Mereka akhirnya meninggalkan area perumahan itu, tepatnya menyingkir dari depan gerbang menjulang sombong milik rumah Angsana nomor 10.
“Kita hanya perlu satu kali lagi mendengar kisah dari mang Ujun, setelah itu membuktikan kebenarannya dengan ditonton semua orang secara langsung agar percaya.” Roni membuka percakapan setelah mobil menggelinding separuh jalan.
“Iya, maka dari itu, persiapkan semua yang akan kita bawa nanti. Termasuk, alat membuka pintu itu, yang kita lihat sendiri dipalang sekuat itu.” Timpal Hendy mengingatkan ruangan bawah tanah itu.
“Iya, aku penasaran seberapa magisnya ruangan itu. Karena primadonanya justru di ruangan itu.” Raisa ikut menimpali pembicaraan dua pria itu.
“Aku juga, sama, tapi bagaimana dengan Ara, apa perlu kita ajak?” ujar Gabby teringat akan temannya yang tengah terlelap dalam pelukan Hendy.
Mereka yang mendengar pertanyaan Gabby sontak menatap Ara, “Bagaimana Hen? Diajak gak Ara.” Raisa bertanya pada Hendy, kekasih Ara
“Iya, jangan sampai dia menghambat rencana kita.” Roni dengan sebalnya bertanya. Bagi mereka ini adalah karya luar biasa, di luar kebiasaan. Dengan maksud tentu saja menarik banyak perhatian orang-orang akan fakta rumah besar yang rahasianya terjaga dari media.
Padahal menyimpan banyak tragedi buruk di sana.
“Kalian pikir aku begini karena rumah itu?” disaat mereka menunggu jawaban Hendy, Ara malah menjawab pertanyaan tiga orang tadi.
“Ara?!” keempat orang itu menoleh pada Ara lagi.
“Sayang.” Ujar Hendy melirik sang kekasih yang sudah menegakkan duduknya lagi.
“Aku tetap ikut, karena aku bagian dari tim ini juga, kan?!” tanggap Ara dan membaringkan kepalanya di sandaran kursi mobil lalu menutup mata.
Ia merasa bad mood mendengar keraguan teman-temannya yang berencana mengajaknya pada sesi pembuktian nanti. Dari awal ia sudah memutuskan, jadi resikonya tentu akan ia telan mentah-mentah juga.
2 jam kemudian, mereka sudah sampai di kota tempat mereka tinggal. Satu persatu turun di tempat tinggal masing-masing. Melepas lelah setelah seharian mendengar cerita rumah horor itu.
“Wahhh capek banget.” Gabby yang baru saja masuk ke dalam kamarnya berteriak sembari merentangkan kedua tangannya, untuk merenggangkan otot yang letih.
“Uwwhhh bathup, bathup, i am comingggg!!!” teriaknya lagi tak sabar untuk segera melepas penat dengan berendam dan menikmati aroma terapi yang baru dibelinya.
Langkahnya yang sedikit lagi mencapai kamar mandi mesti terhenti ketika dering ponselnya menjerit tak henti...
Ia yang mengenal nada panggilan tersebut segera bergegas, wajahnya begitu sumringah menuju tempat penyimpanan ponselnya.
“Hallo pah.” Ucapnya saat sudah menggeser tanda hijau di layar ponselnya.
“Hmm, iya, baru sampe, dan ini Gabby mau mandi.” Gabby membalas lagi ucapan dari si pemanggil di ujung telepon.
“Iya iya pah. Gabby udah makan, tinggal mandi trus istirahat.” Jawabnya lagi, wajahnya tetap berhias senyum, tak luntur sama sekali.
“Ok pah, I love you, jaga diri papa baik-baik di sana. Cepetan cari mama buat Gabby.” Ia terkikik geli mengucapkan kalimat terakhirnya.
Klik!
Panggilan di tutup, langkahnya riang memasuki kamar mandi.
Tapi,....
“Hah!!” lampu seketika padam, Gabby tentu kaget bukan kepalang. Tangannya meraba-raba sekita untuk kembali lagi ke dalam mengambil ponselnya dan menyalakan lampu flash di ponsel.
“Aduh!!” pekiknya terjatuh, ia seperti tersandung sesuatu hingga tubuhnya terjerembab ke lantai.
“Apa itu?” tanyanya bingung, tapi tetap berusaha bangkit untuk menuju nakas tempat menaruh ponselnya tadi.
Namun, sejauh apapun ia berjalan, langkahnya tetap tidak sampai ke sisi nakasnya. Padahal perkiraannya harusnya sudah sampai. Ia tentu hapal isi kamar yang sudah ditempatinya lama itu.
Tak putus asa, ia memutar tubuhnya, tapi tetap, ia seperti berada di ruang hampa, tak pernah menjangkau tembok sekalipun.
“Lah, aku di mana ini?” tanyanya sendiri.
Seketika, kegelapan yang mengurung Gabby berganti dengan bias cahaya temaram.
“Hah!? Ia terkejut melihat sekitarnya, “Ini bukan kamarku?” Ucapnya heran, jelas-jelas belum 5 menit ia masih berada di kamarnya, bahkan tadi hendak ke kamar mandi sebelum lampu tiba-tiba menjadi padam.
“Aku di mana?” tanyanya menelisik ruangan yang tidak ia kenali sama sekali,
Tergambar ada ruang kosong yang luas, melihat ke belakang ada tangga menuju ke atas yang entah hendak ke mana.
“Ella!!!” sayup-sayup suara memanggil sebuah nama membuat Gabby menoleh ke asal suara.
Seorang wanita terduduk lesu, wajahnya menunduk dalam, sendirian, tapi Gabby bisa mendengar suara wanita itu agak serak, yang ia duga sedang menangis.
“Ella, maafkan bunda sayang.” Lirih wanita itu mengucapkan sebuah kalimat pendek.
Deg!
Jantung Gabby mendadak berdebar hebat, “Kenapa ini?” monolognya dengan tangan menyentuh tempat di mana dadanya masih berguncang keras.
“Bunda?!” seorang anak kecil mendatangi wanita tadi, memanggilnya bunda.
“Ella.” Sigap meraih tubuh bocah itu, sang bunda merengkuhnya erat, posesif.
Gabby tetap memperhatikan gerak sepasang ibu dan anak ini. Bahkan ketika matanya membulat saat melihat wanita itu mengeluarkan sebuah benda dalam bentuk botol bergambar serangga penghisap darah dan mereguknya.
“Hentikan!!!” Pekik Gabby, tapi tak didengar sama sekali.
“Bunda!!!” bocah itu berteriak melihat ibunya tergeletak setelah menelan cairan itu hingga habis.
“Bunda!!!” Gantian Gabby yang berteriak seperti sang bocah, wajahnya pias melihat wanita itu sudah mengeluarkan busa di mulutnya.
Baik Gabby dan si bocah bernama Ella sama-sama menangis, jika Ella memeluk tubuh ibunya, tidak dengan Gabby, ia tak mampu menyentuh wanita itu.
Putus asa, ia heran akan reaksi tubuhnya sendiri yang begitu panik akan kondisi wanita itu yang sama sekali tidak dikenalinya.
“Bunda!!!” Gabby menangis layaknya yang dilakukan Ella.
Ketika ia frustasi, satu suara tawa mengerikan masuk ke dalam telinga Gabby. Ia menoleh, netranya terkejut mendapati sosok perempuan berambut panjang, mata merah dan pancaran aura hitam penuh kebencian menguar dari tubuh itu.
Kembali hal yang sama terjadi, Gabby dan Ella berlari ke sudut yang sama, mereka meringkuk takut ketika melihat wanita mengerikan itu. Hingga pintu atas terbuka dan menampilkan pria yang membuat Ella berikut Gabby sama-sama memanggil, “Ayah!!” jerit keduanya bersamaan...
Gabby merasakan ketakutan luar biasa pada si wanita tadi, walau sudah berdiri di belakang tubuh pria yang tadi datang, tetap ia tak berani menoleh karena wanita itu masih mengikuti.
Brak!!!
Tanpa diduga, Gabby jatuh tertindih dengan kepala terbentur lantai, ketika matanya nyaris menutup, ia melihat sosok lain yang dikenalnya.... “Ella!!!” ada pria lain yang muncul dari atas tangga, raut khawatir terpancar dari dirinya...
“Papa?!” Panggil Gabby melihat pria itu, lalu matanya menutup seiring kepalanya berdenyut sakit.
“Hah!!!” Gabby terbangun dengan nafas terengah-engah, matanya liar menatap sekitar.
“Kamar?” Ujarnya mendapati dirinya tertidur di ranjang miliknya, tak puas, ia melirik penampilannya yang masih menggunakan pakaian sebelum ia mandi.
“Apa aku bermimpi? Tapi mimpi apa aku semalam, dan kenapa ada papa dalam mimpiku.” Tanyanya bingung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments