Malam itu, Surabaya terasa lebih sunyi dari biasanya. Lampu-lampu di jalan raya yang biasanya gemerlap, sekarang redup dan hampir mati. Ari dan adiknya, Siti, berjalan melewati jalan yang sepi menuju mal terbesar di kota ini, Tunjungan Plaza. Mereka berdua telah menghabiskan beberapa hari terakhir di dalam rumah mereka yang terletak di pinggiran kota, berusaha untuk menghindari kerusuhan yang terjadi di pusat kota. Namun, mereka tidak bisa tinggal di sana selamanya, persediaan makanan mereka mulai menipis.
Ari yang memegang tangan adiknya mencoba tersenyum untuk memberikan keberanian. "Kita akan segera sampai, Siti. Semua akan baik-baik saja."
Namun, ketika mereka tiba di depan pintu masuk mal, pandangan mereka berubah. Biasanya, mal ini ramai dengan orang-orang yang berbelanja, tertawa, dan menikmati waktu mereka. Namun, sekarang suasana sangat berbeda. Mal yang seharusnya gemerlap kini tampak gelap dan menakutkan.
Ari memutuskan untuk masuk melalui pintu belakang, berharap akan lebih aman. Mereka berdua melangkah ke dalam mal yang sepi. Itu adalah mal besar dengan lantai marmer yang mengkilap dan deretan toko yang berjajar di sepanjang lorong. Pada malam ini, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar. Ini bukan tempat yang mereka kenal.
Mereka berdua berjalan menuju pusat mal, mencari toko swalayan untuk mendapatkan persediaan makanan. Tapi ketika mereka tiba di sana, pemandangan yang mereka temui mengguncang mereka. Rak-rak yang seharusnya dipenuhi dengan makanan kini kosong. Barang-barang berserakan di lantai, dan pintu-pintu freezer terbuka dengan makanan yang terbuang.
Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah yang tidak wajar. Langkah-langkah itu bergema di koridor mal, terdengar seperti langkah kaki yang tidak manusiawi. Ari merasa bulu kuduknya berdiri, dan dia memegang erat tangan adiknya.
Ketika mereka berbalik untuk melihat, pandangan mereka mematung. Ada sosok-sosok yang berjalan dengan lambat menuju mereka. Sosok-sosok itu buram dan pucat, dengan mata yang kosong dan wajah yang terluka. Mereka tampak kelaparan dan kehausan.
Ari segera menyadari bahwa mereka tidak menghadapi manusia biasa. Mereka menghadapi zombie. Sesuatu yang hanya terdengar dalam cerita horor dan film. Tetapi ini adalah kenyataan yang mengerikan.
"Ayo, Siti," bisik Ari sambil menarik adiknya menjauh dari gerombolan zombie yang semakin mendekat. Mereka berlari melewati lorong-lorong mal yang terdengar gemuruh langkah kaki zombie yang tak berujung. Mereka mencari tempat persembunyian dan berharap ada tempat yang aman dalam mal yang begitu besar ini.
Inilah awal dari perjalanan mereka di dalam mal yang dulu mereka kunjungi dengan sukacita, sekarang menjadi tempat yang menakutkan dan dipenuhi oleh ancaman yang tak terbayangkan. Ari dan Siti akan berjuang untuk bertahan hidup di tengah-tengah malam yang kelam di Surabaya, mencari tempat yang aman dan mungkin, jawaban atas pertanyaan mengapa semua ini terjadi.
Ari dan Siti berlari sekuat tenaga, mencoba menghindari serbuan beberapa zombie yang semakin mendekat. Mereka menyusup masuk ke toko sepatu yang terbuka, lalu melalui pintu belakang menuju lorong yang lebih tenang. Detak jantung mereka berdua berdegup keras, dan mereka berusaha menjauh dari zombie yang kelaparan itu.
Setelah melarikan diri selama beberapa menit, Ari dan Siti tiba di depan pintu darurat yang mengarah ke luar mal. Ari mendorong pintu itu, dan angin malam yang sejuk menyambut mereka. Mereka keluar dan berlari menuju rumah kosong yang terlihat di seberang jalan. Itu adalah rumah kosong dengan pintu dan jendela yang terbuka. Mereka tahu bahwa ini adalah kesempatan terbaik untuk bersembunyi sejenak dan merencanakan langkah selanjutnya.
Mereka masuk ke dalam rumah kosong itu, dan Ari segera menutup pintu dengan hati-hati. Mereka berdua duduk di lantai yang berdebu, mencoba untuk menenangkan diri mereka sendiri. Siti bergetar, dan Ari merangkulnya erat.
"Aku tahu ini menakutkan, Siti, tapi kita harus tetap tenang," kata Ari dengan suara pelan. "Kita akan istirahat sejenak di sini dan mencari tahu apa yang harus kita lakukan selanjutnya."
Siti menatap kakaknya dengan mata penuh ketakutan. "Kenapa ini terjadi, Ari? Kenapa semua orang berubah menjadi seperti itu?"
Ari merenung sejenak sebelum menjawab, "Aku tidak tahu pasti, Siti, tapi kita harus mencoba bertahan hidup. Itu yang terpenting sekarang. Kita harus menjauhi zombie-zombie itu dan mencari tempat yang aman."
Mereka berdua merenung dalam keheningan. Suara langkah kaki zombie yang menyeramkan terdengar redup dari luar. Ari mencoba memikirkan rencana. "Aku pikir kita perlu mencari senjata, sesuatu yang bisa melindungi kita dari zombie. Dan kita juga harus mencari makanan dan air."
Siti mengangguk setuju. "Tapi bagaimana kita bisa melakukannya, Ari? Semua toko tampaknya telah dirampok, dan kita tidak tahu bagaimana cara menggunakan senjata."
Ari mengusap rambut adiknya dengan lembut. "Kita harus mencari solusi, Siti. Pertama, kita perlu mencari toko yang belum dirampok. Mungkin ada beberapa barang yang tersisa. Kedua, kita perlu mencari senjata dan belajar cara menggunakannya. Aku akan melindungimu, Siti, tidak peduli apa."
Mereka berdua menghabiskan beberapa saat untuk merencanakan langkah selanjutnya. Setelah itu, mereka keluar dari rumah kosong itu dengan hati-hati, memastikan tidak ada zombie yang terlihat. Mereka memutuskan untuk mencari toko swalayan terdekat yang mungkin belum dirampok.
Saat mereka berjalan-jalan di jalan-jalan yang sunyi, mereka melihat pemandangan yang mengejutkan. Bangkai-bangkai mobil terbengkalai di jalan, dan tumpukan barang-barang tergeletak di mana-mana. Kota yang pernah mereka cintai sekarang hancur dan penuh dengan kehancuran.
Mereka akhirnya tiba di toko swalayan kecil yang terletak di sudut jalan. Ari berharap ada persediaan yang tersisa di dalamnya. Mereka berdua masuk ke dalam dengan hati-hati, senjata improvisasi yang mereka temukan di rumah kosong tadi siap digunakan jika diperlukan.
Mereka merasa sedikit lega saat melihat beberapa rak makanan yang belum dirampok sepenuhnya. Ari dan Siti mulai mengumpulkan makanan dalam tas plastik sambil berbicara tentang rencana mereka selanjutnya.
"Tadi aku melihat toko perlengkapan rumah tangga di sebelah sini," kata Ari. "Mungkin kita bisa menemukan beberapa alat yang berguna di sana, dan kemudian kita perlu mencari tempat yang lebih aman untuk bersembunyi."
Siti mengangguk dan menambahkan, "Dan kita juga harus mencari orang lain, Ari. Mungkin ada yang masih selamat dan bisa membantu kita."
Mereka meninggalkan toko swalayan dengan persediaan makanan yang mereka butuhkan dan berjalan menuju toko perlengkapan rumah tangga. Namun, mereka belum tahu bahwa perjalanan mereka di dunia yang dilanda virus zombie ini hanya akan semakin berbahaya dan penuh tantangan.
Ari dan Siti berjalan menuju toko perlengkapan rumah tangga, tetapi mereka tidak tahu bahwa bahaya sedang menanti di sudut jalan. Saat mereka berbelok ke sebuah gang sempit, mereka mendengar teriakan dan suara tembakan. Ari segera menarik adiknya ke belakang tembok untuk bersembunyi. Mereka bertiga berlutut di sana, berusaha memahami apa yang sedang terjadi.
Di ujung gang, mereka melihat sekelompok polisi yang berjuang untuk melawan sekelompok zombie. Tetapi tidak seperti zombie biasa, beberapa di antaranya tampak lebih kuat dan lebih cepat, dengan luka yang lebih serius. Mereka adalah zombie level 2, yang dikenal sebagai varian yang lebih berbahaya.
Salah satu polisi yang bertahan di tengah pertarungan itu adalah seorang perwira wanita berkepala plontos. Dia mengarahkan tembakannya dengan presisi, mencoba menembak kepalan zombie untuk menonaktifkannya. Polisi lainnya berjuang dengan gagang senjata yang mereka temukan, tetapi terlihat terdesak.
Ari berbisik kepada Siti, "Kita harus mencoba membantu mereka, Siti. Mereka adalah peluang terbaik kita untuk mendapatkan perlindungan dan senjata."
Siti mengangguk, tetapi dia terlihat sangat takut. Ari memegang tangan adiknya dan berkata, "Aku akan melindungimu, Siti. Tapi kita harus bertindak cepat."
Mereka berdua keluar dari persembunyian mereka dengan hati-hati dan berlari menuju polisi yang berjuang. Saat mereka mendekat, perwira wanita itu melihat mereka dan memberikan isyarat agar mereka tetap berada di belakangnya. Tapi Ari tahu bahwa mereka tidak bisa hanya berdiri di sana tanpa melakukan apa-apa.
Ari melihat sepotong pipa besi yang tergeletak di tanah. Dia segera mengambilnya dan mendekati salah satu zombie level 2 yang mendekat. Dengan pukulan keras, dia berhasil menghantam kepala zombie tersebut, membuatnya terjatuh.
Siti juga berusaha membantu dengan mencari batu dan melemparkannya ke arah zombie. Meskipun mereka hanya memiliki senjata sederhana, usaha mereka berhasil membuat beberapa zombie terluka.
Polisi yang lain, yang sudah hampir terdesak, melihat bantuan dari Ari dan Siti. Mereka mulai berkolaborasi, bekerja sama untuk mengalahkan zombie-zombie itu. Perwira wanita itu memberikan instruksi kepada mereka tentang cara menembak dengan lebih efisien.
Bersama-sama, mereka berhasil membersihkan gang itu dari zombie-zombie level 2. Polisi yang tersisa nafasnya tersengal-sengal, tetapi mereka terlihat lega.
Perwira wanita itu mengucapkan terima kasih kepada Ari dan Siti. "Terima kasih atas bantuannya. Kami hampir kewalahan tadi. Siapa kalian?"
Ari menjawab, "Aku Ari, dan ini adikku, Siti. Kami mencoba bertahan hidup di kota ini."
Salah satu polisi yang tersisa memberikan senjata cadangan kepada Ari. "Ini pistol. Aku harap kalian tahu cara menggunakannya."
Ari mengangguk dengan serius. "Kami akan belajar, terima kasih."
Polisi-polisi itu kemudian membantu Ari dan Siti untuk mengumpulkan barang-barang yang diperlukan dari toko perlengkapan rumah tangga, termasuk beberapa perlengkapan medis dan alat pertahanan diri tambahan. Mereka juga memberikan petunjuk tentang daerah-daerah yang sebaiknya dihindari dan tempat-tempat yang mungkin lebih aman untuk berlindung.
Dalam beberapa jam berikutnya, mereka bertiga berkumpul di tempat yang relatif aman, sebuah rumah kosong yang sudah lama ditinggalkan. Mereka menyusun rencana yang lebih matang untuk bertahan hidup dan mencari tempat yang lebih aman di kota ini.
Perwira wanita itu, yang mengenalkan dirinya sebagai Kapten Rina, memberikan mereka beberapa saran berharga tentang cara menghadapi zombie dan kelompok manusia yang mungkin mencari keuntungan dalam situasi ini.
"Ari, Siti, kalian harus tetap berhati-hati," kata Kapten Rina dengan serius. "Ini adalah dunia yang berbahaya sekarang, tetapi kalian tidak sendiri. Kami akan mencoba membantu kalian dan yang lainnya yang masih hidup."
Ari dan Siti merasa terharu oleh bantuan yang mereka terima dari polisi ini. Mereka tahu bahwa perjuangan mereka belum berakhir, tetapi setidaknya sekarang mereka memiliki teman dan perlindungan. Dalam dunia yang telah berubah menjadi mimpi buruk, mereka merasa ada harapan untuk bertahan hidup.
Ari, Siti, dan Kapten Rina telah menjadikan rumah kosong itu sebagai tempat sementara untuk beristirahat. Mereka berbagi informasi dan merencanakan langkah selanjutnya. Kapten Rina menjelaskan bahwa di kota ini terdapat beberapa tempat yang dijaga oleh kelompok yang berusaha bertahan hidup, dan mereka bisa mencari perlindungan di sana.
Namun, ketenangan mereka tiba-tiba terputus ketika mereka mendengar suara gemuruh yang mendekat dari luar. Mereka melihat keluar jendela dan melihat sesuatu yang jauh lebih mengerikan daripada zombie level 2 yang mereka hadapi sebelumnya.
Muncul di sudut jalan adalah monster raksasa berpostur manusia, tetapi tubuhnya hancur dan membusuk. Itu adalah zombie level 4, makhluk yang sangat langka dan sangat berbahaya. Zombie ini memiliki kekuatan dan ketahanan yang luar biasa, serta kemampuan untuk merasakan mangsa mereka dari jarak jauh.
Ari, Siti, dan Kapten Rina merasa ngeri saat mereka menyaksikan kehadiran zombie level 4 itu. Mereka segera menyadari bahwa bertahan melawan monster itu adalah ide yang mustahil. Kapten Rina dengan tenang berbicara kepada mereka, "Kita harus segera melarikan diri. Tidak ada cara kita bisa melawan monster seperti itu."
Mereka keluar dari rumah kosong itu dengan cepat, berlari secepat mungkin sambil mencari tempat persembunyian lain. Suara langkah berat zombie level 4 semakin mendekat, dan itu adalah suara yang membuat bulu kuduk mereka merinding.
Mereka melintasi jalan-jalan kota yang hancur dan menjauhi monster yang mendekati. Ari memandu mereka ke arah tempat yang lebih terpencil, berharap bisa menemukan tempat yang aman.
Namun, monster itu tidak akan menyerah begitu saja. Dalam kejaran, zombie level 4 tersebut terus mendekati mereka, dengan setiap langkah yang semakin dekat. Kapten Rina menarik Ari dan Siti ke sebuah gang sempit yang menuju ke belakang bangunan-bangunan kumuh.
Mereka berlari melewati gang itu, tetapi monster itu tetap mengejar mereka. Ketakutan mendalam memenuhi mata Ari dan Siti, tetapi mereka tahu mereka harus terus berlari untuk hidup mereka.
Saat mereka tiba di ujung gang, mereka mendapati diri mereka di depan lorong mati yang hanya memiliki satu jalan keluar. Mereka terperangkap. Monster zombie level 4 terus mendekati, dan tidak ada tempat untuk bersembunyi.
Kapten Rina dengan cepat mengambil keputusan. Dia mengarahkan mereka masuk ke sebuah pintu belakang yang tampaknya menuju ke dalam bangunan. Mereka melompat masuk, dan Kapten Rina menutup pintu dengan cepat.
Mereka berada di dalam bangunan yang gelap dan penuh dengan debu. Mereka terengah-engah dan mencoba menahan napas mereka agar tidak terdengar oleh monster di luar.
Ari dan Siti duduk bersandar di dinding, ketakutan. Mereka bisa mendengar monster itu di luar, mengaum dan merusak pintu yang mencoba mereka jebol. Tetapi pintu itu cukup kuat untuk menahan serangan monster sejenak.
Kapten Rina berlutut di depan mereka dan berbicara dengan cepat, "Kita tidak bisa tinggal di sini terlalu lama. Monster itu akan mencari cara masuk. Kita perlu mencari jalan keluar dari bangunan ini."
Mereka berdua mengangguk setuju. Dalam kegelapan yang menyelimuti mereka, mereka merasa ketakutan dan terjebak, tetapi mereka juga merasa perlu untuk bertahan hidup. Dengan hati-hati, mereka mulai menjelajahi bangunan itu, mencari jalan keluar yang aman, sementara monster zombie level 4 tetap mengancam dari luar.
Ari, Siti, dan Kapten Rina terus menjelajahi bangunan yang gelap dan sepi, mencari jalan keluar. Suasana di dalam bangunan itu membuat mereka semakin merasa terjebak, dan ketakutan mereka semakin memuncak dengan setiap langkah yang mereka ambil. Mereka tahu bahwa waktu mereka terbatas, dengan monster zombie level 4 yang mengamuk di luar.
Ari yang memimpin berusaha untuk tetap tenang. Dia memeriksa setiap pintu dan lorong yang mereka temui, berharap menemukan jalan keluar. Namun, bangunan itu begitu besar dan rumit, seperti sebuah labirin yang gelap. Kapten Rina menjelaskan bahwa bangunan itu dulunya adalah pusat riset biologi, yang kemungkinan memiliki koneksi dengan virus yang melanda kota.
Ketika mereka terus berjalan, Siti merasa ketakutan dan khawatir. Dia mencengkeram tangan Ari dengan erat, tetapi dia tahu bahwa mereka tidak boleh memperlambat langkah mereka. Monster zombie level 4 tetap mengamuk di luar, dan setiap detik berharga.
Tiba-tiba, mereka mendengar suara aneh yang terdengar dari lorong yang gelap di depan mereka. Suara itu seperti suara langkah kaki, tetapi bukan langkah kaki zombie. Ada sesuatu yang lebih misterius di dalam bangunan itu.
Kapten Rina menegangkan dan mengangkat pistolnya dengan hati-hati. Ari juga siap untuk bertindak. Mereka bergerak perlahan-lahan menuju lorong tersebut, berusaha untuk tidak membuat suara.
Saat mereka mencapai sudut lorong, mereka melihat sekelompok orang yang mengenakan jas virus dan membawa senjata. Mereka tampaknya terlatih dan sangat waspada. Salah satu di antaranya menoleh ke arah Ari, Siti, dan Kapten Rina, dan ekspresi wajahnya penuh kejutan.
Tetapi sebelum mereka bisa bereaksi, sekelompok itu dengan cepat mendekati mereka. Ari, Siti, dan Kapten Rina merasa ketakutan dan mengangkat tangan mereka sebagai tanda perdamaian. Mereka ingin tahu siapa kelompok ini dan apa yang mereka inginkan.
Pria yang tampak seperti pemimpin kelompok tersebut berbicara dengan suara serak, "Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di sini?"
Ari menjawab dengan cepat, "Kami adalah korban situasi ini, sama seperti kalian. Kami mencari jalan keluar dari bangunan ini."
Kapten Rina menambahkan, "Kami tidak tahu apa yang terjadi di luar, tetapi ada monster zombie level 4 yang sedang mengamuk. Kami tidak punya pilihan selain mencari tempat yang aman."
Pemimpin kelompok tersebut merenung sejenak sebelum akhirnya mengizinkan mereka untuk bergabung dengan kelompoknya. Mereka merasa seolah-olah telah menemukan sekutu yang potensial dalam keadaan yang mengerikan ini.
Ketika mereka melanjutkan perjalanan bersama, Ari dan Siti merasa sedikit lega. Mereka tidak lagi terjebak sendirian dalam bangunan misterius ini. Mereka bahkan mulai mempertimbangkan bahwa kelompok ini mungkin memiliki sumber daya dan perlindungan yang dapat membantu mereka bertahan hidup.
Namun, kegembiraan itu tidak berlangsung lama. Saat mereka menjelajahi lebih dalam ke dalam bangunan, Siti yang berada di belakang tiba-tiba menghilang. Ari berbalik dan melihat bahwa adiknya telah diculik oleh salah satu anggota kelompok ini. Dia merasa panik dan marah.
"Ayo, Siti!" teriak Ari sambil berusaha mengejar penculik itu.
Ari dan Kapten Rina berlari secepat mungkin, tetapi penculik itu memiliki keunggulan dan mereka tidak bisa mengejar dengan cukup cepat. Mereka akhirnya mencapai sebuah pintu yang sudah tertutup, dan penculik itu menghilang di baliknya.
Ari dengan putus asa mencoba membuka pintu itu, tetapi itu terkunci. Dia berusaha keras untuk mendobrak pintu itu, tetapi itu terlalu kuat. Kapten Rina mencoba membantunya, tetapi juga gagal. Mereka harus berhenti sejenak dan mengevaluasi situasi.
Mereka merasa marah dan khawatir. Siti, adik yang mereka cintai, telah diculik di hadapan mereka, dan mereka tidak tahu siapa kelompok ini atau apa yang mereka inginkan dengan Siti. Ari merasa bersalah karena tidak bisa melindungi adiknya.
Kapten Rina mencoba meredakan kekhawatiran Ari. "Kita harus mencari jalan untuk mengembalikan Siti, tetapi kita perlu merencanakan tindakan kita dengan hati-hati. Mungkin ada cara lain untuk masuk ke dalam bangunan ini."
Mereka merenung sejenak dan merencanakan rencana untuk menyelamatkan Siti. Mereka tahu bahwa penculikan ini akan menjadi tantangan yang sangat sulit, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka tidak bisa menyerah. Mereka akan mencari cara untuk mendapatkan Siti kembali dan terus bertahan hidup dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian dan bahaya.
Ari dan Kapten Rina merasa terhenti di hadapan pintu yang terkunci. Mereka harus berhenti dan merencanakan cara untuk menyelamatkan Siti dari penculiknya yang misterius. Ari merasa dendam berkobar di dalam dirinya, berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan melakukan segalanya untuk mendapatkan adiknya kembali.
Kapten Rina berusaha untuk meredakan perasaan Ari. "Kita tidak tahu pasti siapa mereka atau apa yang mereka inginkan dengan Siti. Kita harus menemukan informasi lebih lanjut sebelum bertindak."
Tapi Ari tidak bisa menahan amarahnya. Dia merasa bahwa waktu terus berlalu dan Siti mungkin berada dalam bahaya. Dia ingin bertindak sekarang juga. "Saya tidak bisa menunggu, Kapten. Saya harus mencari mereka sekarang juga."
Dalam keputusasaan, Ari memutuskan untuk mencari cara untuk membuka pintu yang terkunci. Dia berpikir cepat dan mencari alat yang bisa digunakan. Setelah beberapa saat, dia menemukan palu kecil di salah satu sudut ruangan. Dia menggunakannya untuk mencoba membobol pintu tersebut.
Ari dan Kapten Rina berusaha keras untuk membuka pintu itu. Suara palu yang memukul terdengar keras di dalam ruangan gelap. Mereka bisa merasakan tekanan dan kekhawatiran yang terus meningkat, karena waktu semakin berlalu dan mereka belum mengetahui apa yang terjadi pada Siti.
Akhirnya, dengan usaha keras, pintu itu terbuka. Mereka bergegas masuk ke dalam dengan hati berdebar-debar, berharap untuk menemukan jejak Siti. Tapi apa yang mereka temukan sangat berbeda dari yang mereka harapkan.
Mereka berada di dalam ruangan besar yang tampak seperti laboratorium. Di tengah ruangan itu terdapat layar komputer yang besar dan beberapa peralatan laboratorium yang rumit. Tapi yang paling mencolok adalah apa yang terlihat di dinding ruangan.
Di dinding itu terpampang sejumlah layar monitor yang menampilkan gambar Siti yang terikat dan terlihat ketakutan. Gambar-gambar itu terhubung dengan beberapa orang yang memandang ke arah kamera. Mereka adalah penculik Siti.
Ari merasa marah dan putus asa melihat kondisi adiknya. Dia merasa telah gagal dalam melindungi Siti dan merasa dendam yang tak terkendali. Dia bersumpah akan menghancurkan kelompok penculik itu, siapa pun mereka.
Saat itu, salah satu dari mereka, seorang wanita dengan rambut panjang dan mata tajam, berbicara melalui speaker yang terpasang di dinding. "Apa yang kamu lakukan di sini, Ari? Kamu pikir kamu bisa menyelamatkan adikmu dengan memaksaku membuka pintu ini?"
Ari dengan gemetar menjawab, "Apa yang kamu inginkan dariku? Apa yang kamu lakukan pada adikku?"
Wanita itu tersenyum dingin. "Kami memiliki kepentingan tertentu dalam virus ini, dan kami memerlukan bantuanmu untuk mencapainya. Kamu tahu apa yang akan terjadi pada adikmu jika kamu tidak bekerja sama dengan kami."
Ari merasa marah dan tidak bisa menerima ancaman itu. Dia ingin menghancurkan mereka sekarang juga, tetapi Kapten Rina menarik lengannya dengan lembut dan berbisik, "Kita harus tenang dan berpikir dengan bijak. Kami harus mencari cara untuk menyelamatkan Siti."
Dalam pembicaraan yang tegang itu, Kapten Rina mencoba menjalin kontak dengan kelompok tersebut, bernegosiasi dengan mereka untuk melepaskan Siti. Tetapi percakapan itu terasa sia-sia, karena kelompok penculik tampaknya tidak berniat melepaskan Siti begitu saja.
Ketika percakapan buntu itu berlanjut, mereka tiba-tiba mendengar suara teriakan dari jauh. Mereka semua berhenti dan mendengarkan dengan hati-hati. Suara itu semakin mendekat, dan mereka segera menyadari bahwa itu adalah suara monster zombie level 4 yang masih mengamuk di luar.
Wanita yang berbicara melalui speaker itu menggerutu. "Kita harus pergi sekarang juga. Jangan berpikir kamu bisa lari dari monster itu."
Mereka semua berlari menuju pintu keluar laboratorium, tetapi saat mereka mencapai lorong, mereka menemui monster zombie level 4 yang terjebak di dalam bangunan tersebut. Mereka terjebak di antara dua bahaya yang mengancam.
Dalam keputusasaan, mereka mencoba melawan monster tersebut, tetapi itu adalah pertempuran yang tidak mungkin dimenangkan. Monster zombie level 4 itu terlalu kuat dan tahan lama. Mereka berjuang habis-habisan, tetapi akhirnya terdesak.
Saat monster itu semakin mendekat dan situasinya semakin putus asa, Ari melihat salah satu dinding lorong yang tampaknya tidak stabil. Dalam tindakan putus asa, dia memutuskan untuk mencoba menghancurkan dinding tersebut sebagai jalan keluar terakhir.
Ari mengambil palu yang sudah digunakan sebelumnya dan dengan keras memukul dinding tersebut. Puing-puing beton terbang ke segala arah, dan dengan ajaib, dinding tersebut runtuh, membuka jalan keluar menuju lorong lain yang tampaknya lebih aman.
Mereka semua berlari melewati dinding yang runtuh dan menjauh dari monster zombie level 4 yang terperangkap. Mereka tidak tahu apa yang terjadi pada monster itu, tetapi mereka tahu bahwa mereka harus mencari cara untuk menyelamatkan Siti secepat mungkin.
Kembali ke dalam kegelapan kota yang dilanda virus zombie, Ari merasa dendam yang tak terbendung. Dia telah kehilangan kesempatan untuk menyelamatkan adiknya, dan dia bersumpah akan menghadapi siapapun yang berada di balik penculikan tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!