang mereka butuhkan dan berjalan menuju toko perlengkapan rumah tangga. Namun, mereka belum tahu bahwa perjalanan mereka di dunia yang dilanda virus zombie ini hanya akan semakin berbahaya dan penuh tantangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
StarRai
gendre zombie cukup baru, gw sebenernya mls baca, tapi gw pengen tahu kedepan nya novel ini, semangat bang kali aja dapet kontrak.
menulis itu sangat sulit apalagi menulis tanpa ada yang menghargai.
2023-10-12
1
Lololiloo Kom
wah mantap. novel genre zombie sangat ku sukai
2023-10-09
0
Arth
bagus ceritanya
2023-10-06
0