Detik, menit, jam berlalu, hari pun terus berganti. Nayya, gadis berusia sembilan belas tahun ini kembali mendapat lamaran dari seorang pria yang merupakan kakak kelasnya saat Nayya menduduki bangku SMA.
"Saya kakak kelasnya Nayya waktu SMA, jadi niat saya kesini untuk melamar Nayya menjadi istri saya. Insyaallah saya bisa mencukupi kebutuhan lahir batin Nayya" jelas Daffa mengutarakan niat baiknya untuk melamar Nayya.
"Maaf, saya belum bisa menerima lamarannya, karena usia juga belum siap berumah tangga. Lagipula kakak saya juga masih belum menikah, tak enak jika saya mendahului kakak saya" baru saja Arya membuka mulutnya, Nayya langsung menginjak kaki abangnya mengisyaratkan untuk diam.
Arya ingin sekali membantah perkataan yang keluar dari mulut Nayya. Bukankah kemarin Arya sudah bilang jika dirinya mengijinkan untuk menikah lebih dulu dari dirinya, tak enak jika terus-terusan menolak lamaran lelaki yang datang, lebih-lebih lagi yang paham agama.
"Kalau kakak Nayya nggak keberatan nggak masalah kan?" Nayya dibuat mati kutu dengan penuturan Daffa.
"Tapi usia saya—" ucapannya menggantung di udara kemudian Daffa angkat bicara.
"Kan usia minimal menikah bagi perempuan sembilan belas tahun" ujarnya kemudian.
"Tapi maaf, saya masih belum siap untuk menikah, saya permisi dulu" jawabnya terus terang kemudian pergi masuk ke dalam kamar.
Nayya ingin menangis sejadi-jadinya. Kenapa makin kesini makin banyak lamaran yang datang. Apa karena dirinya sudah lulus sekolah? Atau alasan apapun itu sebenarnya Nayya tak terlalu mempermasalahkannya. Hanya saja lelaki yang ia cinta tak kunjung melamarnya.
"Maafkan atas sikap adikku" ujar Arya kemudian mendapat anggukan dari Daffa.
"Nggak papa mas, kalau begitu saya permisi dulu. Assalamualaikum" pamitnya kemudian.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh" usai Daffa pergi meninggalkan rumahnya, Arya berjalan masuk dan pergi menuju kamar Nayya yang tampak tertutup itu.
"Assalamualaikum" salam Adiba sembari membuka helmnya dan berjalan masuk. Arya yang hendak mengetuk pintu pun mengurungkan niatnya.
"Wa'alaikumsalam" jawab Arya sembari menerima uluran tangan dari Adiba.
"Bang, habis ada tamu ya?" tanya Adiba saat melihat di atas meja ada beberapa camilan juga minuman.
"Iya, tadi ada lelaki yang mau lamar Nayya" sontak Adiba membolakan matanya. Belum ada satu bulan sejak Nayya menceritakan tentang lamaran pria itu. Kini Nayya mendapat lamaran lagi dari seorang pria.
"Hah!! Beneran bang? Nggak lagi bercanda kan?" Arya menggelengkan kepalanya.
"Bener Diba, kalau nggak percaya tanya aja sama Nayya" Adiba segera masuk ke dalam kamarnya juga Nayya, dan mendapati Nayya yang tengah sibuk dengan laptop di depannya.
"Nay, kata abang, kamu—" belum selesai bicara, ucapannya terpotong oleh kembarannya ini.
"Pasti mau tanya soal lamaran tadi" Nayya merubah posisinya menjadi duduk di tepi ranjang sembari memangku laptopnya.
"Terus Nay tolak apa diterima?" Jika Adiba tak menanyakannya pun Adiba sudah tau apa jawaban adiknya ini.
"Ditolak" Adiba hanya mengangguk paham dan kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur.
"Kalau Adiba jadi Nayya, Adiba bakal ngomong sama lelaki yang Adiba suka, biar dia tau kalau disini ada orang yang sangat menanti kedatangannya, memperjuangkannya dalam diam" monolognya.
"Emang nggak papa gitu ngomong langsung?" tanyanya penasaran. Sebenarnya Nayya juga ingin sekali jika lelaki itu mengetahui akan perasaan cinta yang sudah lama bersemayam dalam hatinya. Namun dirinya malu, meskipun sunnah jika mengutarakannya. Adiba pun mengubah posisinya menjadi duduk bersila menghadap Nayya.
"Kalau Nay nggak ungkapin apa-apa ke mas Faiz, dan Nay hanya berdo'a terus, kemungkinan kecil kalau mas Faiz juga suka sama Nay, sedangkan di luar sana ada banyak perempuan yang lebih cantik, baik, dan paham agama daripada Nay. Bisa saja mas Faiz terpikat dengan perempuan yang lebih segalanya dari pada Nay. Emang Nay mau kalau mas Faiz nikah sama perempuan lain?" jelasnya pada sang adik. Nayya pun berusaha mencerna apa yang Adiba ucapkan. Setelah dipikir-pikir benar juga apa yang dikatakan Adiba. Nayya menggelengkan kepalanya pertanda jika Nayya belum siap menerima takdir jika seandainya jodohnya bukanlah Faiz.
"Kemarin Diba liat di reels instagram, nah katanya lebih baik menawarkan diri daripada tersiksa karena asmara. Nay tau kan apa maksudnya?" tanya Adiba yang langsung diangguki oleh Nayya. "Dan Adiba tau, Nay pasti udah ngerasain, bahkan mungkin tiap hari Nay nahan rindu, nahan buat ketemu sama mas Faiz, makanya Diba kasih saran buat nawarin diri ke mas Faiz biar Nay nggak terus-terusan berharap sama mas Faiz kalau seandainya mas Faiz nggak suka atau mas Faiz udah punya calon pendamping hidup" lanjutnya.
"Tapi Nayya malu"
"Ya jangan ngomong langsung sama mas Faiz, tapi harus ada perantaranya" jelas Adiba sembari menepuk jidatnya pelan.
"Bilang dong dari tadi" gerutunya kemudian. Nayya seperti menemukan titik cerah dalam hidupnya. "Terus perantaranya siapa?" tanya Nayya bingung.
"Abang lah, siapa lagi masa iya Adiba yang ngomong, ntar yang ada mas Faiz nggak percaya. Kalau laki-laki kan yang dipegang ucapannya. Udah pasti nanti mas Faiz percaya" jelasnya kemudian berjalan keluar mencari abangnya yang ternyata tengah nonton tv di ruang tamu.
"Bang, sini bentar" panggil Adiba dari ambang pintu kamarnya. Arya pun segera berjalan menuju sang adik dan masuk ke dalam kamar.
Arya hanya menatap bingung dua adik kembarnya ini. Saling senggol sana sini seolah takut mengatakan sesuatu atau ada yang disembunyikan darinya.
"Kenapa manggil abang?" tanya Arya penasaran.
"Udah buruan Nay" Nayya masih ragu dirinya hanya diam dan Adiba lah yang angkat bicara.
"Jadi bang, Nayya nggak mau nerima lamaran itu karena Nayya udah suka sama lelaki" jelasnya membuat Nayya semakin menundukkan kepalanya karena malu.
"Nay suka sama siapa?" tanyanya berpaling menghadap Nayya yang masih menunduk.
"Faiz bang, abang tau kan?"
"Faiz yang suka bantu-bantu di masjid itu? Penyiar radio di universitas itu kan?" Nayya hanya menganggukkan kepalanya dan terus menunduk. Dirinya takut jika abangnya marah. Mengingat usianya dengan Faiz selisih delapan tahun. "Iya-iya abang tau terus mau gimana?" tanyanya kemudian.
"Abang mau nggak jadi perantara Nayya. Setidaknya biar ada kepastian bang, kira-kira Nayya bakalan jodoh nggak sama mas Faiz. Dan biar Nayya nggak berharap terus sama mas Faiz, kan kasihan tu mukanya lesu" goda Adiba yang langsung menerima sentilan dari Nayya.
"Oh gitu, yaudah besok kan abang masuk siang, biar abang ke rumah Faiz, bicarain soal ini" pelan-pelan Nayya mendongakkan kepalanya menatap Arya yang masih berdiri di hadapannya.
"Abang nggak marah sama Nayya?" tanyanya dengan sorot mata yang mulai berkaca-kaca.
"Nggak, abang nggak marah kok, Nay do'a aja ya semoga Faiz mau, sekarang abang mau bilang sama bunda dulu" ujar Arya kemudian berlalu pergi meninggalkan adik kembarnya ini menuju kamar sang bunda.
Setelah mendapat persetujuan dari sang bunda, Arya pun segera menghubungi Faiz jika dirinya akan bertamu ke rumahnya esok hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments