Hari ini adalah hari Senin, tanggal 27 Februari 2022 dimana sang bunda akan menjalani kemoterapi yang ke -6.
"Abang pesan ambulance apa naik bus?" tanya Nayya sembari menata beberapa barang yang harus di bawa ke rumah sakit seperti tissue, masker, makan, minum, dan lain sebagainya.
"Abang pesen ambulance Nay kalau pas bunda kemoterapi, takutnya bunda lemes kaya kemarin-kemarin, kan kasian kalau harus naik bus" terangnya kemudian beranjak ke kamar mandi.
Dua puluh menit berlalu, mereka semua sudah siap, kecuali Adiba, dirinya harus kerja dan mendapat shift pagi. Tak lama kemudian ambulance datang dan membawa Nayya, Arya juga bundanya ke rumah sakit.
Satu jam sudah ambulance berjalan menyusuri jalan raya, berbelok ke arah barat sekitar lima ratus meter, dan kemudian ambulance berbelok ke kiri mengikuti jalan lurus itu dan sampailah di rumah sakit.
Usai check in, Arya memasukkan berkas ke bagian administrasi dan harus menunggu panggilan terlebih dahulu. Setengah jam berlalu, bundanya dipanggil dan diminta untuk segera menuju ruang kemoterapi yang ada di lantai enam.
Arya, Nayya juga sang bunda pun segera menaiki lift menuju ruang kemoterapi.
Jam menunjukkan pukul sepuluh siang, bundanya baru saja masuk dan mulai menjalani kemoterapi.
Seperti biasa kemoterapi yang bundanya jalani kurang lebih tiga jam, berbeda dengan pasien yang lainnya, ada yang hanya setengah jam, satu jam, atau dua jam. Hal itu dilihat dari banyaknya obat yang harus dimasukkan saat kemoterapi atau mungkin tingkat keparahan dari penyakit yang di derita, begitulah pikir Arya.
"Nay, udah mau dzuhur, abang liat bunda bentar habis itu kita ke masjid ya" Arya menepuk pelan pundak Nayya, dirinya tertidur hingga tak terasa sudah jam dua belas kurang seperempat.
"Engghh" lenguhan kecil keluar dari mulut Nayya, dirinya juga tertidur di kursi panjang itu. "iya bang, Nayya ke kamar mandi dulu bentar" mereka berdua pun berjalan, Arya segera masuk mengecek bundanya dan Nayya berbelok ke arah kamar mandi.
Setelah itu mereka segera turun dan menuju masjid. Rumah sakit ini sangatlah luas, dari ruang dimana bundanya kemoterapi hingga menuju masjid bisa ditempuh dengan jarak satu kilometer atau bahkan lebih.
Sampai di masjid Arya segera menuju tempat wudhu yang ada di lantai satu, pun shaf putra juga ada di lantai satu, berbeda dengan shaf perempuan. Meskipun wudhu ada di lantai satu, tapi shaf perempuan ada di lantai dua.
Usai Iqamah berkumandang, mereka segera shalat berjama'ah, dan kemudian di lanjut do'a. Setelah selesai berdo'a Nayya segera turun dan menunggu abangnya yang sepertinya masih berada di dalam masjid.
Tak selang lama, dirinya dikejutkan dengan abangnya yang menepuk pundak kanannya. Jika Nayya tak siap, handphone yang dipegangnya bisa jatuh akibat ulah kakaknya ini.
"Ngagetin aja bang, untung hape Nayya nggak jatuh" dumelnya kemudian mengantongi benda pipih itu dan berjalan mengekori abangnya.
"Bang, itu yang di lantai tiga masjid kok kaya gedung pertemuan gitu ya, ada mejanya, ada sofa nya" jelasnya sembari menunjuk-nunjuk bangunan masjid lantai tiga.
"Entah, abang juga belum pernah naik Nayy" ujarnya kemudian mereka berdua berjalan, melewati gedung yang dikhususkan untuk jantung, kemudian berbelok ke kiri melewati lorong yang mengarah ke ruang rawat inap. Dan kemudian mereka mulai memasuki gedung yang dikhususkan untuk pasien kanker. Mereka masuk dan menekan tombol lift. Usai terbuka, mereka segera masuk dan lift mulai bergerak naik membawa mereka ke lantai yang dituju.
Saat pintu lift terbuka, Arya segera keluar dan berjalan masuk ruang kemoterapi untuk sekedar mengecek kondisi sang bunda.
"Sakit bun?" tanya Arya sembari menggenggam tangan sang bunda yang sudah mulai terasa dingin.
Ya, akhir-akhir ini usai kemoterapi, Arya selalu merasakan tangan sang bunda yang semakin dingin dari kemoterapi sebelumnya, juga sang bunda sering merasa sakit jika tangannya digerakkan atau di pegang. Arya sendiri belum tau apa penyebabnya. Suhu di dalam ruangan kemoterapi juga tak terlalu dingin menurutnya, bahkan disediakan selimut dari rumah sakit.
Sang bunda menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum.
"Bunda mau makan?" tanyanya kemudian yang disambut gelengan lagi oleh sang bunda.
"Bunda mau minum nak" jawab sang bunda lirih namun Arya masih bisa mendengarnya. Arya pun segera mengambilkan minum untuk sang bunda.
Setelahnya dirinya keluar karena tak boleh berlama-lama di ruang kemoterapi ini.
A few minute later
Jam menunjukkan pukul satu lebih seperempat. Terdengar dari pengeras suara, "keluarga Zulfa Khaerunnisa" panggil seorang perawat dari dalam.
Arya pun segera masuk dan menemui bundanya yang saat ini tengah duduk dan juga seorang perawat perempuan yang sedang melepas infusnya.
"Obatnya jangan lupa diminum ya bu, seperti biasa, pagi dua tablet, malam dua tablet, jaraknya dua belas jam ya bu, dan kalau sekiranya mual, nggak papa dimuntahin aja, habis itu makan lagi biar perutnya nggak kosong dan nggak lemas, kalau nggak selera makan nasi, bisa pakai bubur anak itu, kalau nggak ya itu 'bubur sum sum' ibu tau kan, itu juga bisa sebagai pengganti nasi" ujar seorang perawat itu dengan sangat ramah. Kemudian terlihat anggukan dari bundanya, dan mereka pun segera keluar dan turun. Sebelum pulang, Arya harus kembali menyerahkan berkas ke bagian administrasi untuk pengaturan jadwal kemoterapi selanjutnya.
Setelah selesai mereka bertiga segera pulang dengan menggunakan ambulance yang membawanya kemari.
Sesampainya di rumah, Nayya segera bersih-bersih juga shalat, begitu pun dengan Arya, usai bersih-bersih dan shalat dirinya mengganti pakaiannya dengan seragam kerjanya. Ya, dirinya tetap harus berangkat meskipun telat, karena bagaimanapun itu adalah bagian dari tanggungjawabnya. Ya meskipun resiko gaji akan tetap dipotong. Mungkin itu lebih baik dari pada dirinya tak berangkat sama sekali.
Arya bersyukur mempunyai rekan kerja yang baik dan mampu mengerti akan kondisinya juga keluarganya.
"Bunda, Nayy, Arya berangkat dulu ya" pamitnya kemudian segera memakai helmnya dan mengeluarkan motornya.
"Iya nak hati-hati ya, maafin bunda, setiap check up sama kemoterapi kerjaan kamu jadi keteteran" ujarnya dengan tatapan sendu.
"Nggak papa bunda, ini udah kewajiban anak-anak bunda untuk merawat bunda" Arya tersenyum dan menyalami sang bunda yang berdiri di ambang pintu.
Setelah motor yang ditumpangi Arya pergi, tinggallah Nayya dan sang bunda di rumah. Sedangkan Adiba belum pulang karena saat ini jam menunjukkan pukul setengah empat masih setengah jam lagi Adiba pulang.
"Gimana bun, masih lemes" tanya Nayya sembari memegangi pundak sang bunda dan mendapat anggukan dari bundanya.
"Buat istirahat aja dulu ya bunda, nanti kalau ada apa-apa bunda panggil Nayya ya. Nayya di kamar kok" jelasnya kemudian pergi meninggalkan sang bunda dan kembali ke kamarnya. Dibukanya laptop yang ada di atas nakas itu, kemudian dirinya mulai mengetikkan sesuatu di sana.
Ya, sudah pasti Nayya kembali menyibukkan dirinya untuk menulis, karena menulis juga mengasah pikirannya. Dan dengan menulis dirinya bisa sejenak melupakan beban yang ada dalam pikirannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments