Jam menunjukkan pukul lima pagi, Arya dan Nayya sudah di jalan, dan hendak pulang ke rumah dengan mengendarai motornya.
"Nay, kenapa?" teriak Arya yang mendapati gelagat aneh dari Nayya. Dilihat dari kaca sepionnya, Nayya tampak termenung, banyak melamun, diam, seperti ada suatu hal yang memenuhi pikirannya.
"Nggak papa bang" ujar Nayya kemudian dirinya memejamkan mata menikmati semilir angin yang menerpanya di pagi hari.
"Kalau ada apa-apa bilang aja, siapa tau abang bisa bantu" teriaknya lagi membuat Nayya mengangguk. Kemudian Arya fokus dengan kemudinya.
Setelah mengendara sepuluh menit di jalan raya, mobil mulai belok ke sebuah kampung, dan berhenti tepat samping aliran sungai. Ya, mereka sudah sampai di depan rumah.
Setelahnya mereka masuk dan Nayya mendudukkan tubuhnya di atas sofa, begitu juga dengan Nayya. Mereka tampak lelah karena tak tidur semalaman.
"Oh iya, bang" ujarnya sembari melepas cincin yang tersemat di jarinya. Arya yang melihatnya pun mengernyitkan dahinya bingung.
"Nah minta tolong, cincinnya di kembalikan ke mas Faiz. Soalnya mas Faiz udah membatalkan pernikahannya" jelasnya membuat Arya terkejut.
"Kok abang nggak tau? Faiz juga nggak ngomong apa-apa tadi. Kenapa Faiz tiba-tiba ngebatalin pernikahannya? Bukannya pernikahan kalian empat hari lagi" tanyanya yang tak disahuti oleh Nayya karena Nayya sudah berjalan masuk kamarnya. Hening tak ada suara, Arya segera meraih ponselnya yang ia letakkan di atas meja dan menghubungi Faiz.
"Halo Faiz, Assalamualaikum" salam Arya saat teleponnya sudah terhubung dengan milik Faiz.
"Wa'alaikumsalam gimana mas?" jawab seorang lelaki di seberang telepon.
"Saya mau tanya, ini beneran kamu yang batalin pernikahannya? Atau gimana? Kalau iya saya mau ngembalikan cincin lamarannya" tak ada sahutan dari seberang telepon.
"Iz?" tanyanya lagi memastikan jika Faiz masih mendengarnya.
"Iya maafkan saya mas, boro-boro mikir mau nikah, mikir in kaki bisa jalan lagi aja saya nggak tau mas. Sekali lagi saya minta maaf dan tolong sampaikan maaf saya juga pada Nayya dan bu Zulfa, maaf karena harus membatalkan pernikahannya" jelasnya kemudian mematikan teleponnya secara sepihak.
Di rumah sakit, Faiz hanya bjsa merenungi perkataan yang keluar dari mulutnya. Dirinya serba salah dan juga bingung.
Jika dirinya memilih untuk tetap melanjutkan pernikahannya, dirinya tidak akan bisa menafkahi keluarganya untuk sementara waktu. Sedangkan jika dirinya memilih untuk tidak melanjutkan pernikahannya. Itu akan melukai hati Nayya, Zulfa, dan bahkan Azizah sepertinya juga tak setuju jika pernikahan itu batal, namun di undur. Sedangkan jika pernikahan itu sendiri di undur, Nayya sudah tak bisa lagi menerima lamaran dari lelaki lain, dan itu sebenarnya adalah keuntungan bagi Faiz. Namun Faiz tak mau dirinya egois, alhasil Faiz menarik lamarannya dan dia membiarkan Nayya menemukan jodoh yang lebih baik segalanya darinya.
Meskipun berat melepas Nayya, namun dirinya yakin, jika memang Nayya adalah jodohnya pasti akan kembali padanya, seperti apa yang Azizah katakan padanya.
***
Hari-hari berlalu, bulan telah berganti, kini Faiz sudah mulai berjalan namun masih memakai kedua tongkatnya. Dirinya berjalan bolak-balik di halaman rumah untuk melatih kakinya supaya bisa berjalan.
"Alhamdulillah akhirnya nak, udah bisa jalan. Pelan-pelan aja ya jangan dipaksa. Kalau kakinya capek, istirahat ya" ujar Azizah sembari mengiringi langkah Faiz yang tertatih-tatih sembari memegang tongkatnya.
"Iya bu, Alhamdulillah Faiz kira penyembuhannya bakal lama, sampe bertahun-tahun, ternyata nggak, bahkan hampir dua bulan aja Faiz udah mau bisa jalan"
"Iya, yaudah ibu mau masuk dulu, kalau ada apa-apa panggil ibu di dalam ya" jelasnya sembari mengusap pundak Faiz dan berjalan masuk.
Kesenangan kebahagian terukir di wajah Faiz namun sedetik kemudian raut kebahagiaan itu berubah menjadi kecemasan.
Mencari kerja, itulah yang ada di pikirannya. Dirinya anak terakhir, anak bungsu, kakak kakaknya sudah menikah dan memiliki keluarga masing-masing, dan ayahnya juga sudah tiada. Itu maknanya setelah dirinya sembuh dirinya harus kembali bekerja, dan tidak bergantung lagi kepada kakak-kakaknya seperti saat dirinya sakit.
Tapi pekerjaan apa? Apakah kantor penyiar radio itu masih menerimanya? Bagaimana jika direktur itu sudah mencari ganti untuknya yang sedang sakit?. Pertanyaan itu terus berputar dalam otaknya. Faiz hanya bisa pasrah, dan semoga jika memang dirinya harus mencari pekerjaan lain, dirinya berharap supaya dilancarkan dalam mencari pekerjaannya.
***
Hari berlalu begitu cepat, dua bulan pasca operasi, Faiz sudah bisa berjalan tanpa tongkat. Dan selama itu pula Faiz tak pernah tau mengenai kabar Nayya.
Yang menjadi fokusnya kali ini adalah mencari pekerjaan. Alhasil Faiz mulai membuka handphone membaca iklan loker yang ada di salah satu aplikasi. Setelah menemukan, Faiz segera menulis lamaran dan memasukkan lamaran secara online ke beberapa lowongan kerja yang memang sesuai dengan kriteria dirinya saat ini. Berharap salah satu atau lebih ada yang mau menerimanya.
Beberapa Minggu kemudian, Faiz mendapat panggilan interview di salah satu rumah makan yang kebetulan baru mau buka dan banyak membuka lowongan pekerjaan bagi para pencari kerja, dan bersyukurnya Faiz di terima, meskipun harus mengikuti training dua Minggu di luar kota.
"Bu, Faiz berangkat dulu ya, kalau ada apa-apa telepon mbak Alifa kalau nggak ya mas Farhan, maaf jadi Faiz tinggal dua Minggu" ujarnya sembari mengangkat tas ransel berisi beberapa baju itu ke pundaknya.
"Hmmm, iya. Coba aja kalau kamu udah punya istri, pasti ibu nggak akan kesepian" jelasnya membuat Faiz terdiam seketika. "Ya kalau kamu kerjanya udah mapan, jangan lupa cari istri, usia kamu udah matang, bahkan sudah saatnya menikah" jelasnya membuat Faiz tersenyum.
"Iya bu, pasti, yaudah Faiz berangkat dulu ya, Assalamu'alaikum" setelahnya dirinya berangkat ke luar kota bersama teman-temannya yang juga mengikuti training di luar kota.
Tiga Minggu berlalu, Faiz sudah pulang dari luar kota, dan sudah mulai bekerja di salah satu rumah makan yang memiliki beberapa cabang di luar kota. Faiz bersyukur sekali karena sudah mulai bisa bekerja dan bisa menghidupi dirinya juga ibunya.
Untuk soal mencari istri, ah sepertinya ia tunda dulu, dirinya harus menabung lagi karena beberapa uang yang ia tabung untuk biaya nikahnya sudah ia gunakan untuk beli obat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments