Keluarga Nayyara

Sore hari di rumah Nayyara, rumah sederhana yang menjadi saksi bisu akan lika liku kehidupan yang mereka alami.

Nayyara saat ini tengah menyirami bunga yang ada di halaman rumahnya, setelah selesai, Nayyara kembali masuk dan duduk di sofa dan melipat baju yang sudah kering. Tak lama kemudian dirinya mendengar suara motor yang sangat dikenalinya. Dan tak lama kemudian terdengar ucapan salam dari ambang pintu.

"Assalamu'alaikum" salam seorang lelaki yang berusia hampir tiga puluh tahun itu. Siapa lagi kalau bukan Arya.

"Wa'alaikumsalam udah pulang bang?" tanya Nayya sembari menyalami abangnya ini.

"Udah, Diba belum pulang?" pandangan Arya mengitari seisi ruangan, tak menemukan saudara kembar Nayya. Mungkin saja masih bekerja, atau sedang dalam perjalanan pulang.

"Belum bang" ujarnya dengan melihat jam yang melingkar di tangannya "paling bentar lagi, biasanya jam empat lebih sepuluh udah sampe rumah kalo Diba masuk pagi" lanjutnya. Sedangkan Arya hanya ber-oh dan melanjutkan langkahnya menuju kamar sang bunda

Setelah mengecek kondisi bundanya, Arya keluar dan mencari Nayyara. Saat berjalan menuju ruang tamu dan teras dirinya tak mendapati perempuan yang sedang ia cari. Kemudian dirinya mencari Nayyara ke dapur dan benar saja Nayyara sedang membuat teh panas di sana.

Karena ruang makan dan dapur jadi satu, Arya pun segera duduk di sana dan menunggu hingga Nayyara usai membuat teh panasnya.

"Nay" ujar Arya saat Nayya sudah duduk di kursi ruang makan berhadapan dengan abangnya sembari menyeruput teh yang telah dibuatnya.

"Iya bang, kenapa?" tanyanya kemudian meletakkan gelas itu di atas meja.

"Kata bunda kamu tadi dilamar ya? Terus kamu tolak?" tanya Arya kemudian.

"Iya bang, padahal ya umur Nayya masi muda lhoh, abang aja belum nikah kan, masa adeknya duluan, lagian ya Nayya kasihan sama bunda, ntar yang ngurusin bunda siapa kalau abang sama Diba kerja" Nayya sebenarnya juga heran, di usianya yang masih muda ini sudah ada yang melamarnya.

"Usia bukan patokan buat nikah Nay, asal kamu siap dan usia sudah cukup ya nikah aja, abang nggak ngelarang kok, malahan abang ngelarang kamu pacaran, Tapi ya kalau mau nikah liat dulu laki-lakinya, baik nggak agamanya, perilakunya, pergaulannya biar nggak nyesel nantinya, dan soal bunda, kan kak Raya ada di rumah" jelasnya panjang lebar. Arsyita Rayana Dewi adalah kakak dari si kembar juga Arya. Rumah Raya dan bundanya hanya sampingan, jadi Raya juga sering mengecek kondisi bundanya ini, dan membantu apa yang perlu di bantu.

"Iya juga sih. Mmm bang, kalau kita nggak kenal orangnya terus dia bilang dia pernah ngaji, ikut kajian, santri gitu masa kita terima, gimana kalau laki-laki itu bermuka dua" tanyanya lagi penasaran.

"Ya kamu cari orang terdekat dia, kamu tanya tentang dia kan bisa" tuturnya kemudian.

"Terus bang, kalau kita nggak cinta, kita nikah emang nggak papa?" tanya Nayya lagi.

"Nay, cinta itu bisa di bangun setelah nikah, asalkan keduanya ridho" jelas Arya sembari menuangkan air ke dalam gelasnya.

"Mmmm gitu ya bang, baru tau Nayya" setelah perbincangan itu, abangnya beranjak ke kamar mandi dan Nayya kembali ke kamarnya juga dirinya kembali disibukkan dengan handphone juga laptopnya.

Saat dirinya menyalakan laptopnya dirinya teringat akan sesuatu.

"Oh iya, jadwal kemoterapi bunda kapan ya, sampe lupa" ujarnya kemudian pergi ke kamar sang bunda untuk mencari berkas-berkas yang biasa di bawa ke rumah sakit.

"Cari apa nak" tanya Zulfa penasaran.

"Nayya lupa kapan jadwal kemoterapinya bunda, ini lagi cari berkasnya" jawabnya dengan menatap sang bunda kemudian kembali beralih pada berkas-berkas yang ada di depannya.

"Nah ketemu" dilihatnya lembaran itu, tertera di sana, jadwal kemoterapi ke -6 tanggal 27 Februari.

"Besok Jum'at cek lab terus Seninnya kemoterapi ya bunda" ujarnya sembari melihat berkas yang sedang ia pegang. Kemudian dirinya berjalan dan mendekat ke arah sang bunda. "Bunda yang semangat ya, semoga semuanya lancar dan baik-baik aja, bunda jangan lupa berdo'a juga ya, minta dimudahkan sama Allah" Nayya mengusap pelan lengan sang bunda dan tersenyum.

"Iya nak, maafin bunda ya jadi ngerepotin anak-anak bunda" jawabnya dengan tatapan sendu.

"Nggak ada yang direpotin bunda, ini udah kewajiban anak-anak bunda" tutur Nayya tersenyum. "Yaudah, bunda istirahat aja ya, Nayya balik ke kamar dulu" setelah mendapat anggukan dari sang bunda, Nayya segera kembali ke kamarnya.

...****************...

Malam hari jam menunjukkan pukul delapan malam, usai shalat isya' mereka makan bersama di ruang makan, hening tak ada suara, hanya dentingan sendok dan piring yang saling bersahutan.

Setelah usai, Nayya masih terduduk di ruang makan, bersama yang lainnya kecuali sang bunda yang sudah kembali ke kamar.

"Bang, besok Minggu depan bunda ada jadwal kemoterapi" ujar Nayya mengingatkan abangnya.

"Iya, abang inget kok. Kamu ikutnya pas kemoterapi aja ya, biar nggak kebanyakan biaya transportnya" bukan mereka tak punya motor, tapi kondisi bundanya yang seperti itu bisa dikatakan tak aman jika naik motor, alhasil hanya ada dua pilihan, pakai ambulance desa atau naik bus.

"Iya, siap bang" ujarnya dengan posisi hormat bak menghormati sang merah putih. Sedangkan Adiba yang melihatnya hanya tersenyum.

"Bismillah... semoga semuanya lancar" timpal Adiba.

"Aamiin" jawab mereka bertiga serempak.

Setelahnya mereka kembali ke kamar masing-masing, Nayya duduk di tepi ranjang, sedangkan Adiba merebahkan tubuhnya di atas kasur sembari memainkan ponselnya.

"Diba" panggilnya pelan.

"Hmm?"

"Mmm mau ngomong tapi gimana ya" mendengar itu, Adiba langsung merubah posisinya menjadi duduk bersila dan menatap saudara kembarnya ini.

"Udah ngomong aja, ntar jadi beban yang ada kalo di pendem terus" nasihatnya kemudian beralih dengan handphonenya lagi.

"Hufttt, iya iya. Jadi gini —" ucapannya terhenti, tangannya bergerak mengambil handphone yang ada di tangan Adiba, mengisyaratkan agar Adiba mendengar dan memperhatikannya. Setelahnya Nayya melanjutkan pembicaraannya.

"Tadi pagi, ada yang ngelamar aku" Adiba tercengang mendengar penuturan dari sang adik. Bagaimana tidak, usia masih muda udah di lamar sedangkan abangnya yang usianya tiga puluh tahun saja belum menikah. Calon istri pun belum kelihatan batang hidungnya.

"Nggak salah denger Diba?" tanya Adiba sembari mengernyitkan dahinya bingung.

"Nggak Diba, Nay serius. Nah masalahnya Diba tahu kan Nay suka sama siapa?" tanyanya seperti menginterogasi Adiba.

"Iya tau, mmm menurut Diba, mending mantapin hati Nay dulu, Nay berdo'a shalat istikharah, minta petunjuk. Dan Nay harus pinter-pinter pilih suami karena bagaimanapun suami nanti punya tanggung jawab besar setelah menikah" nasihat Diba dengan lembut, kemudian suasana menjadi hening.

Benar apa yang dibilang kakaknya 'Diba' lebih baik dirinya shalat dan berdo'a minta petunjuk kepada Allah.

Terpopuler

Comments

Muriel

Muriel

Ini salah satu cerita terbaik yang pernah aku baca, mantap! 👌

2023-09-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!